Warga Bojong Koneng, Bogor, Jawa Barat, telah mengajukan gugatan atas sengketa lahan dengan Sentul City ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Meski perkara sudah masuk ke meja hijau, warga Bojong Koneng disebut masih mengalami penggusuran.
"Kami sadar gugatan yang kami ajukan itu lemah karena yang kami gugat itu adalah dalam rangka mereka melakukan somasi. Tapi maksud dari kita gugat itu adalah supaya PT Sentul City menghentikan semua kegiatan barbar mereka melakukan penggusuran. Namun sekalipun kita sudah melakukan gugatan, mereka tetap melakukan penggusuran," kata kuasa hukum warga Bojong Koneng, Widi Syailendra, di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/9/2021).
Widi mengatakan selama 30 tahun tidak pernah ada klaim terkait Hak Guna Bangunan (HGB) dari pihak Sentul City pada lahan yang ditempati warga Bojong Koneng. Dia menyebut tidak pernah ada kegiatan pengelolaan apa pun yang dijalankan oleh Sentul City di tanah yang mereka klaim itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak pernah, dalam pengakuan klaim kami bahwa PT Sentul City selama 30 tahun tidak pernah memanfaatkan, tidak pernah mengelola, tidak pernah memelihara, tidak pernah melaksanakan peruntukan izinnya. Jadi kalau dia izin, itu properti sepanjang 30 tahun tidak pernah ada kegiatan apa-apa," ucapnya.
Widi menyampaikan sudah banyak warga Bojong Koneng yang menerima somasi digusur menggunakan alat berat. Bahkan, kata Widi, sejumlah warga ditekan dan dipaksa untuk mau menandatangani surat bahwa lahan tersebut milik PT Sentul City.
"Masyarakat lain yang menerima somasi sudah banyak merasakan penggusuran. Bangunan-bangunannya dihancurkan dibuldoser, diekskavator, lahannya dirampas seperti itu. Bahkan ada beberapa warga yang ditekan untuk menandatangani mengakui bahwa tanah itu milik Sentul City. Tapi saya yakin bahwa penandatanganan itu dilakukan secara paksa," ujarnya.
Lebih lanjut Widi mengatakan pihaknya juga akan membuat laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan itu terkait dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam penerbitan dan perpanjangan HGB Sentul City.
"Kami sedang mengkaji data, aturan dan informasi yang mengindikasikan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan perpanjangan HGB milik PT. Sentul City, Tbk. Bila ini sudah masuk tahap final sebagai bukti awal laporan dan kami dilaporkan, maka secara langsung akan menjadi ujian buat Ibu Basaria Panjahitan dalam mempertaruhkan integritasnya antara selaku mantan pimpinan di KPK dan selaku Komisaris Utama di PT Sentul City, Tbk," imbuhnya.
Gugatan Warga Bojong Koneng, Bogor, sudah teregister di PN Jaksel dengan nomor perkara 718/PDT.g/2021/PN JKT.SEL. Selain itu, mereka juga sudah mengajukan aduan pelanggaran HAM ke Komnas HAM.
Simak penjelasan dari kuasa hukum PT Sentul City perihal perkara ini.
Seperti diketahui, kuasa hukum PT Sentul City, Antoni, dalam keterangan di situs resmi Sentul City yang dilihat pada Kamis (9/9), menyebut Sentul City mendapat dukungan penuh warga desa setempat dalam rencana memanfaatkan lahan. Antoni menyatakan warga mendukung pemanfaatan lahan sesuai masterplan dengan harapan menciptakan lapangan kerja bagi warga desa sekitar, seperti area yang telah terbangun di desa lain.
Antoni juga membantah ada keributan di Desa Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, yang menurutnya cuma akting beberapa saat yang dibuat massa sewaan pihak spekulan. Dia menuding hal itu sengaja dibuat untuk spekulan untuk menguasai tanah.
"Spekulan berdasi ini yang mengambil alih garap untuk tujuan memiliki dan menguasai tanah," tutur Antoni.
Antoni menjelaskan, setelah pihaknya melakukan pemetaan terhadap aset-aset PT Sentul City, ternyata terdapat beberapa bangunan-bangunan liar berupa vila-vila dan/atau rumah rumah yang didirikan di luar masyarakat asli Bojong Koneng, dalam istilah masyarakat Bojong Koneng sering disebut masyarakat berdasi.
"Setelah kami lakukan pemetaan, kami melakukan sosialisasi kembali kepada masyarakat berdasi tersebut tentang kepemilikan lahan yang dimiliki oleh kami. Bahkan telah pula kami sampaikan somasi 1, 2, dan 3 untuk memberitahukan bahwa kami segera memanfaatkan lahan, dan agar segera membereskan diri untuk meninggalkan lahan," kata Antoni.
"Mereka tidak menghiraukannya. Kami minta mereka menjelaskan atas dasar alas hak apa menempati lahan lahan kami? Tidak juga direspons," sambung Antoni.