Ketua DPRD DKI Usai Diperiksa KPK di Kasus Tanah: Tanya Pak Gubernur Aja

Ketua DPRD DKI Usai Diperiksa KPK di Kasus Tanah: Tanya Pak Gubernur Aja

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Selasa, 21 Sep 2021 14:10 WIB
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mendatangi KPK. Pras datang berkaitan dengan panggilan padanya untuk diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur.
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi (A.Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menuntaskan pemeriksaan di KPK berkaitan dengan perkara korupsi terkait pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur. Prasetio mengaku dicecar penyidik soal posisinya sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) di DPRD DKI Jakarta.

"Ditanya soal mekanisme saja, penganggaran dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) ke RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Itu saja. Ya saya sebagai Ketua Banggar ya saya menjelaskan," ucap Prasetio di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2021).

Menurut Prasetio, penganggaran untuk lahan itu dibahas di ranah komisi. Setelahnya, berlanjut ke Banggar dan diteruskan ke Pemprov DKI Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah, di pembahasan-pembahasan itu langsung sampai ke Banggar besar. Nah, di Banggar besar, ternyata saya serahkan kepada eksekutif. Nah, eksekutif yang punya tanggung jawab," ucap Prasetio.

"Karena pada saat itu pelaksana badan anggarannya itu bukan saya, Pak Triwisaksana, karena kolektif kolegial. Karena saat itu ada defisit anggaran sebesar Rp 18 triliun, saya sisir sampai surplus Rp 1 triliun, gitu lho. Nah setelah itu, saya gelondongkan kasih ke eksekutif, itu aja tentang kerja saya," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Prasetio enggan berbicara banyak. Dia lantas menyerahkan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang juga diperiksa KPK.

"Itu pembahasan anggaran selesai, tanya Pak Gubernur aja nanti ya," ucap Prasetio.

Simak juga video 'Ketua DPRD DKI Diperiksa KPK Terkait Kasus Pengadaan Lahan':

[Gambas:Video 20detik]



Selanjutnya tentang anggaran Sarana Jaya

Tentang Anggaran Sarana Jaya

Sarana Jaya diketahui merupakan perusahaan properti berbentuk BUMD yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Sarana Jaya melakukan kegiatan di bidang penyediaan tanah, pembangunan perumahan, bangunan umum, kawasan industri, serta sarana-prasarana.

Sebagai BUMD, Sarana Jaya juga mendapat penyertaan modal dari Pemprov DKI. Berdasarkan lampiran daftar penyertaan modal daerah (PMD) dan investasi daerah lainnya tahun anggaran 2021 DKI Jakarta, Sarana Jaya mendapat PMD Rp 1.163.806.000.000 pada 2021.

Belakangan, Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan adanya temuan dua dokumen anggaran terkait Sarana Jaya. Dokumen pertama menyebut total anggaran yang diterima Sarana Jaya berjumlah Rp 1,8 triliun dan dokumen lainnya sebesar Rp 800 miliar.

"Jadi tentu itu akan didalami termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya diterima BUMD Sarana Jaya. Karena cukup besar yang kami terima info karena cukup besar angkanya sesuai dengan APBD itu ada SK Nomor 405 itu besarannya Rp 1,8 triliun," kata Firli dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/8).

"Terus ada lagi SK 1684 itu APBP 800 miliar. Nah, itu semua didalami," imbuhnya.

Saat ditelusuri lebih lanjut ternyata Sarana Jaya pada 2019 mendapat PMD Rp 1,8 triliun. Hal itu tertera dalam lampiran VIII Perda DKI Nomor 8 Tahun 2018. Pada tahun itulah terjadi pembelian lahan di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur, oleh Sarana Jaya yang kemudian diusut KPK karena diduga terjadi korupsi.

Dalam perkara ini KPK telah menetapkan lima tersangka. Salah satu tersangka tersebut adalah mantan Dirut Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan. Terakhir KPK menjerat dan menahan Direktur PT ABAM (Aldira Berkah Abadi Makmur) Rudy Hartono Iskandar sebagai tersangka.

Tersangka selanjutnya adalah Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene. Lalu, ada satu lagi yang dijerat sebagai tersangka, yaitu korporasi atas nama PT Adonara Propertindo.

Mereka diduga melakukan korupsi pengadaan tanah di Pondok Rangon, Jakarta Timur, tahun anggaran 2019. Kasus dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 152,5 miliar.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Halaman 2 dari 2
(dhn/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads