Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia menyampaikan perkembangan yang terjadi di Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara. Bakamla menyebut eskalasi konflik di Laut Natuna Utara memang berkembang belakangan ini.
"Dengan resminya aliansi antara Australia, UK, dan Amerika, ini jadi sinyal potensi meningkatnya eskalasi. Kita perlu memahami apa saja dampak langsung dan tidak langsung untuk Indonesia," kata Kepala Bakamla, Aan Kurnia, saat rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR RI, di gedung DPR, Senin (20/9/2021).
"Bahkan kita lihat Prancis sudah begitu keras dia memulangkan dubes yang ada di Amerika maupun di Australia," sambung Aan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aan menyampaikan meningkatnya eskalasi konflik juga akan meningkatkan kekuatan militer yang ada di Laut Natuna Utara. Dia pun memprediksi ini akan berdampak pada keamanan di Laut Natuna Utara.
"Dampak langsung konflik dapat diprediksi akan banyak kekuatan militer negara-negara besar di Laut China Selatan, ini juga akan semakin meningkatnya dinamika. Kami tidak terlalu banyak ke sana karena ini bidang pertahanan tapi paling tidak ini menyinggung juga tentang keamanan di sini," ucapnya.
Lebih lanjut, Aan juga menyampaikan dampak tidak langsung meningkatnya konflik di Laut Natuna Utara terhadap Indonesia. Dia menyebut perlombaan senjata hingga gangguan lintas pelayaran akan terjadi jika konflik terus berkembang.
"Dampak tidak langsung adalah perlombaan senjata dan sebagainya, kemudian juga ada gangguan lalu lintas pelayaran risiko meningkat sehingga kalau larinya ke ekonomi keamanan maka asuransi akan meningkat, biaya logistik juga meningkat, itu dampak keamanannya," ujarnya.
Seperti diketahui, Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia mengatakan situasi terkendali dan para pelayan tak perlu khawatir dalam beraktivitas. Bakamla tidak memungkiri banyak kapal asing di Laut Natuna Utara.
"Situasi di LNU tetap aman terkendali saat ini nelayan tidak perlu khawatir serta dapat tetap beraktivitas sebagaimana biasanya," ujar Aan Kurnia dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/9).
Kepala Bagian Humas dan Protokol Bakamla Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita mengatakan hal ini karena wilayah tersebut merupakan pintu masuk dan keluar kapal yang melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Wisnu mengatakan Bakamla telah mengajukan rekomendasi kebijakan dan strategi menghadapi situasi di perbatasan termasuk di Laut China Selatan ke Kemenkopolhukam.
"Dalam rekomendasi Bakamla, untuk menghadapi situasi di wilayah perbatasan, diperlukan tidak saja kehadiran aparat, tetapi juga pelaku ekonomi termasuk nelayan dan kegiatan eksplorasi ESDM serta penelitian," kata Wisnu.
"Saat ini Bakamla tengah menyusun rencana aksi terkait rekomendasi kebijakan tersebut, salah satunya adalah mendorong konsep pembentukan Nelayan Nasional Indonesia yang bertujuan mendorong kehadiran pelaku ekonomi sekaligus mendukung kegiatan monitoring di wilayah penangkapan ikan di LNU," sambungnya.