Kasus 18 ABK berawal ketika kapal berangkat dari Myanmar akhir Desember 2019. Setelah beroperasi di laut selama 9 bulan, kapal tiba di Yaman pada 26 September 2020.
Selama berada di Yaman, ABK dijanjikan pulang ke Indonesia. Namun pemilik kapal tidak memenuhi janjinya. Kondisi di kapal yang memprihatinkan, terbatasnya makan, dan minum, serta cuaca di Yaman yang panas, membuat ABK makin menderita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Juni lalu, ABK menghubungi KBRI Muscat untuk meminta pertolongan. KBRI segera menindaklanjuti dengan menghubungi otoritas di Yaman, Kemlu RI, dan pihak-pihak terkait.
Kontak dan negosiasi terus ditingkatkan, antara lain dengan Kedutaan Yaman di Oman, Kemlu Yaman di Arab Saudi, Kemlu Yaman di Hadramaut, Imigrasi, otoritas kelautan dan perikanan di Mukalla, serta otoritas pengadilan dan kejaksaan di Mukalla.
Dubes RI untuk Oman dan Yaman, YM Mohamad Irzan Djohan, secara khusus telah bertemu dengan Menlu Yaman, YM Dr Ahmad Awadh bin Mubarak, di Riyadh pada Minggu (15/8) lalu. Dalam pertemuan tersebut, Dubes Irzan meminta agar 18 ABK Indonesia dapat dilepaskan dari tuntutan hukum terhadap kapten kapal dan Kapal Cobija.
(lir/lir)