"Itu lebih disebabkan karena penurunan muka air tanah. Jadi penurunan karena land subsidence, bukan karena perubahan iklim. Jadi ini mohon diluruskan ini, bukan karena perubahan iklim, tapi lebih banyak karena land subsidence yang terjadi," kata Edvin dalam sebuah diskusi, Kamis (16/9/2021).
Edvin, yang juga menjabat Wakil Ketua Kelompok Kerja I Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), mengatakan bahwa kenaikan muka air laut di Jakarta berkisar 3,7 milimeter per tahun. Sementara penurunan muka tanah di Jakarta mencapai lebih dari 100 sentimeter.
"Laporan dari BPPT pernah mengadakan tahun 2010 ada laporannya. Di sini angkanya tidak jauh beda, angka kenaikan air laut di Jakarta itu 3,7 milimeter per tahun. Nah angka ini yang jadi patokan, tadi kan di IPCC 3,6 milimeter. Angka itu hampir-hampir mirip," ucapnya.
"Apa yang terjadi di Jakarta itu ternyata penurunan, tadi kan 3,6 milimeter ternyata ada 112 sentimeter di Jakarta Utara itu. Itu lebih disebabkan karena penurunan muka air," tambahnya.
Hal senada diungkap Peneliti Ahli Utama BRIN Prof Eddy Hermawan. Menurutnya, yang menjadi penyebab wilayah pesisir Ibu Kota terancam tenggelam bukan saja karena pemanasan global atau global warming.
"Jadi tidak hanya global warming, tapi land subsidence juga merupakan kontributor yang cukup besar membuat Jakarta terendam, tenggelam sih nggak," ujar Eddy.
Namun, dia berharap bahwa adanya ramalan itu tak membuat masyarakat menjadi takut. Sebab, hal tersebut masih hanya sebatas prediksi.
Langkah Pemprov DKI
Pemprov DKI membuat sejumlah kebijakan demi mengantisipasi area pesisir Ibu Kota tenggelam pada 2050. Di antaranya melaksanakan pembangunan tanggul pantai hingga sistem polder.
"Pembangunan tanggul pantai terus didorong untuk diselesaikan. Kedua pembangunan sistem polder karena air ini tidak lengkap harus disempurnakan," sebutnya.
Kemudian, membangun sistem monitoring land subsidence dan rob serta meningkatkan pelayanan air bersih dan perpipaan. Sekaligus melakukan pengendalian sekaligus konservasi air tanah melalui pembangunan drainase vertikal.
Terakhir, membangun waduk atau embung sebagai penampungan air hujan serta infrastruktur sistem pengelolaan air limbah. Tujuannya memperbaiki kualitas air permukaan dan lingkungan. (fas/zak)