Jakarta -
Isu dugaan peretasan (hacking) hingga pencurian data belakangan kian marak. Maraknya isu keamanan siber ini membuat urgensi pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) mencuat kembali. Pembahasan RUU PDP mentok karena beda pendapat DPR dan pemerintah soal lembaga pengawas.
Sebagaimana diketahui, isu pencurian data pribadi sudah marak terjadi. Pada bulan Mei 2021 lalu, warga dibuat heboh dengan dugaan kebocoran data WNI yang diduga data peserta BPJS Kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus kebocoran data yang baru-baru ini terjadi identik dengan data kelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Indikator seperti kode-kode nomor kartu (noka), kode kantor, data keluarga/data tanggungan, dan status pembayaran menunjukkan kecenderungan tersebut. Kominfo pun mengkonfirmasi bahwa data yang tersebar di media sosial itu identik dengan data BPJS.
Selanjutnya, pada 3 September lalu Sertifikat vaksinasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) beredar luas di Twitter. Beredarnya sertifikat tersebut dikaitkan dengan bocornya data di aplikasi PeduliLindungi.
Surat keterangan vaksinasi COVID-19 itu menyatakan bahwa Jokowi telah divaksinasi untuk dosis kedua pada 27 Januari 2021. Di bagian bawah sertifikat tersebut, ada logo KPC-PEN, Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian BUMN. Akhirnya, untuk sementara Kemenkes menutup data pejabat di PeduliLindungi.
Terbaru, ada dugaan pembobolan data terhadap 10 kementerian dan lembaga oleh hacker China. BIN yang disebut-sebut kemudian membantah servernya menjadi salah satu yang ikut diretas.
"BIN saat ini terus mendalami dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait kebenaran informasi peretasan server BIN maupun K/L lainnya. Namun demikian, hingga saat ini server BIN masih dalam kondisi aman terkendali dan tidak terjadi hack sebagaimana isu yang beredar bahwa server BIN diretas hacker asal China," kata Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto kepada wartawan, Selasa (14/9/2021).
Wawan mengungkapkan, BIN selalu melakukan pengecekan server secara berkala. Pengecekan itu, lanjutnya, untuk memastikan server BIN aman.
"BIN selalu melakukan pengecekan secara berkala terhadap sistem yang berjalan termasuk server untuk memastikan bahwa server tersebut tetap berfungsi sebagaimana mestinya," ungkapnya.
Kendati demikian, BIN menilai serangan siber terhadap lembaganya adalah hal yang wajar. Sebab, BIN selama ini terus bekerja menjaga kedaulatan Indonesia.
Melihat maraknya isu kebocoran data dan peretasan ini, pengesahan RUU PDP menjadi semakin penting. Kendati demikian, RUU terakhir kali dibahas pada bulan April 2021 lalu. Dirangkum detikcom, Selasa (14/9/2021) berikut ini perjalanan RUU PDP sejauh ini:
Simak video 'Data Pribadi Jokowi Bocor, Apa Kabar RUU PDP?':
[Gambas:Video 20detik]
1. Diusulkan Pemerintah (24 Januari 2020)
Pemerintah mengusulkan RUU PDP. Usul ini tercantum dalam Surat Presiden RI Nomor: R-05/Pres/01/2020 perihal RUU tentang Pelindungan Data Pribadi yang menugaskan Menkominfo, Mendagri, serta Menkumham membahas bersama-sama DPR.
2. RDPU dengan Para Pakar (1 Juli 2020)
Rapat dengar Pendapat Umum (RDPU) digelar. Komisi I DPR RI dengan Pakar/Akademisi (Agus Sudibyo, Edmon Makarim, Sinta Dewi Rosadi, Nonot Harsono, dan Sih Yuliana Wahyuningtyas) menggelar RDPU dalam rangka mendapatkan masukan terhadap RUU tentang Pelindungan Data Pribadi.
3. Raker Pembahasan DIM (7 September 2020)
Komisi I DPR RI menggelar rapat kerja dengan Pemerintah (Menkominfo, Mendagri, dan Menkumham) dalam rangka Pembahasan materi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PDP.
4. Masuk Prolegnas 2021 (23 Maret 2021)
DPR RI mengetok daftar RUU Prolegnas Prioritas 2021. RUU PDP termasuk dalam RUU Prolegnas ini bersama 32 RUU lainnya.
Usai RUU PDP masuk prolegnas, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengharapkan bisa membahas dan mengesahkannya secara cepat.
"Kami menyambut dengan sangat antusias keputusan rapat paripurna DPR RI memprioritaskan penyelesaian pembahasan RUU PDP dalam Prolegnas Prioritas 2021," ujar Menkominfo, Selasa (23/3/2021).
5. Pembahasan DIM (8 April 2021)
RUU PDP pun mulai dibahas. Rapat Panja Pembahasan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi Komisi I DPR RI dengan Tim Panja Pemerintah dalam rangka pembahasan materi DIM RUU PDP digelar pada bulan April lalu.
6. Pembahasan Mandeg Karena Pemerintah-DPR Beda Pendapat (Mei 2021)
RUU PDP tak kunjung selesai pembahasannya salah satu alasannya adalah kesepakatan adanya lembaga pengawas independen antara Komisi I dan pemerintah.
"Perlu lembaga independen karena pemerintah juga menjadi pelaku pengumpulan, penguasaan, dan pengelolaan data pribadi WNI," kata anggota Komisi I Fraksi NasDem, Farhan, kepada wartawan, Jumat (28/5/2021).
Farhan mengatakan masih ada perbedaan pandangan terkait pengawasan itu. Menurutnya, Komisi I ingin adanya lembaga pengawas secara independen, namun pemerintah menginginkan lembaga itu di bawah Kementerian Kominfo.
"Deadlock-nya ada di masalah pembentukan Otoritas Perlindungan Data (OPD). Di mana pemerintah bertahan dengan menempatkannya di bawah Kemenkominfo, sedangkan Komisi I meminta jadi lembaga independen," ujarnya.
Farhan berharap perbedaan pendapat terkait lembaga pengawasan di RUU Perlindungan Data Pribadi dapat diselesaikan, sehingga pembahasan dapat dilanjutkan ke masalah lainnya.
"Pembentukan Otoritas Perlindungan Data adalah isu yang belum selesai, jadi harus ada kompromi dulu antara pemerintah dan Komisi I. Maka diharapkan isu lainnya bisa selesai dengan terselesaikannya isu OPD ini," ucapnya.
7. DPR Salahkan Pemerintah (Juli 2021)
Komisi I menyebut pemerintah tak konsisten dan tak serius terkait kesepahaman lembaga pengawas yang diatur di dalam RUU PDP.
"Pada saat pembahasan kelembagaan konsinyering ini, kemarin, Komisi I DPR RI dan panja pemerintah pada awalnya memiliki kesepahaman bahwa DPR dan pemerintah akan membentuk lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, namun pada saat masuk pembahasan, panja pemerintah yang dipimpin oleh Dirjen Aptika Kominfo, tidak konsisten dengan kesepahaman yang sudah disepakati sebelumnya, panja pemerintah justru mengajukan konsep lembaga yang berada di bawah kementerian Kominfo," kata Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyahri saat jumpa pers, Kamis (1/7/2021).
Abdul Kharis menjelaskan, Komisi I telah melakukan konsinyering dengan panja pemerintah yang diketuai oleh Dirjen Aptika Kominfo Samuel Abrijani Pangarep. Dari total 371 daftar inventarisasi masalah (DIM), telah diselesaikan 143 DIM dengan 125 DIM disepakati, 10 DIM di-pending, 6 DIM perubahan substansi, dan 2 DIM usulan baru.
Sementara itu, 228 DIM belum selesai dibahas, mayoritas DIM yang belum dibahas ini berkaitan dengan lembaga pengawas pelaksanaan di RUU PDP. Komisi I menilai pemerintah tak serius dan tak konsisten dengan kesepahaman yang telah disepakati sebelum soal lembaga pengawas.
Jawaban Pemerintah
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny G Plate menjawab alasan pemerintah ingin lembaga pengawas di bawah kementeriannya, bukan lembaga independen.
"Pemerintah berpandangan bahwa substansi dalam draf RUU PDP masih relevan, dan tata kelola data pribadi dapat dilakukan oleh pejabat setingkat eselon I di Kementerian Kominfo," kata Johnny saat dihubungi, Kamis (1/7/2021).
"Kita tidak pernah berubah, kita tetap konsisten," katanya
Bagi Johnny, tindakan ini demi menjaga data pribadi masyarakat. Karena itu, menjadi tugas negara untuk mengelola data pribadi tersebut.
"Data pribadi menjadi penting dalam pergaulan antarbangsa dan tarik-menarik kepentingan antarbangsa. Pemerintah harus dapat melalukan tata kelola data terutama untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia," katanya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini