Korban pelecehan seks dan perundungan sesama pegawai pria di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dikabarkan akan mencabut laporan. Korban disebut merasa tertekan.
Korban dikabarkan akan meminta damai dan menyatakan kepada publik bahwa tidak ada peristiwa pelecehan dan perundungan seperti dalam rilis yang disampaikan korban. Korban juga dikabarkan bakal mencabut laporan kepolisian, Komnas HAM, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Dia (korban) harus mengatakan pelecehan dan perundungan di KPI tidak ada. Bahwa dia harus mencabut laporan polisi, laporan Komnas HAM, laporan LPSK, dia harus cabut," kata orang dekat korban kepada wartawan, Kamis (9/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Korban juga disebut diminta memulihkan nama terduga pelaku yang pernah disebut dalam rilis korban yang beredar di media sosial. Para terduga pelaku mengancam akan melaporkan korban dengan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) bila tidak mau berdamai.
"Terus dia harus memulihkan nama pelaku, dia harus bikin intinya selama ini rilis yang dia sebar itu tidak benar. Kalau tidak mau damai, tidak mau memulihkan nama baik pelaku, dia (korban) akan dilaporkan dengan UU ITE," ujarnya.
Para pelaku tidak mau menyampaikan permintaan maaf saat korban menyambangi KPI. Korban juga disebut dipaksa menandatangani surat damai.
"Padahal pelaku tidak mau minta maaf. Rabu (8/9) kemarin, Rabu sore (ke KPI). Poin-poin persyaratan itu yang menyodorkan pelaku, jadi korban dipaksa tanda tangan poin-poin syarat yang merugikan dia (korban) semua," tutur orang tersebut.
Surat pernyataan damai belum ditandatangani. Sebab, korban ingin para pelaku mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Korban sendiri disebut ingin berdamai karena mendapat tekanan.
"(Surat) belum ditandatangani karena korban ingin pelaku mengakui pelecehan dan minta maaf, tapi pelaku nggak mau. Jadi untuk sementara dia nggak mau tanda tangan, tapi korban ingin damai karena ketakutan diancam. Intinya, pelaku memaksa korban untuk mau berdamai dengan syarat-syarat tadi," imbuhnya.
Terlapor Bantah Tekan Korban
Pihak RD dan EO, dua orang terlapor dari kasus dugaan pelecehan dan perundungan yang menimpa pegawai KPI inisial MS membantah telah menekan korban untuk mencabut laporannya. Kedua terlapor lewat kuasa hukumnya mengaku tidak pernah memberikan tekanan hingga ancaman ke MS terkait laporannya.
"Saya pastikan tidak ada (tekanan). Saya dari kemarin bersama klien jadi nggak ada tuh pengancaman. Justru silakan ditanyakan ke KPI sumbernya kredibel atau tidak," kata pengacara RD dan EO, Tegar Putuhena, saat dihubungi, Kamis (9/9/2021).
Simak juga video 'Pengacara Sebut Korban Pelecehan Seks Pegawai KPI Masih Trauma':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kasus ini terungkap ketika korban bercerita kerap mendapatkan perundungan dan pelecehan seksual sesama pria dari rekan kerjanya yang juga pegawai KPI. Perlakuan itu dialami sejak 2012.
"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat?" demikian keterangan tertulis korban, Kamis (1/9).
Korban bercerita dia ditelanjangi dan difoto. Korban pun khawatir foto telanjangnya itu disebar oleh rekan-rekannya. Selain itu, rekan kerja korban kerap menyuruh-nyuruh korban membelikan makan. Hal ini berlangsung selama 2 tahun.
Tahun ke tahun berjalan, berbagai perundungan diterima korban. Dari diceburkan ke kolam renang, tasnya dibuang, hingga dimaki dengan kata-kata bermotif SARA.
Pelecehan seksual tersebut membuat korban jatuh sakit dan stres berkepanjangan. Pelecehan dan perundungan itu, kata korban, mengubah mentalnya.
Kasus ini juga sudah dilaporkan ke Komnas HAM. Komnas HAM sendiri, kata korban, sudah mengkategorikan pelecehan dan perundungan yang dialaminya sebagai bentuk pidana dan menyarankan agar korban melapor ke polisi. Saat ini polisi juga tengah mengusut kasus dugaan pelecehan tersebut.
Terlapor, EO dan RS membantah tuduhan pelecehan seks dan perundungan sesama pria pegawai KPI. Terlapor berdalih perundungan terhadap korban cuma candaan saja.
"Itu hanya hal-hal yang sifatnya menurut lingkungan pergaulan mereka biasa sehari-hari. Nyolek-nyolek sesama laki-laki. Kebetulan pelapor ini kan berpakaian rapi selalu, bajunya dimasukin sering dicandain ditarik tiba-tiba bajunya. Kayak 'rapi amat lu', gitu-gitu aja," ujar pengacara RD dan EO, Tegar Putuhena, saat dihubungi, Senin (6/9).