Ancaman Terlapor Pelecehan di KPI Lapor Balik Korban Dinilai Tak Berdasar

Ancaman Terlapor Pelecehan di KPI Lapor Balik Korban Dinilai Tak Berdasar

Isal Mawardi - detikNews
Rabu, 08 Sep 2021 05:49 WIB
Colour backlit image of the silhouette of a woman with her hands on her head in a gesture of despair. The silhouette is distorted, and the arms elongated, giving an alien-like quality. The image is sinister and foreboding, with an element of horror. It is as if the woman is trying to escape from behind the glass. Horizontal image with copy space.
Ilustrasi pelecehan (Foto: iStock)
Jakarta -

Terlapor pelecehan seksual sesama pria pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengancam bakal melapor balik korban karena mengalami bullying di dunia maya setelah korban membuat surat terbuka soal dugaan pelecehan. Ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad, menyebut ancaman laporan terlapor tidak memiliki dasar.

"Ancaman laporan karena terlapor dalam perundungan mengalami cyberbullying di dunia maya ya laporan itu tidak memiliki dasar tindak pidana yang jelas, yang mau dilaporkan siapa? Apakah korban atau orang-orang yang melakukan bullying?" ujar Suparji kepada detikcom, Selasa (7/9/2021).

"Kalau yang dilaporkan korban ya korban tidak melakukan bullying tetapi hanya melaporkan saja. Kalau yang melaporkan (dilaporkan) itu adalah orang yang mem-bully di media sosial atau netizen itu juga tidak bisa diklarifikasi sebagai perbuatan pidana," jelas Suparji.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suparji menyebut cyberbullying perlu dibuktikan dengan unsur-unsur perbuatan pidana.

UU ITE

Suparji menyebut korban tidak bisa kena Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu dikarenakan korban membuat surat terbuka terkait dugaan pelecehan di KPI itu untuk pembelaan diri.

ADVERTISEMENT

"Korban tidak bisa kena undang-undang ITE karena apa yang dilakukan adalah dalam konteks membela diri jadi kalau dianggap sebagai pencemaran nama baik itu tidak bisa," kata Suparji.

"Karena pencemaran nama baik itu dikecualikan jika dia melakukan itu karena pembelaan diri atau untuk kepentingan umum misalnya dia dicopet, maka dia teriak-teriak pada copet itu, kan bukan pencemaran baik, itu membela diri," lanjutnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut cyberbullying yang diterima terlapor adalah konsekuensi dari perbuatannya.

"Pelaku yang mengalami cyberbullying adalah konsekuensi perbuatannya jika (pelecehan dan perundungan) benar dilakukan," tutur Abdul.

Simak di halaman berikutnya

Saksikan video 'Terlapor Pelecehan di KPI Pertimbangkan Lapor, Ini Respons Komnas HAM':

[Gambas:Video 20detik]



Terlapor Ancam Balik Lapor

Diberitakan sebelumnya, ancaman laporan balik itu disampaikan pengacara terlapor berinisial RD dan EO, Tegar Putuhena. Tegar menyampaikan kliennya telah menimbang akan mengambil langkah hukum atas pengakuan korban tersebut.

"Kalau klien saya dua orang ini kami akan pertimbangkan betul serius akan mengambil hukum melaporkan balik itu pelapor," kata Tegar saat dihubungi, Senin (6/9).

Tegar menyebut ada sejumlah pertimbangan mengapa pihaknya akan melaporkan balik korban. Sebab, menurutnya, kliennya mengalami bullying di dunia maya setelah korban membuat surat terbuka soal dugaan pelecehan seksual dan perundungan.

Awal Mula Kasus Terungkap

Diketahui, kasus ini terungkap ketika korban bercerita ia kerap mendapatkan perundungan dan pelecehan seksual sesama pria dari rekan kerjanya yang juga pegawai KPI. Perlakuan itu telah terjadi sejak 2012.

"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat?" demikian keterangan tertulis korban, Kamis (1/9/2021).

Korban bercerita dia ditelanjangi dan difoto. Korban pun khawatir foto telanjangnya itu akan disebar oleh rekan-rekannya. Selain itu, rekan kerja korban kerap menyuruh-nyuruh korban membelikan makan. Hal ini berlangsung selama 2 tahun.

Tahun ke tahun berjalan, berbagai perundungan diterima korban. Dari diceburkan ke kolam renang, tasnya dibuang, hingga dimaki dengan kata-kata bernuansa SARA.

Pelecehan seksual tersebut membuat korban jatuh sakit dan stres berkepanjangan. Pelecehan dan perundungan itu, kata korban, mengubah pola mentalnya.

Kasus ini juga sudah dilaporkan ke Komnas HAM. Komnas HAM sendiri, kata korban, sudah mengkategorikan pelecehan dan perundungan yang dialaminya sebagai bentuk pidana dan menyarankan korban melapor ke polisi. Saat ini polisi juga tengah mengusut kasus ini.

Halaman 2 dari 2
(isa/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads