Melihat Lagi Momen Juliari Minta Divonis Bebas Sebab Menderita Dihujat

Melihat Lagi Momen Juliari Minta Divonis Bebas Sebab Menderita Dihujat

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 01 Sep 2021 10:42 WIB
Menteri Sosial Juliari P Batubara
Mantan Mensos Juliari Batubara (Muhammad Ridho/detikcom)
Jakarta -

Nama Juliari Batubara sempat ramai dibahas di sosial media hingga menjadi bulan-bulanan warganet. Namun arah angin berbalik ketika majelis hakim menilai kecaman bagi mantan Menteri Sosial (Mensos) itu sebagai hal meringankan dalam putusan perkara suap yang menjerat Juliari.

Awalnya Juliari yang duduk di kursi pesakitan karena perkara suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan pandemi virus Corona (COVID-19) dituntut oleh jaksa KPK selama 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena diyakini jaksa menerima uang suap Rp 32,4 miliar. Juliari juga dituntut membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar serta hak politik untuk dipilih dicabut selama 4 tahun.

Setelah itu, giliran Juliari yang menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi. Kala itu Senin, 9 Agustus 2021, Juliari memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkaranya agar membebaskannya dari dakwaan dan tuntutan terkait kasus bansos Corona. Juliari menyesal karena menyusahkan banyak orang karena adanya kasus ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari lubuk hati yang paling dalam, saya sungguh menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat dari perkara ini. Oleh karena itu, permohonan saya, istri saya, dan kedua anak saya serta keluarga besar saya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan," kata Juliari saat itu.

Juliari menyebut hanya majelis hakim yang bisa mengakhiri penderitaannya. Juliari mengaku menderita karena telah dihujat.

ADVERTISEMENT

"Dalam benak saya, hanya Majelis Hakim yang Mulia yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarga saya, yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan, tetapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan terhadap saya dan keluarga saya akan berakhir tergantung dengan putusan dari Majelis Hakim yang Mulia," tuturnya.

Hujatan untuk Juliari

Apa yang disampaikan Juliari itu lantas memantik kekesalan warganet. Di dunia maya, nama Juliari sempat menjadi trending topic nomor satu. Namun pengacara Juliari, Maqdir Ismail, membalas serangan warganet.

Maqdir menerangkan segala sesuatu yang disampaikan kliennya itu adalah kebenaran berdasarkan fakta persidangan. Dia juga menyebut tim kuasa hukum telah menyampaikan pembelaan dengan bukti-bukti tertulis.

"Ya, apa yang disampaikan oleh Pak Juliari itulah kebenaran berdasarkan fakta persidangan. Begitu juga yang kami sampaikan dalam pembelaan adalah fakta persidangan dan bukti-bukti tertulis," kata Maqdir kepada wartawan, Rabu (11/8/2021).

Menurut Maqdir, warganet telah berlaku tidak adil karena mengkritik Juliari Batubara tanpa tahu fakta persidangan. Kritik yang dilontarkan warganet, kata Maqdir, sangat tidak objektif.

"Netizen telah berlaku tidak adil, tanpa mengetahui fakta persidangan, lalu memberikan kritik. Artinya kritik itu tidak objektif," ungkapnya.

Hanya Majelis Hakim yang Mulia yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarga saya, yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan, tetapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Juliari Batubara

Vonis Juliari

Namun asa warganet agar Juliari dihukum maksimal kandas. Pada Senin, 23 Agustus 2021 Juliari divonis 12 tahun penjara dan denda 500 juta subsider 6 bulan kurungan atas perbuatannya. Hakim mengatakan Juliari terbukti menerima uang sebesar Rp 32,4 miliar dan terbukti memerintahkan KPA bansos Corona Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso memungut fee Rp 10 ribu ke penyedia bansos.

"Terdakwa memerintahkan saksi Adi Wahyono meminta komitmen fee Rp 10 ribu kepada penyedia bansos, saksi Adi menyampaikan itu ke Sekjen Hartono, kemudian menindaklanjuti arahan Adi dan Juliari, Matheus Joko meminta fee kepada penyedia bansos," ungkap hakim anggota Joko Soebagyo.

Selain itu, hakim meminta Juliari membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar. Hak politik untuk dipilih selama 4 tahun juga dicabut untuknya.

"Menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.597.450.000 (miliar) dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah perkara tetap, maka harta terdakwa dirampas. Apabila harta terdakwa tidak mencukupi maka diganti penjara selama 2 tahun," kata hakim M Damis.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok," tegas hakim.

Vonis 12 tahun penjara itu lebih lama setahun dibandingkan tuntutan jaksa yaitu 11 tahun penjara. Namun pertimbangan majelis hakim mengenai hal memberatkan dan hal meringankan bagi Juliari dianggap tidak memenuhi keadilan publik.

Berikut ini hal memberatkan dan meringankan untuk Juliari Batubara:

Hal memberatkan:

- Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkal perbuatannya.

- Perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam, yaitu wabah COVID-19. Tipikor di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menunjukkan grafik peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Hal meringankan:

- Terdakwa belum pernah dijatuhi pidana.

- Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

- Selama persidangan kurang-lebih 4 bulan terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal, selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Lihat Video: Sederet Hukuman untuk Eks Mensos Juliari atas Kasus Bansos Corona

[Gambas:Video 20detik]



Penjelasan PN Jakpus soal Hal Meringankan

Poin pertimbangan meringankan itu disorot dan dikritik masyarakat. Terkait kritik itu, PN Jakpus menilai pertimbangan hakim sudah tepat karena menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

"Artinya memang itu wajar untuk koruptor kan gitu, tapi mungkin majelis di dalam pertimbangannya putusan dalam perkara a quo dasar pertimbangannya kenapa itu dimasukkan, ya tadi, untuk menjunjung asas praduga tak bersalah, tetap larinya ke situ. Kenapa harus dimasukkan poin itu? Masyarakat kan punya pola anggapan 'lu koruptor salah lu sendiri' tapi mungkin karena kita hakim, hakim kan tahu orang itu salah atau bagaimana tapi kita harus menjunjung asas praduga tak bersalah sebelum diberi suatu vonis memperoleh hukum tetap," jelas pejabat Humas PN Jakpus, Bambang Nurcahyono, saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).

"Artinya Pak Damis (hakim ketua Muhammad Damis) atau majelisnya ingin menerapkan bahwa seorang itu sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap asas praduganya harus kita lindungi, walaupun dalam tanda kutip tahu salah, tapi kan pengadilan pintu gerbang untuk membuktikan itu bersalah atau tidak, pengadilan bukan hanya PN saja Mahkamah Agung kan juga pengadilan cuma beda di tingkatannya," lanjut Bambang.

Juliari Segera Dieksekusi

Kini Juliari tengah menunggu waktu untuk menghuni lembaga pemasyarakatan atau lapas selama 12 tahun lamanya. Mantan Mensos itu menerima vonis, pun KPK yang tidak mengajukan perlawanan banding.

Oleh karena kedua pihak menerima vonis yang lebih lama setahun dibandingkan tuntutan jaksa itu maka hukuman bagi Juliari telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. Juliari pun segera dieksekusi ke lapas.

"Informasi dari kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terdakwa tidak mengajukan upaya hukum banding. Oleh karena analisis yuridis jaksa KPK telah diambil alih sebagai pertimbangan majelis hakim dan seluruh amar tuntutan telah pula dikabulkan maka KPK juga tidak lakukan upaya hukum banding," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan pada Selasa, 31 Agustus 2021.

"Dengan demikian saat ini perkara dengan terdakwa Juliari P Batubara telah berkekuatan hukum tetap," imbuh Ali.

Jaksa KPK saat ini masih menunggu salinan petikan putusan untuk keperluan eksekusi bagi Juliari. Terpidana kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan COVID-19 itu pun saat ini masih berada dalam tahanan.

Halaman 2 dari 2
(dhn/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads