Akhir Drama Hinaan dan Vonis 12 Tahun Penjara untuk Juliari Batubara

Akhir Drama Hinaan dan Vonis 12 Tahun Penjara untuk Juliari Batubara

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 01 Sep 2021 10:02 WIB
Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara menjalani sidang perdana kasus korupsi Bansos. Juliari Batubara didakwa menerima uang suap Rp 32,4 miliar.
Mantan Mensos Juliari Batubara yang divonis 12 tahun penjara karena menerima suap terkait bansos COVID-19. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Juliari Peter Batubara segera menghuni lembaga pemasyarakatan atau lapas selama 12 tahun. Mantan Menteri Sosial (Mensos) itu menerima vonis, pun KPK yang tidak mengajukan perlawanan banding.

Karena kedua pihak menerima vonis yang lebih lama setahun dibandingkan tuntutan jaksa itu, hukuman bagi Juliari telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. Juliari pun segera dieksekusi ke lapas.

"Informasi dari kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terdakwa tidak mengajukan upaya hukum banding. Oleh karena analisis yuridis jaksa KPK telah diambil alih sebagai pertimbangan majelis hakim dan seluruh amar tuntutan telah pula dikabulkan, maka KPK juga tidak lakukan upaya hukum banding," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan pada Selasa, 31 Agustus 2021.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan demikian, saat ini perkara dengan terdakwa Juliari P Batubara telah berkekuatan hukum tetap," imbuh Ali.

Jaksa KPK saat ini masih menunggu salinan petikan putusan untuk keperluan eksekusi bagi Juliari. Terpidana kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan COVID-19 itu pun saat ini masih berada dalam tahanan.

ADVERTISEMENT
'Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat'Salah satu pertimbangan hal meringankan hukuman dari majelis hakim untuk Juliari

Kontroversi Hinaan Bagi Juliari

Terlepas dari vonis bagi Juliari lebih lama setahun dibandingkan tuntutan, kontroversi tetap mengiringi. Sebab pertimbangan majelis hakim mengenai hal memberatkan dan hal meringankan bagi Juliari dianggap tidak memenuhi keadilan publik.

Juliari divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini lebih lama setahun dibandingkan tuntutan jaksa, yaitu 11 tahun penjara.

Berikut hal memberatkan dan meringankan untuk Juliari Batubara

Hal memberatkan:

- Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkal perbuatannya.

- Perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam, yaitu wabah COVID-19. Tipikor di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menunjukkan grafik peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Hal meringankan:

- Terdakwa belum pernah dijatuhi pidana.

- Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

- Selama persidangan kurang-lebih 4 bulan terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal, selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Poin pertimbangan meringankan itu disorot dan dikritik masyarakat. Terkait kritik itu, PN Jakpus menilai pertimbangan hakim sudah tepat karena menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

"Artinya memang itu wajar untuk koruptor kan gitu, tapi mungkin majelis di dalam pertimbangannya putusan dalam perkara a quo dasar pertimbangannya kenapa itu dimasukkan, ya tadi, untuk menjunjung asas praduga tak bersalah, tetap larinya ke situ. Kenapa harus dimasukkan poin itu? Masyarakat kan punya pola anggapan 'lu koruptor salah lu sendiri' tapi mungkin karena kita hakim, hakim kan tahu orang itu salah atau bagaimana tapi kita harus menjunjung asas praduga tak bersalah sebelum diberi suatu vonis memperoleh hukum tetap," jelas pejabat Humas PN Jakpus, Bambang Nurcahyono, saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).

"Artinya Pak Damis (hakim ketua Muhammad Damis) atau majelisnya ingin menerapkan bahwa seorang itu sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap asas praduganya harus kita lindungi, walaupun dalam tanda kutip tahu salah, tapi kan pengadilan pintu gerbang untuk membuktikan itu bersalah atau tidak, pengadilan bukan hanya PN saja Mahkamah Agung kan juga pengadilan cuma beda di tingkatannya," lanjut Bambang.

Simak video 'Sederet Hukuman untuk Eks Mensos Juliari atas Kasus Bansos Corona':

[Gambas:Video 20detik]



Kecaman untuk Hal Meringankan Vonis Juliari

Namun tetap saja kecaman tak terhindarkan. Kecaman yang disuarakan para aktivis antikorupsi itu menilai hakim seharusnya tidak meringankan hukuman Juliari, apalagi karena dasar alasan hinaan dari publik.

Salah satunya dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menilai seharusnya hakim tak perlu meringankan sanksi untuk Juliari hanya karena dihina masyarakat. Boyamin Saiman selaku koordinator MAKI membandingkan soal kondisi serupa yang dialami eks Ketua DPR yang juga eks Ketum Partai Golkar, Setya Novanto. Novanto, yang menjadi terdakwa kasus korupsi e-KTP, pun pernah mendapatkan hinaan dari publik.

"Saya juga mengkritisi alasan itu bahwa Juliari sudah di-bully. Ya semua koruptor di-bully, jadi mestinya tidak perlu ada pertimbangan itu hal yang meringankan," kata Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (23/8/2021).

"Meringankan ya bahwa dia belum pernah dihukum dan menjadi kepala keluarga, itu saja cukup. Nggak usah ditambahi bahwa dia di-bully, semua koruptor di-bully. Dan apakah dulu Setya Novanto di-bully itu menjadi faktor meringankan? Kan nggak juga," imbuh Boyamin.

Ada pula dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai alasan tersebut mengada-ada. Kurnia mengatakan makian hingga hinaan yang didapat Juliari merupakan hal wajar. Terlebih Juliari melakukan korupsi dalam kondisi pandemi COVID-19.

"Alasan meringankan yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor kepada Juliari P Batubara terlalu mengada-ada. Betapa tidak, majelis hakim justru menyebutkan Juliari telah dicerca, dimaki, dan dihina oleh masyarakat," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Senin (23/8/2021).

"Ekspresi semacam itu merupakan hal wajar, terlebih mengingat dampak yang terjadi akibat praktik korupsi Juliari. Bayangkan, praktik suap menyuap itu dilakukan secara sadar oleh Juliari di tengah kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat ambruk karena pandemi COVID-19," kata Kurnia.

Dia menilai makian dan hinaan yang diterima Juliari tidak sebanding dengan penderitaan masyarakat. Sebab, akibat korupsi tersebut, masyarakat menjadi kesulitan mendapatkan bansos.

"Cercaan, makian, dan hinaan kepada Juliari tidak sebanding dengan penderitaan yang dirasakan masyarakat karena kesulitan mendapatkan bansos akibat ulah mantan Menteri Sosial dan kroni-kroninya," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai hukuman tersebut tak sebanding dengan jumlah korupsi yang dilakukan Juliari. Feri mengatakan, untuk membuat koruptor jera, perlu diberi sanksi maksimal. Sanksi pidana maksimal yang dimaksudnya ialah hukuman penjara 20 tahun atau seumur hidup.

"(Vonis) 12 tahun bui tidak sebanding dengan kerugian keuangan Rp 32 miliar yang dikorupsi. Belum lagi ini bukan tidak mungkin dilanjutkan banding dan kasasi yang trennya berpihak pada koruptor," ujar Feri kepada wartawan, Senin (23/8/2021).

"Jika ingin membuat koruptor jera terutama penyelenggara negara maka sanksi pidananya harus tegas 20 tahun atau seumur hidup," tuturnya.

"Kalau terbukti, kenapa pemberatan di masa pandemi tidak menyebabkan sanksi keras?" sambungnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads