Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti perihal anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah daerah (pemda), baik besarannya maupun penggunaannya. Menurut Tito, banyak daerah yang belum mengalokasikan besaran anggaran pendidikan sesuai program prioritas nasional.
Bahkan ada daerah yang tidak membelanjakan anggaran tersebut sesuai kebutuhan masyarakat. Tito menilai penggunaan anggaran yang tidak bermanfaat dapat dikategorikan melanggar hukum.
"Kita tahu bahwa untuk pendidikan itu 20 persen, kesehatan 10 persen. Dalam catatan Kemendagri, masih banyak daerah yang belum mengalokasikan 20 persen dan kesehatan 10 persen, masih banyak," kata Tito dalam webinar launching sinergisitas pengelolaan bersama monitoring center for prevention (MCP) yang disiarkan di kanal YouTube KPK, Selasa (31/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tito menyebut, meskipun anggaran pendidikan yang dialokasikan sesuai dengan program prioritas nasional, yakni 20 persen dari total anggaran, manfaatnya tak dirasakan oleh masyarakat. Kondisi tersebut berpotensi memunculkan korupsi.
"Kalau dihitung belanja pendidikannya iya 20 persen atau lebih, kesehatannya 10 persen ya lebih, itu namanya sudah tereksekusi atau sent, tapi tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat," terang Tito.
"Terutama membeli barang-barang, membeli barang-barang untuk pendidikan, lalu barang itu belum perlu, belum diperlukan oleh masyarakat sehingga nganggur, tidak dipakai. Kenapa? Karena di situ ada potensi peluang, opportunity, ada opportunity untuk terjadinya fraud di situ," tambahnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya.
Lebih lanjut Tito berpendapat penggunaan anggaran pendidikan yang seperti itu melanggar hukum. Sebab, manfaatnya tidak dirasakan oleh publik sehingga memperlambat program pembangunan.
"Nah ini tolong yang seperti itu, alokasi, persen, lain-lain, itu mungkin tidak bisa disentuh aparat hukum. Karena memang melanggar hukum, dia membeli barang sesuai harganya, fine, tapi barangnya nggak digunakan. Ini menjadi kerugian bagi konteks kita dalam mempercepat pembangunan, tidak dirasakan oleh masyarakat," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Mendagri Tito mendapat atensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penggunaan anggaran. Tito menyoroti soal pembelanjaan aparatur lebih banyak dibandingkan pembelanjaan modal dan barang yang dinilainya kurang bermanfaat.
"Kemudian di dalam pelaksanaan program ini juga, sekali lagi, adalah atensi Bapak Presiden. Kami ingatkan belanja aparatur banyak yang lebih besar daripada belanja modal dan barang. Yang belanja modal/barang yang betul itu menyentuh pada masyarakat untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat," ujar Tito di YouTube KPK, Selasa (31/8).
"Tapi yang banyak belanja aparaturnya pembelian untuk belanja gaji pegawai tentu wajib, tapi misalnya untuk perjalanan dinas, rapat, meeting, penguatan program yang ramai, tapi manfaatnya tidak banyak," sambungnya.