Acara yang dihadiri Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat dan para kepala daerah di NTT menuai banyak kritikan karena dianggap memicu kerumunan. Satgas COVID-19 pun buka suara menanggapi kritikan itu.
Dilansir dari Antara, polisi mengecek video viral yang menunjukkan acara memicu kerumunan di Pulau Semau. Acara itu dihadiri Viktor dan semua kepala daerah di NTT.
"Menyikapi video viral itu, Polda NTT akan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait guna mendapatkan daya dan informasi yang lebih akurat," kata Kabid humas Polda NTT Kombes Rishian Krisna B dilansir Antara, Minggu (29/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Rishian enggan menyebut instansi mana yang akan ditemui untuk berkomunikasi dan berkoordinasi soal kejadian tersebut. Dokumentasi kegiatan itu sendiri tersebar viral di media sosial.
Dalam video yang diunggah oleh akun Twitter Corr L.A @jagungtiti71, terekam acara di pinggir pantai. Terlihat ada kursi dan meja serta panggung pertunjukan. Dalam video berdurasi 23 detik tersebut, tampak konser musik yang sedang berlangsung. Lantunan keras musik dan nyanyian membuat beberapa orang, yang sebagian besar berbaju putih dan celana hitam, berjingkrak. Kebanyakan dari mereka memakai masker.
Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi, memberikan pernyataan singkat saat dimintai konfirmasi. Menurutnya, acara itu bukanlah pesta.
"Acara pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Tidak ada pesta," ujarnya.
Acara yang dimaksud oleh Josef adalah acara pengukuhan TPAKD Kabupaten dan Kota Se-Provinsi NTT. Acara tersebut digelar pada Jumat (27/8), di Desa Otan, Semau, Kupang. Acara itu dihadiri oleh Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Sekda se-NTT. Acara itu bermaksud mendorong pengembangan sektor UMKM.
Josef mengaku tidak mengetahui soal acara konser musik dan sebagainya yang terekam dalam video tersebut.
"Saya jam 04.30 WIB setelah acara pengukuhan pulang ke Kupang," ujarnya.
Satgas Dikritik
Politikus Partai Demokrat asal NTT, Benny K Harman, mengkritik Satgas COVID-19 karena tidak terlihat menindak acara para kepala daerah di Pulau Semau tersebut. Sementara di sisi lain, Satgas COVID-19 dinilai keras terhadap masyarakat yang dinilai melanggar aturan.
"Satgas COVID? Lumpuh di hadapan penguasa. Itu sih di Jakarta juga sama. Satgas COVID pakai pisau tumpul ke atas, ke pejabat dan pengusaha, dan pisau tajam ke rakyat jelata," katanya kepada wartawan, Senin (30/8/2021).
Acara para kepala daerah NTT di Pulau Semau itu banyak dikritik karena digelar saat pandemi Corona belum berakhir. Benny pun menyindir Gubernur NTT Viktor Laiskodat.
"Biarlah rakyat NTT sendiri yang menanggapinya. Itu gubernur rakyat NTT," kata Benny.
Simak juga video 'Ada Kerumunan, Satgas Covid-19 Gowa Bubarkan Gelaran Taman Seni Budaya':
Tokoh Agama Kritik Kerumunan di Acara
Pemuka agama juga mengkritik acara tersebut. Para peserta di acara itu yang merupakan pejabat dianggap tak memberi contoh yang baik bagi warga.
"Bagi saya, kerumunan ini contoh tidak baik bagi masyarakat, terutama ketika penerapan PPKM tingkat 4 sedang berlangsung dan penularan COVID-19 mulai melandai," ucap tokoh agama di Kupang, Pendeta Emi Sahertian, seperti dilansir kantor berita Antara.
Sahertian mengaku prihatin kerumunan ini justru dilakukan oleh pihak pemerintahan saat kalangan gereja telah mencoba menerapkan berbagai aturan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan COVID-19, bahkan menutup kebaktian pada Minggu.
"Namun pada sisi lain, aktor-aktor pemerintahan menabrak peraturan itu dengan menggelar kegiatan yang menimbulkan kerumunan," katanya.
"Aturan kedaruratan untuk mencegah penularan dan menyelamatkan banyak nyawa masyarakat, bila dilanggar ini sekelas dengan tindakan kriminal," imbuhnya.
Satgas COVID-19 Buka Suara
Juru bicara Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, mengingatkan soal pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang masih diterapkan untuk mengendalikan COVID-19. Wiku mengingatkan sejumlah syarat yang harus dilaksanakan agar sebuah acara terselenggara dengan aman.
"Peraturan kegiatan sosial semacam ini ditetapkan dengan membatasi kapasitas pengunjung sebesar 25% saja, memanfaatkan sistem skrining dari PeduliLindungi, dan pelaksanaannya harus disertai dengan penerapan protokol kesehatan ketat," kata Wiku kepada detikcom, Senin (30/8).
Aturan tersebut, lanjutnya, dibuat untuk dipatuhi semua pihak. Para kepala daerah semestinya menerapkan aturan dengan baik.
"Mohon agar setiap daerah khususnya pemimpin daerah sebagai regulator mampu betul-betul memperhatikan detail-detail peraturan ini demi keselamatan dan kesehatan bersama agar dapat diterapkan dengan baik di lapangan oleh seluruh pihak tanpa terkecuali," paparnya.