Gara-gara tidak kunjung dieksekusi mati oleh jaksa, M Nasir (33) kembali mengedarkan sabu dari balik jeruji besi. Atas perbuatannya, M Nasir akhirnya divonis nihil karena sudah mengantongi hukuman mati.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Lampung yang dilansir websitenya, Senin (30/8/2021). Di mana kasus bermula saat M Nasir menerima telepon dari Koh Aliong (DPO) pada 27 Juni 2020 subuh. Saat itu, M Nasir sedang menghuni Kamar 4 Blok A Lapas Rajabasa, Bandar Lampung.
"Sir, jemput bahan di dalam ban mobil. Bawa ke Jakarta," kata Aliong dari ujung telepon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya koh," jawab M Nasir yang saat itu sedang menunggu eksekusi mati.
"Nanti kalau kerjaan sudah selesai, kamu saya kasih seratus juta," kata Aliong menjanjikan.
"Ya koh," jawab M Nasir.
Siangnya, M Nasir ketemu sesama penghuni LP Rajabasa, David Prasetyo.
"Vid, ada orang nggak? Buat jemput kerjaan," kata M Nasir.
"Ada, ntar saya kasih nomornya. Nanti panggil saja dia Selamet," kata David.
Dari percakapan itu, lalu disuruh lah rencana penyelundupan narkoba dalam skala besar. Keduanya bersekongkol untuk lewat jejaringnya di luar lapas.
Sabu dan ekstasi itu dimasukkan ke dalam ban serep dan disimpan di mobil Toyota Innova. Namun pergerakan anak buah M Nasir dan David yang bernama Edi dan Abdul Rohman, sudah diendus anggota BNNP Lampung dan ditangkap. 3,5 Kg sabu dan ribuan butir pil ekstasi berhasil diamankan aparat.
Keduanya kembali diadili. Simak di halaman berikutnya
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa M Nasir oleh karena itu dengan pidana penjara nihil," kata ketua majelis hakim Efiyanto dengan anggota Hendro Wicaksono dan Raden Ayu Rizkiyati.
Di persidangan, M Nasir mengakui pernah menjalani hukuman di Rutan Salemba pada 2016. Di saat bersamaan, dia mengedarkan 16 kg sabu dan dihukum mati oleh PN Kalianda, Lampung.
"Keadaan yang meringankan Terdakwa mengakui terus terang atas perbuatannya. Terdakwa bersikap sopan di persidangan," ujar majelis Efiyanto dkk.
Berdasarkan catatan detikcom, saat ini 150 orang lebih menanti eksekusi mati dan menghuni LP di berbagai tempat di Indonesia. Mereka dihukum mati dalam kasus narkotika, perampokan dan pembunuhan berencana.
Eksekusi mati terakhir dilakukan pada 2016 silam dan hingga hari ini kejaksaan belum melakukan lagi tugasnya. Empat terpidana mati yang dieksekusi pada 2016 itu terdiri atas Freddy Budiman, Humprey Ejike (Nigeria), Gajetan Acena Seck Osmane (Senegal), dan Michael Titus Igweh (Nigeria).