Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berencana mengadakan kegiatan konvensi kebencanaan skala internasional di Bali tahun depan. BNPB, yang meminta tambahan anggaran untuk acara tersebut, mendapatkan kritik dari Komisi VIII DPR RI.
Kepala BNPB Letjen Ganip Warsito meminta tambahan anggaran tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR RI, yang disiarkan akun YouTube DPR RI, Kamis (26/8/2021). Acara konvensi kebencanaan itu adalah Global Platform for Disaster Risk Reduction.
"Selanjutnya kami sampaikan rencana kegiatan Global Platform for Disaster Risk Reduction atau GPDRR tahun 2022. Kegiatan ini rencananya dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, pada 23-30 Mei 2022," kata Ganip.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, dana pagu anggaran BNPB sebagai berikut:
1. Pagu program dukungan manajemen Rp 289.010.347.000
2. Pagi program ketahanan bencana Rp 838.234.850.000
3. Sumber dana pagu anggaran:
Rupiah murni Rp 668,74 M
Pinjaman luar negeri Rp 458,6 M
Pendapatan negara bukan pajak Rp 551,4 juta
Ganip menjelaskan jumlah peserta diproyeksikan 5.000-6.000 orang dari 193 negara. Kegiatan ini diusulkan juga akan mengundang Sekjen PBB dan 26 negara setingkat kepala negara atau kepala pemerintahan.
"Berkaitan dengan ini, kami mengajukan usulan tambahan anggaran sebesar Rp 366.169.717.000, yang dialokasikan untuk pembiayaan venue dan keamanan di Bali Nusa Dua Convention Center," ujarnya.
Anggaran tersebut dialokasikan untuk sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan registrasi dan persidangan
2. Penyiapan substansi
3. Pelayanan VVIP dan VIP yang terdiri dari Sekjen PBB dan 26 kepala negara/kepala pemerintahan
4. Pelayanan bagi 5.000-6.000 peserta dari 193 negara
"Anggaran penyelenggaraan GPDRR ini belum masuk dalam rencana pagu anggaran BNPB tahun 2022. Untuk itu, kami mohon dukungan pimpinan dan anggota Dewan yang terhormat kiranya dapat menyetujui usulan anggaran tersebut untuk tahun 2022, mengingat sangat strategis dan pentingnya kegiatan yang akan dilaksanakan," imbuhnya.
Komisi VIII DPR RI mengkritik BNPB meminta tambahan anggaran Rp 366 miliar lebih untuk penyelenggaraan konvensi bencana di Bali pada 2022. Komisi VIII meminta BNPB mencari alternatif agar acara tersebut tetap terselenggara.
![]() |
"Saya sih melihat acaranya ini oke ya, secara sisi acara, terkait penyelenggaraan Global Platform for Disaster Risk Reduction tahun 2022. Artinya, kalau kita menjadi tahun rumah, itu bisa saja kita menjelaskan bagaimana menangani persoalan bencana, itu bagus," kata anggota Komisi VIII Fraksi PKS Bukhori Yusuf.
Bukhori mempertanyakan mengapa anggaran acara tersebut mencapai ratusan miliar rupiah. Sedangkan masyarakat, menurut Bukhori, membutuhkan penguatan ekonomi.
"Tapi persoalannya ini kan kalau tuan rumah biasanya kan dia semua pendanaan ada di kita, tapi kemudian, apalagi ini PBB, pertanyaannya, kenapa sampai sebesar Rp 366 M? Ini kan dana sangat besar, saat masyarakat kita masih memerlukan adanya penguatan ekonomi yang sudah sampai dalam kontraksinya kalau saya lihat di berbagai survei," ujarnya.
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
Anggota Komisi VIII Fraksi Demokrat, Sri Wulan, juga mempertanyakan besaran anggaran konvensi bencana di Bali. Wulan menilai anggaran tersebut tak masuk akal.
"Apalagi kalau kita tahu rencana ke depan BNPB mau melaksanakan acara besar dengan anggaran sungguh luar biasa. Ini kayaknya nggak make sense sekali. Saya setuju sekali dengan yang disampaikan Pak Achmad Demokrat, apa tidak ada cara lain? Kita kan tidak tahu COVID ini berakhir sampai kapan. Ini anggaran Rp 366 M ini kan sungguh luar biasa," sebutnya.
Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Golkar Ace Hasan Syadzily sepakat dengan rekan sekomisinya. Ace menekankan soal penanganan pandemi sebelum acara konvensi bencana dilakukan.
"Saya setuju dengan yang disampaikan teman-teman tentang Global Platform for Disaster Risk Reduction. Ini positif, setidaknya bagi kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia, kalau memang penanganan COVID di Indonesia mudah-mudahan bisa ditangani sehingga orang mau datang ke Bali, sehingga ekonomi Bali bisa cepat tumbuhnya atau pemilihan. 5.000-6.000 dari 193 negara itu kan banyak, Pak," imbuhnya.
Merespons sorotan Komisi VIII, Ganip menjelaskan soal acara GPDRR ini bahwa dasar dari kegiatan ini adalah Kerangka Sendai tahun 2015. GPDRR, kata Ganip, forum untuk multi-pemangku kepentingan yang diinisiasi oleh PBB.
"Kenapa kita ditunjuk? Ini sebenarnya proses sebelum saya ditunjuk menjadi Ka BNPB. Proses ini sudah tahun 2019, di mana Indonesia dipercaya menyelenggarakan itu. Kemudian nilai strategisnya secara global ini GPDRR merefleksikan kepercayaan komunitas internasional atas kepemimpinan Indonesia di dalam isu kebencanaan," ujar Ganip.
Jenderal TNI bintang tiga itu menjelaskan Indonesia menjadi tuan rumah GPDRR di kawasan Asia-Pasifik. Ganip menilai ada sisi strategisnya bagi Indonesia untuk menegaskan diri sebagai pusat ilmu pengetahuan dalam bidang kebencanaan serta memajukan diplomasi Indonesia dalam bidang kemanusiaan.
"Kita sudah merancang, Pak, karena ini sudah menjadi keputusan dari UN (PBB) dan sudah disetujui pemerintah kita, maka kita akan tetap running untuk persiapan itu, sehingga tanggal yang ditentukan ini sebagai tanggal acuan supaya kita bisa melakukan persiapan sebaik-baiknya," ucapnya.
"Waktu pelaksanaan ini harus kita laksanakan dengan catatan kita betul-betul bisa menekan laju penularan COVID, khususnya di wilayah Bali, bahkan rencananya ini Bali kita jadikan satu provinsi atau pulau yang bebas COVID," tambahnya.
![]() |
Ganip menjelaskan acara internasional itu digelar di Bali dengan sejumlah indikator. Seperti vaksinasi di Bali cukup tinggi serta sudah diciptakannya herd immunity di Nusa Dua, Sanur, dan Ubud.
"Mengarah ke sana, pemerintah sudah merencanakan satu keputusan untuk panitia nasional untuk GPDRR ini, di mana ketuanya Menko PMK, kemudian Wakil Ketua I Kepala BNPB yang akan membidangi acara substansi, kemudian bidang program pendampingan, dan pengamanan berkoordinasi dengan TNI-Polri nanti," sebut Ganip.
Berdasarkan target, pada Oktober tahun ini BNPB dapat meyakinkan PBB. Sebab, di bulan Oktober akan ada asesmen dari PBB, apakah Indonesia bisa melakukan kegiatan tersebut atau tidak.
Jika kasus Corona di Bali nantinya tidak dapat ditekan menjelang acara, Ganip mengatakan ada dua alternatif agar acara tetap digelar. Alternatif pertama ada dilakukan secara hybrid atau diundur tanggal pelaksanaannya.
"Yang pertama keuntungannya akan besar kalau kita bisa mendatangkan sejumlah yang tadi kita laporkan. Yang kedua, kita akan mencoba sistem hybrid meeting, jadi sebagian hadir, sebagian daring. Yang ketiga alternatif kalau PBB tidak menyetujui itu untuk ya diundurkan dalam batas waktu yang kita bicarakan dan disetujui mereka," imbuhnya.