Penerbitan peraturan presiden (perpres) soal peraturan menteri (permen) wajib persetujuan presiden menjadi sorotan. Ada yang menduga perpres tersebut terbit karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak percaya dengan para menterinya. Ada juga yang menilai perpres tersebut melanggar undang-undang (UU). Siapa yang membisiki Jokowi agar menerbitkan perpres dimaksud?
Kebijakan permen wajib persetujuan presiden diatur dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga. Dalam perpres tersebut, ada 3 kriteria permen yang wajib disetujui presiden.
Kriteria pertama, rancangan permen yang wajib disetujui presiden ialah rancangan permen yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Kedua, bersifat strategis, dan ketiga adalah permen lintas sektor atau lintas kementerian/lembaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perpres Nomor 68 Tahun 2021 itu diklaim tidak akan memperpanjang alur birokrasi. Karena nantinya Sekretariat Kabinet (Setkab) akan membantu untuk mempercepat persoalan yang muncul.
Pemerintah juga telah menjelaskan alasan penerbitan Perpres 68/2021 itu. Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengungkapkan bahwa ada beberapa arahan atau kebijakan Presiden Jokowi yang diterjemahkan berbeda oleh sejumlah kementerian dan lembaga.
"Seperti kita ketahui bersama pada periode pertama, seringkali apa yang menjadi arahan, keputusan, kebijakan, putusan dalam rapat terbatas, ternyata diterjemahkan berbeda oleh beberapa kementerian dan lembaga. Sehingga, terjadi hal-hal yang kemudian oleh Bapak Presiden dianggap bahwa ini perlu untuk dilakukan penertiban," kata Pramono saat acara Sosialisasi Perpres 68/2021 kepada kementerian/lembaga, seperti dalam keterangan tertulis, Selasa (24/08/2021).
Sayangnya, Perpres 68/2021 ini justru menjadi sorotan sejumlah pihak. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya. PKS menduga ada dua kemungkinan sehingga perpres soal permen wajib persetujuan presiden ini terbitkan.
"Jika masih ada aturan ini, maka bisa dua hal. Selama ini pengawasan tidak berjalan efektif dan kedua presiden tidak percaya pada para menterinya," sebut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Rabu (25/8) malam.
Dua pengamat dari bidang berbeda juga turut merespons penerbitan perpres tersebut. Ada dari pengamat politik dan kebijakan publik.
Baca di halaman berikutnya.
Tonton juga Video: Daftar 15 Danau Prioritas Nasional yang Diatur di Perpres No. 60 Tahun 2021
Dari sisi politik, pendiri lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, menilai perpres yang mengatur soal permen wajib persetujuan presiden itu mengonfirmasi bahwa koordinasi dan komunikasi di kabinet Jokowi tidak bagus. Hendri menilai ada beberapa menteri atau pejabat setingkat menteri yang patut disorot, salah satunya Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
"Ini (perpres soal permen harus persetujuan presiden) sebetulnya mengkonfirmasi bahwa memang koordinasi dan komunikasi di kabinet Pak Jokowi itu memang nggak bagus. Kemudian kerja-kerja Sesneg dan Seskab kan juga jadi sorotan, karena hal-hal yang tadi disampaikan," kata Hendri kepada wartawan, Kamis (26/8/2021).
"Terutama KSP dari sisi komunikasinya, bagaimana KSP bisa mengkomunikasikan itu ke kabinet-kabinet terhadap instruksi-instruksi ataupun kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden atau dikeluarkan oleh Presiden," imbuhnya.
Sedangkan dari sisi kebijakan publik, Perpres Nomor 68 Tahun 2021 dinilai melanggar UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebab, harmonisasi antara rencana peraturan dan peraturan yang sudah berlaku merupakan tugas Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PP Kemenkumham).
"Bisa lama kalau ke Presiden dulu, birokrasi lagi. Kan ada Dirjen PP di Kemenkumham yang mengharmonisasikan semua peraturan perundang-undangan. Ngapain bikin pekerjaan tambahan ke Presiden. Kasihan beliau urus hal-hal yang kecil-kecil, dan itu menyalahi UU Nomor 12 Tahun 2011 yang diperbaharui jadi UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembuatan peraturan perundang-undangan," papar pengamat kebijakan publik Agus Pambagio kepada wartawan, Kamis (26/8/2021).