Sorotan tertuju soal hal meringankan dalam putusan pidana terhadap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara. Sebab, majelis hakim menilai hinaan masyarakat terhadap Juliari membuatnya sudah cukup menderita.
Dalam aturan hukum di Indonesia memang disebutkan tentang kewajiban hakim mencantumkan hal memberatkan dan hal meringankan sebelum membacakan amar putusan suatu perkara pidana. Dalam perkara korupsi, biasanya hal memberatkan disebutkan soal tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, sedangkan hal meringankan biasanya tentang kesopanan di ruang sidang.
Namun ada yang cukup berbeda saat Juliari yang terbukti menerima suap terkait pengadaan bansos untuk penanganan pandemi virus Corona. Apa itu?
Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini lebih lama setahun dibandingkan tuntutan jaksa, yaitu 11 tahun penjara.
Berikut hal memberatkan dan meringankan untuk Juliari Batubara
Hal memberatkan:
- Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkal perbuatannya.
- Perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam, yaitu wabah COVID-19. Tipikor di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menunjukkan grafik peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Hal meringankan:
- Terdakwa belum pernah dijatuhi pidana.
- Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
- Selama persidangan kurang-lebih 4 bulan terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal, selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
Poin pertimbangan meringankan itu disorot dan dikritik masyarakat. Terkait kritik itu, PN Jakpus menilai pertimbangan hakim sudah tepat karena menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
"Artinya memang itu wajar untuk koruptor kan gitu, tapi mungkin majelis di dalam pertimbangannya putusan dalam perkara a quo dasar pertimbangannya kenapa itu dimasukkan, ya tadi, untuk menjunjung asas praduga tak bersalah, tetap larinya ke situ. Kenapa harus dimasukkan poin itu? Masyarakat kan punya pola anggapan 'lu koruptor salah lu sendiri' tapi mungkin karena kita hakim, hakim kan tahu orang itu salah atau bagaimana tapi kita harus menjunjung asas praduga tak bersalah sebelum diberi suatu vonis memperoleh hukum tetap," jelas pejabat Humas PN Jakpus, Bambang Nurcahyono, saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).
"Artinya Pak Damis (hakim ketua Muhammad Damis) atau majelisnya ingin menerapkan bahwa seorang itu sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap asas praduganya harus kita lindungi, walaupun dalam tanda kutip tahu salah, tapi kan pengadilan pintu gerbang untuk membuktikan itu bersalah atau tidak, pengadilan bukan hanya PN saja Mahkamah Agung kan juga pengadilan cuma beda di tingkatannya," lanjut Bambang.
Namun bagaimana dengan vonis koruptor lainnya?
detikcom merangkum sejumlah daftar vonis koruptor kelas kakap yang pernah diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Terdapat perbedaan antara pertimbangan putusan Juliari dengan vonis koruptor lainnya.
Berikut daftar vonis dan pertimbangan hakim sejumlah koruptor yang dirangkum detikcom, Selasa (24/8/2021):
1. Akil Mochtar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar divonis hukuman seumur hidup penjara. Akil dinyatakan bersalah atas kasus sengketa pilkada di MK dan pencucian uang.
"Menyatakan Terdakwa bersalah, menjatuhkan hukuman pidana seumur hidup kepada Terdakwa," ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya di PN Tipikor, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Vonis ini sesuai dengan tuntutan jaksa KPK. Hakim juga tidak mewajibkan pembayaran denda kepada Akil. Hakim berpendapat, Akil sudah dijatuhi hukuman durasi maksimal sehingga denda bisa dihapuskan.
Hal memberatkan hakim dalam menjatuhkan hukuman adalah Akil sebagai ketua lembaga negara yang merupakan benteng terakhir pencari keadilan sehingga harus memberikan contoh terbaik dalam integritas. Kedua, perbuatan Akil menyebabkan runtuhnya wibawa MK RI, ketiga diperlukan usaha yang sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan kepada MK karena kasus Akil ini.
Sedangkan hal meringankan untuk Akil tidak ada.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi juga menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun ada sejumlah pertimbangan baru yang diputuskan majelis hakim terkait dikuatkannya putusan hukuman seumur hidup bagi Akil, yakni perbuatan Akil Mochtar tidak hanya merusak nama lembaga, tapi juga termasuk nama baik di MK dan lembaga peradilan lain yakni pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan pengadilan militer.
Pertimbangan lainnya, Akil aktif meminta duit secara langsung dari pihak berperkara terkait sengketa Pilkada yang ditangani MK. Selain itu, Akil disebut hakim tidak malu-malu meminta uang kepada pihak beperkara. Karena itu, putusan pengadilan tingkat pertama dipandang sudah tepat dan wajar.
Tonton Video: Sederet Hukuman untuk Eks Mensos Juliari atas Kasus Bansos Corona
(zap/dhn)