Disorot MAKI
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengkritik putusan majelis hakim terhadap Juliari Batubara terkait kasus suap bansos COVID-19. MAKI menilai seharusnya hakim tak perlu meringankan sanksi untuk Juliari hanya karena dihina masyarakat.
"Saya juga mengkritisi alasan itu bahwa Juliari sudah di-bully. Ya semua koruptor di-bully, jadi mestinya tidak perlu ada pertimbangan itu hal yang meringankan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut Boyamin, majelis hakim tak perlu menjadikan penderitaan Juliari karena di-bully masyarakat sebagai pertimbangan hal meringankan sanksi.
Dia lalu membandingkan soal kondisi serupa yang dialami eks Ketua DPR yang juga eks Ketum Partai Golkar, Setya Novanto. Novanto, yang menjadi terdakwa kasus korupsi e-KTP, pun mendapatkan hinaan dari publik.
"Dan apakah dulu Setya Novanto di-bully itu menjadi faktor meringankan? Kan nggak juga," imbuh Boyamin.
Juliari Pikir-pikir Banding
Kembali ke persidangan, Juliari P Batubara menyatakan akan pikir-pikir untuk banding. Hal ini disampaikan oleh pengacaranya, Maqdir Ismail.
"Meskipun tidak seluruh amar majelis hakim kita dengar tapi kita sudah dapat intinya terdakwa dipidana 12 tahun. Kami sudah diskusi sedikit untuk menentukan sikap, kami akan untuk pikir-pikir dahulu Yang Mulia," terang Ismail.
Jaksa KPK Ikhsan Fernandi juga menyampaikan pikir-pikir atas putusan hakim. Keduanya akan menyampaikan sikap usai 7 hari.
Diketahui, Juliari Batubara dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(isa/lir)