Bandar 30 Kg Sabu Lolos dari Vonis Mati dan Hanya Dihukum 12 Tahun Bui

Bandar 30 Kg Sabu Lolos dari Vonis Mati dan Hanya Dihukum 12 Tahun Bui

Andi Saputra - detikNews
Senin, 23 Agu 2021 16:13 WIB
Ilustrasi Palu Hakim
Ilustrasi pengadilan (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Banda Aceh -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Hari Anti Narkotika Sedunia menyerukan perang terhadap narkotika atau War on Drugs karena bahaya narkotika mengancam generasi bangsa. Lalu bagaimana dalam realitanya di pengadilan, apakah majelis hakim memiliki semangat yang sama dengan Presiden?

Hal itu terlihat dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Stabat yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (23/8/2021). Duduk sebagai terdakwa Muntasir (31).

Di mana kasus bermula saat Muntasir pulang dari pekerjaannya di Bireun, Aceh pada 18 Desember 2020. Saat itu Muntasir ditelepon temannya untuk menjalankan operasi jahat membawa 30 kg sabu ke Medan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Munatsir menyanggupi dengan menjalankan operasi estafet narkoba dari Bireun ke Medan. Paket 30 kg sabu yang disarukan dalam bungkus teh disimpan di bagasi kendaraan mobil.

Saat kendaraan melintas di Jalan Lintas Langkat-Aceh, Munatsir dipepet dua unit kendaraan, Sekitar sepuluh orang langsung mengepung Munatsir yang belakangan mereka adalah anggota Ditres Narkoba Polda Sumut.

ADVERTISEMENT

Munatsir tidak berkutik dan langsung digelandang ke Polda Sumut. Munatsir akhirnya diproses secara hukum dan dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Di persidangan, jaksa tidak kasih ampun dengan mengajukan tuntutan mati. Tapi apa kata majelis hakim?

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun denda sebesar Rp 2 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata ketua majelis As'ad Rahim Lubis dengan anggota Maria CN Barus dan Sapri Tarigan.

Majelis menilai Munatsir bukanlah pelaku yang secara potensial menimbulkan penderitaan dan kerugian secara masif terhadap korban. Sebab perbuatan Munatsir mengantarkan sabu-sabu tersebut baru pertama kali.

"Terdakwa mengajukan pledoi yang memohon putusan seringan-ringannya dikarenakan Terdakwa berlaku sopan, berterus terang memberikan keterangan, Terdakwa menyesali perbuatannya dan Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga yang memiliki anak berusia 3,5 tahun dan istri yang sedang hamil sehingga membutuhkan biaya dan pendampingan dari Terdakwa," ucap majelis dengan bulat.

Majelis menilai pidana mati merupakan pidana alternatif yang digunakan sangat selektif dan sebagai upaya terakhir. Pidana mati tidak tepat untuk dijatuhi kepada Munatsir dengan memperhatikan perbuatan yang dilakukan Munatsir masih bisa diperbaiki tanpa menghapus kesalahan yang telah dilakukan Munatsir.

"Majelis hakim mempertimbangkan hak sosiologis dari Terdakwa di mana Terdakwa masih muda dan layak diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki diri agar dapat kembali hidup di masyarakat. Selain itu Terdakwa juga masih sangat dibutuhkan sebagai tulang punggung keluarga untuk anak yang masih kecil dan istri yang sedang hamil, sehingga majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Hal ini dipertimbangkan tanpa mengabaikan tujuan pemidanaan yakni untuk melindungi masyarakat dari perbuatan kejahatan sehingga Terdakwa tetap wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum," ujar majelis.

(asp/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads