Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR Martin Hutabarat menyoroti persoalan Taliban yang berhasil menduduki pemerintah Afghanistan. Martin menilai Indonesia tidak perlu membuat pengakuan terhadap pemerintahan baru Afghanistan.
"Indonesia tidak perlu membuat pengakuan terhadap pemerintahan baru di Afghanistan, meskipun telah terjadi perubahan kepemimpinan dari Presiden Ashrap Ghani kepada pemerintahan baru Taliban, yang sampai sekarang belum jelas siapa pemimpinnya," ujar Martin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/8/2021).
Martin mengatakan, pergantian pemerintahan di Afghanistan tidak dilakukan secara konstitusional. Hal ini disebut berbeda dengan pemerintahan sebelumnya dimana presiden dipilih melalui pemilihan presiden oleh rakyat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tahu bahwa pergantian pemerintahan di Afghanistan sekarang dilakukan secara tidak konstitusional. Berbeda dengan pemerintahan sebelumnya dimana Presiden Ashrap Ghani terpilih melalui pemilihan Presiden oleh rakyat. Sedang di Afghanistan pergantian dilakukan dalam suasana perang saudara puluhan tahun, dimana pihak Taliban yang selama ini dimusuhi Pemerintah, berhasil menang dan menguasai Ibukota Kabul serta wilayah-wilayah lainnya," tuturnya.
Menurutnya, meski tak mengakui pemerintahan baru Indonesia tetap perlu melakukan politik luar negeri bebas dan aktif. Hal ini disebut dapat dilakukan dengan cara melakukan hubungan baik dengan pemerintahan Taliban yang saat ini berkuasa.
"Meskipun Indonesia tidak membuat pengakuan baru terhadap pemerintahan Taliban sekarang, namun Indonesia perlu tetap berpegang kepada prinsip politik Luar Negeri bebas dan aktif untuk menciptakan perdamaian dunia, dengan tetap memelihara hubungan baik dengan pemerintahan Taliban yang berkuasa sekarang," kata Martin.
"Menjaga hubungan baik ini perlu dilakukan, mana tahu bisa digunakan untuk mengingatkan pemerintahan Taliban agar tetap melindungi hak-hak asasi manusia khususnya kaum wanita di Afghanistan," sambungnya.
Martin mengatakan cara ini telah dilakukan Indonesia terhadap Myanmar. Indonesia disebut tidak pernah membuat pengakuan resmi terhadap Junta militer namun tetap melakukan hubungan baik dengan Myanmar.
"Adapun cara tidak membuat pengakuan ini telah dilakukan oleh Indonesia ke Myanmar. Sejak militer mengambil alih kekuasaan secara inkonstitusional dari sipil dalam kudeta berdarah 1 April 2021, setelah partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi memenangi Pemilihan Umum, Indonesia tidak pernah membuat pengakuan resmi terhadap Junta militer, tapi kita tetap memelihara hubungan dengan rezim militer yang memerintah Myanmar sekarang," pungkasnya.
Simak video 'Taliban Buka Pintu Hubungan Internasional, Tapi...':