Pengadilan Tinggi (PT) Palembang menyunat denda Bupati Muara Enim 2014-2019, Muzakir Sai Sohar, dari Rp 350 juta menjadi Rp 200 juta. Muzakir terbukti terlibat korupsi menerima suap senilai Rp 2 miliar lebih.
"Memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Plg tanggal 17 Juni 2021, yang dimintakan banding tersebut, sekedar mengenai jumlah penjatuhan pidana denda," demikian bunyi putusan PT Palembang yang dilansir laman Mahkamah Agung (MA), Jumat (20/8/2021).
Hukuman itu dijatuhkan oleh majelis tinggi yang diketuai Ahmad Yunus dengan anggota majelis hakim R Sabarrudi Ilyas dan anggota Bambang Guritno. Awalnya, Muzakir dihukum denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan. Adapun pidana pokoknya tetap, yaitu 8 tahun penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ir Muzakir Sai Sohar bin Sai Sohar dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar majelis tinggi dalam sidang pada Kamis (19/8) kemarin.
Selebihnya, hukuman yang dijatuhkan kepada Muzakir tetap. Yaitu kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 2.325.612.000 paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika tidak dibayar, harta bendanya disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan," ucap majelis tinggi.
Sebagaimana diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumsel dalam tuntutannya menyatakan Muzakir terbukti menerima dana senilai USD 400 ribu sebagai fee alih fungsi lahan hutan produksi menjadi hutan tetap di Kabupaten Muara Enim tahun 2014.
Muzakir Sai Sohar diketahui terlibat tindak pidana korupsi alih fungsi lahan perkebunan PT Perkebunan Mitra Ogan (PMO) tahun 2014 yang disinyalir fiktif dan merugikan negara hingga Rp 5,8 miliar. Muzakir ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni mantan Dirut PT PMI, Anjapri, mantan Kabag Akuntansi PT PMO, Yan Satyananda, dan Abunawar Basyeban (almarhum) selaku konsultan.
Kala itu, PT PMO meminta terdakwa menerbitkan rekomendasi perubahan fungsi kawasan hutan produksi konversi (HPK) menjadi kawasan hutan produksi terbatas (HPT) atau hutan produksi tetap (HP) melalui penunjukan langsung.
Perusahaan perkebunan tersebut kemudian melakukan kerja sama dengan Abunawar Basyeban selaku konsultan hukum dalam pengurusan perubahan tersebut dengan nilai kontrak mencapai Rp 5,8 miliar. Namun, dalam pelaksanaannya, pengurusan itu dilakukan sendiri PT PMO dan bukan oleh kantor hukum Abunawar seperti tertera pada kontrak.
PT PMO tetap mentransfer dana ke kantor hukum Abunawar sebesar Rp 5,8 miliar melalui rekening Abunawar sebanyak empat tahap. Namun di hari yang sama uang tersebut ditarik kembali PT PMO sebesar Rp 5,6 miliar.
Dana yang ditarik kembali itu dicairkan dan ditukarkan dalam pecahan dolar menjadi USD 400 ribu, selanjutnya diserahkan secara empat tahap ke Muzakir Sai Sohar guna melicinkan proses penerbitan surat rekomendasi.
Dari situ, Muzakir Sai Sohar akhirnya menerbitkan surat rekomendasi selaku Bupati Muara Enim kepada Menteri Kehutanan RI sebagai kelengkapan persyaratan pengurusan perubahan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Muara Enim.
(asp/jbr)