Sejumlah organisasi laboratorium dan persatuan rumah sakit meminta pemerintah memberikan tenggat penurunan harga tes PCR. Mereka mengatakan pihaknya butuh waktu untuk menghabiskan alat yang telah dibeli sebelumnya.
Organisasi itu adalah Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinik (PDS Patklin), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI), dan Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium di Indonesia (Gakeslab Indonesia).
"Mohon untuk diberi tenggat menghabiskan barang-barang yang sudah dibeli. Ini pesan dari direktur rumah sakit ini," kata Ketua Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinik, Aryati, dalam diskusi virtual dalam siaran YouTube Cokro TV, Kamis (19/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aryati menjelaskan penentuan harga tes PCR harus dipertimbangkan dari berbagai aspek, seperti tahapan yang digunakan dalam tes PCR.
"Jadi ada penjelasan mengenai penentuan biaya PCR. Tahapan ada tiga: pra-analitik, analitik, pasca-analitik. Ini semua ada biaya semua. Jadi membangun lab harganya berapa, APD, alat swab-nya segala macam, kemudian analitik harus diperhatikan ada perbedaan harga apakah itu open system atau close system," kata dia.
"Kemudian pasca-analitik adalah mulai hasil dikeluarkan komponen keterkaitan itu bahan habis pakai termasuk untuk sekarang pelaporan 24 jam sehingga kita merekrut banyak orang, sehingga melaporkan tepat waktu sesuai dengan keinginan pemerintah," lanjutnya.
Lebih lanjut Aryati mengatakan pengelolaan limbah dari tes PCR juga perlu diperhitungkan. Selain itu, dia menjelaskan biaya bagi tes PCR ulang apabila hasil membingungkan.
"Kemudian sampai ke biaya limbah, limbah kan harus diperhitungkan itu. Pengulangan. Karena sering sekali di kita tahu bahwa hasil PCR itu apabila hasil cuma satu itu kita mengulang. Kalau terjadi pengulangan, siapa yang menanggung. Sehingga kita agar khawatir dalam arti kualitas dan keamanan kalau nanti ada yang dipangkas," tutur Aryati.
Tak Diajak Diskusi Penurunan Harga
Ketua Umum Persi Kuntjoro Adi Purjanto mengatakan pihaknya tidak diajak berdiskusi dalam penurunan harga tes PCR. Kuntjoro menekankan penentuan harga harus didiskusikan dengan perbagai pihak.
"Yang jelas bahwa untuk ini (harga tes PCR) kita nggak diajak. Mungkin rekomendasinya yang populer kan pentahelix harus diajak. Kalau untuk ini bukan pentahelix, akan tapi multihelix. Kalau perlu, melakukan survei pasar, kek, 'sampeyan ada masalah apa', gitu loh, itu perlu didengarkan. Jadi, kalau sakit, sakit bareng, kalau senang, senang bareng," kata Kuntjoro.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua ILKI Purwanto bahwa pihaknya tak diajak saat penentuan tarif tertinggi tes PCR oleh Kementerian Kesehatan.
"Diajak tidaknya memang ILKI dalam hal harga ini memang tidak disinggung sama sekali. Beberapa kali memang kami bertemu untuk lebih membantu ke Direktorat Mutu, intens kalau itu, terutama mutu pemeriksaan PCR ini," kata Purwanto.
![]() |
Purwanto mengatakan tarif harga PCR itu harus sama-sama menguntungkan. Dia menyebut harga yang diambil harus optimum.
"Tapi begitu sampai rupiah ini yang banyak anggota kami adalah klinik mandiri itu tidak diajak. Saya sih pada prinsipnya mau diajak atau tidak, kalau itu sudah optimum, mengapa tidak. Artinya, untung yang untung semua, kalau win ya win semua, win win solution. Kalau itu ya nggak masalah," sebutnya.
Purwanto mengatakan mengenai tarif harga PCR ini harus dibicarakan bahwa lintas kementerian seperti Kementerian Keuangan hingga Kementerian Sosial. Sehingga, kata dia, harga optimum bisa dihasilkan.
"Tapi kalau ada permasalahan seperti ini ya mestinya dibicarakan. Mungkin waktunya pendek oke, karena masalah kecepatan tadi. Kalau ini paket hemat, mestinya tak satu kementerian, Kemenkes kan hanya tentang profesinya, tapi di sini Menteri Keuangan, ada pajak juga, Kemendag juga, mungkin juga Kemensos ada yang gratis dan sebagainya, mungkin jadi pertimbangan yang lain. Jadilah harga yang optimum," tutur dia.
Respons Kemenkes
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir mengatakan pihaknya siap berdialog. Dia mengatakan penentuan tarif PCR itu berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Saya kira tidak ada masalah (berdiskusi), karena kita juga terus terang tetap harus komunikasi satu dan lain. Dan perhitungan ini dibuat adalah perhitungan dari BPKP," kata Abdul Kadir.
Abdul Kadir menyebut standar harga yang ditetapkan itu berdasarkan standar harga e-katalog serta pengalaman dari laboratorium yang melakukan pemeriksaan.
"Dan standar harga yang kita gunakan adalah standar harga e-katalog, dan juga berdasarkan pengalaman dari semua yang kira-kira memerlukan pemeriksaan waktu itu. Dari ini datanya diambil dari Litbangkes, dari beberapa laboratorium mengambil data harga," kata dia.
Namun Abdul Kadir akan mempertimbangkan masukan dari sejumlah organisasi itu. Dia mengatakan Kemenkes siap melakukan dialog.
"Tapi saya senang, saya kira kita mengatur waktunya, saya kira besok siang barangkali, besok Jumat kita bisa ketemu di Kemenkes. Tapi ingat, kita tidak bisa banyak orang. Kalaupun kami terima, 2 atau 3 orang saja perwakilan," tutur dia.
Pernyataan Sikap
Terlepas dari masukan tersebut, persatuan laboratorium dan rumah sakit itu akan mendukung tarif harga PCR yang telah ditentukan oleh pemerintah. Namun mereka juga menekankan bahwa kualitas hasil tes juga perlu dipertimbangkan.
Berikut isi lengkap pernyataan sikap mereka:
Sejalan dengan komitmen organisasi untuk terus mendukung pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 melalui penanganan dan pengelolaan tes COVID-19 dengan standar kualitas yang baik bersama ini disampaikan bahwa:
Pertama PERSI, ILKI dan Gaskeslab berkomitmen untuk melaksanakan keputusan pemerintah dengan mengimbau anggota organisasi untuk mematuhi batasan terkait penetapan batas tarif tertinggi.
Kedua organisasi dan anggota organisasi berkomitmen untuk tetap menjaga kualitas hasil pemeriksaan melalui penyediaan penyediaan teknologi laboratorium yang baik dan penggunaan reagen dan bahan pendukung yang bermutu tinggi.
Yang ketiga perlu adanya dukungan pemerintah dalam hal operasional yang membutuhkan biaya baik bahan baku, bahan pendukung, biaya SDM dan lain-lain.
Yang keempat perlu adanya tindakan yang konsisten dari pemerintah untuk mengawai pemeriksaan RT-PCR baik dari segi kualitas maupun harga sehingga masyarakat mendapat hasil laboratorium yang memenuhi kaidah K4, keamanan, kualitas, kinerja dan ketersediaan.
Yang kelima turut mendorong penggunaan reagen produksi dalam negeri dan produksi bahan baku luar dalam negeri sesuai dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian alkes.
Yang keenam mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan pengurangan pajak dan bea masuk untuk bahan baku maupun produk jadi yang masih harus diimpor dalam negeri, karena pengurangan pajak dan bea masuk akan berkontribusi langsung kepada penurunan harga.