Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, ingin mempopulerkan lagi sapaan 'Bung'. Sapaan itu dianggap bisa menjadi salah satu upaya menghilangkan mental feodal dari pemerintahan.
Keinginan Megawati mempopulerkan lagi sapaan 'Bung' itu disampaikan dalam peringatan HUT Ke-119 Proklamator RI Mohammad Hatta yang digelar oleh Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, Kamis (12/8/2021).
"Menurut saya, kita harusnya mempopulerkan menyebut 'bung', seperti tidak ada perbedaan," kata Megawati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Megawati lantas menceritakan panggilan 'bung' yang sangat populer di era Presiden Sukarno. Menurutnya, semua orang saling memanggil dengan sapaan 'bung' tanpa memikirkan pangkat dan jabatan.
"Dulu semua orang dipanggilnya 'Bung', saya sangat ingat bapak saya segala kalau yang namanya pejuang tidak mengukur pangkatnya itu datang ke Istana, saya dari kecil suka berpikir toh, pasti kan gitu panggilnya 'bang bung bang bung', saya sampai mikir apa iya presiden ya, itu yang lagi ngomong sama Bung Karno itu siapa, itu satu, yang kedua terus kalau datang bilang 'merdeka, merdeka harga mati'," ujarnya.
Megawati mengaku pernah bertanya kepada Presiden Jokowi. Bagaimana jika dirinya memanggil 'Bung Jokowi'.
"Saya bilang sama Pak Jokowi, saya ceritain, Pak Jokowi lucu nggak saya panggil 'Bung Jokowi', tapi kayaknya nggak juga lho," ucapnya.
Dia mengatakan panggilan itu sangat populer hingga pulau terkecil di Indonesia. Dia bercerita saat dirinya berkunjung ke salah satu pulau.
"Saya pernah ke Dobo, itu pulau terkecil. Jadi saya waktu itu sudah presiden, saya tanya siapa presiden yang ke sini, saya nanyanya kan begini, siapa presiden yang pernah ke sini, mereka semua berteriak dengan gembira, yang pernah datang adalah Bapak Bung Karno," ujarnya.
"Jadi dia bukan ngomong Presiden Sukarno, tidak, tapi Bapak Bung Karno, bayangkan di pulau terkecil panggilan itu masih populer," ujarnya.
Didukung BPIP
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mendukung ide Megawati. Panggilan 'bung' bisa menghilangkan mental feodalisme yang gila hormat.
"Sapaan 'Bung' memiliki makna yang egalitarian (kesetaraan). Bung Karno dan Bung Hatta dipanggil 'Bung', tidak dipanggil dengan gelar yang lain, misalnya selalu ingin dipanggil 'Paduka Yang Mulia'," kata Wakil Kepala BPIP Profesor Hariyono kepada wartawan, Sabtu (14/8/2021).
Sebagaimana diketahui, Megawati adalah presiden ke-5 RI, Ketua Umum PDIP, dan Ketua Dewan Pengarah BPIP. Megawati juga merupakan putri presiden ke-1 RI Sukarno, yang juga populer disapa 'Bung Karno'.
Hariyono menjelaskan sapaan 'Bung' sudah digunakan sebelum Indonesia merdeka. Dia mengatakan sapaan itu merupakan perlawanan terhadap sistem kolonial.
"Sapaan 'Bung' sudah ada sejak zaman pergerakan nasional sebelum merdeka. Itu adalah antitesis terhadap struktur ekonomi politik kolonial. Dulu, ada kelas Eropa sebagai yang tertinggi, ada Timur Asing, dan ada pribumi," kata Hariyono.
Sapaan 'Bung', katanya, mencoba menghancurkan kelas-kelas sosial yang dibangun pada era feodalisme dan dilestarikan penguasa kolonial. Dia menyebut Pancasila digali Bung Karno dan memuat sila 'Kemanusiaan yang Adil dan Beradab' serta 'Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia' yang bersifat egaliter.
"Ini sesuai konsep sila ke-2. Kita tidak menyembah orang lain meski juga tetap menghormati orang lain," ujarnya.
Dia menyebut gejala feodalisme muncul lagi. Sapaan 'Bung', katanya, perlu dipopulerkan lagi supaya feodalisme tidak semakin subur.
"Mental feodal atau neofeodalisme di pemerintahan harus dihilangkan. Lihatlah, elite politik, ekonomi, sosial, bahkan agama tidak melayani rakyat maupun umat. Ini menurut saya, orang yang punya kedudukan memang harus kita hormati, tapi tidak harus dikultuskan, kemudian rakyat cuma menjadi objek belaka," kata Hariyono
Simak Video "Pengakuan Megawati yang Nggak Ada Niat Jadi Presiden Lagi"
[Gambas:Video 20detik]
(haf/haf)