Pemerintah tidak lagi memakai data kematian sebagai indikator evaluasi terhadap PPKM level 4 dan PPKM level 3 di sejumlah daerah. Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mengkritik keputusan pemerintah menghapuskan indikator kematian tersebut.
Menurutnya, indikator kematian akibat COVID-19 harusnya menjadi salah satu landasan dalam menentukan level dan implementasi PPKM di berbagai daerah. Dia menilai pemerintah harusnya memperbaiki kualitas data, bukan menghilangkan indikator kematian.
"Jika masalahnya adalah data kematian yang tidak update maka seharusnya kualitas datanya yang ditingkatkan, bukan data kematiannya yang tidak digunakan sebagai indikator dalam menentukan level dari PPKM," ujar Syarief dalam keterangannya, Rabu (11/9/2021).
Berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID-19 menyebutkan, angka kematian harian pada hari pertama perpanjangan PPKM, Selasa (10/8) mencapai 2.048 kasus sehingga totalnya menjadi 110.619 kasus kematian akibat COVID-19.
Sementara itu, kasus positif harian mencapai 32.081 kasus dari 99.387 orang yang dites. Angka ini harusnya menjadi acuan di dalam menentukan PPKM Level 4 dan 3 di daerah-daerah yang memiliki kasus positif dan kematian cukup tinggi.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyebut angka kematian adalah indikator yang mesti ada dalam penilaian pembatasan. Dari angka kematian, dapat diketahui seberapa besar dampak dari penyebaran COVID-19 di daerah-daerah.
"Sehingga, kita bisa mengambil sikap untuk melakukan pembatasan-pembatasan sesuai dengan perkembangan angka kematian dan angka positif harian," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menilai tidak hanya indikator kematian, indikator jumlah orang yang di-testing juga perlu dijadikan variabel dalam menentukan pembatasan.
"Melalui jumlah orang yang di-testing, kita dapat mengetahui positivity rate di setiap daerah. Oleh karena itu, jumlah kematian dan jumlah orang yang di-testing harusnya dijadikan sebagai variabel dalam menentukan level PPKM," jelasnya.
Syarief beranggapan langkah pemerintah menghilangkan indikator kematian dalam penilaian PPKM menunjukkan ketidakmampuan dalam mengatasi pandemi. Selain itu, dia menyebut pemerintah kurang mampu membangun komunikasi dengan daerah.
"Dan tidak memiliki sistem database satu pintu terkait data COVID-19 di daerah sehingga data kematian tidak update," jelasnya.
Sekadar diketahui, sebelumnya Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pada Senin (9/8) menyebut telah mengeluarkan indikator kematian dalam menilai level PPKM di berbagai daerah. Alasannya, indikator kematian dianggap menimbulkan distorsi dalam penilaian level PPKM karena banyak input data yang tidak update dari berbagai daerah.
(akd/ega)