PDIP Duga Ada 'Kesengajaan' Pemprov DKI soal Pemborosan Rapid Test Rp 1,19 M

PDIP Duga Ada 'Kesengajaan' Pemprov DKI soal Pemborosan Rapid Test Rp 1,19 M

Matius Alfons - detikNews
Jumat, 06 Agu 2021 09:20 WIB
Siapa Influencer Ngaku-ngaku Vaksin Ketiga di DPRD DKI?
Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta menemukan ada pemborosan yang dilakukan Pemprov DKI sebesar Rp 1,19 miliar dalam pengadaan rapid test pada 2020. Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Jhonny Simanjuntak menduga ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

"Itu kelihatan hasil BPK itu menyatakan ada ketidakcermatan ya, dan memang sebenarnya kurang cermat ya, atau juga memang masa kita sudah pernah beli membeli dengan kualitas tertentu lebih murah, kemudian saat ini kita beli lebih mahal di tempat yang lain, ya kan? Jadi kalau istilah dikatakan bahwa memang mengejar supaya cepat, bersaing atau apa, saya pikir kurang tepat jugalah," kata Jhonny saat dihubungi, Kamis (5/8/2021).

Jhonny mengaku curiga Pemprov DKI Jakarta seperti terkesan sengaja menunda pembelian kebutuhan penganan COVID-19. Sehingga, kata dia, kesengajaan membeli barang tidak sepenuhnya itulah yang membuat terjadi pemborosan dana penanganan COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita kan tahu kebutuhan kita berapa, kenapa nggak beli dari awal langsung sekian gitu? Betul kan? Ngapain separuh-separuh. Kita beli separuh dulu, nanti beli lagi, padahal kan anggaran sudah ada untuk itu, sudah dianggarkan sekian. Nah, gitu maksud saya, ini sebuah ketidakcermatan dan asal-asalan dan bahkan mungkin bisa disengaja. Kalau menurut saya, patut juga diduga ada kesengajaan," ucapnya.

Namun, menurutnya, jika tidak sengaja, berarti ada ketidakcermatan dalam perencanaan. Dia menyebut perencanaan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, dalam hal ini Dinas Kesehatan, tidak baik selama ini sehingga berdampak pada pembelian barang-barang kebutuhan penanganan COVID-19

ADVERTISEMENT

"Kalaupun tidak sampai sana, karena barang terbatas sehingga takut kehabisan barang akhirnya kita beli yang mahal, suasana begitu bisa, tapi kalau sudah dilaksanakan yang baik, persiapan yang bagus, jadi kerja-kerja kita juga. Sebagai saran saya kepada lingkungan Dinkes, cobalah mereka bekerja luar biasa, karena pandemi ini luar biasa. Jadi mereka harus kerja luar biasa, tidak lagi biasa-biasa saja. Perencanaan harus lebih matang, sehingga lebih antisipatif, tahu kita di mana kebutuhan kita, karena ketika membuat perencanaan keuangan katakanlah sekian ratus miliar, kan kita sudah tahu itu untuk berapa yang kita butuh sehingga bisa kita beli langsung jebret, jangan separuh-separuh dulu," jelasnya.

Simak juga 'Wagub DKI Tanggapi Tidak Adanya Jakarta di Kalender Formula E 2022':

[Gambas:Video 20detik]



Dia pun meminta BPK DKI membina Pemprov DKI Jakarta dalam hal pengelolaan dana, sehingga akhirnya tidak terjadi pemborosan.

"Kepada BPK, tolonglah mereka dididik, dalam hadapi pandemi kita butuh alat-alat tes itu kan memang beradu cepat, dan antisipatif, jangan kerjanya biasa-biasa saja. Diperlukan perencanaan yang matang, kemudian membandingkan harga-harga tertentu dengan kualitas yang bagus. Jangan kualitasnya sama tapi harga lebih mahal di tempat lain. Ada yang lebih murah," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, pemborosan itu tertulis dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2020. Disebutkan dalam penanganan COVID-19 di 2020, Pemprov DKI melakukan refocusing anggaran.

Salah satu yang mengalami refocusing anggaran adalah Belanja Tak Terduga (BTT). Semula penanganan COVID di Jakarta dianggarkan senilai Rp 188 miliar. Namun kemudian dilakukan perubahan dengan disahkannya anggaran dari BTT untuk COVID sebesar Rp 5,521 triliun.

"Realisasi BTT sampai 31 Desember 2020 senilai Rp 4.707.937.545.524 atau 85,27 persen dari anggaran Rp 5.521.44.220.129," demikian isi LHP tersebut, seperti dilihat, Kamis (5/8/2021).

Dengan demikian, ada sisa anggaran BTT yang tidak terealisasi senilai Rp 813 miliar atau 14,73 persen. Kemudian realisasi BTT per 31 Desember seluruhnya digunakan untuk penanggulangan COVID-19.

Dana BTT itu kemudian salah satunya digunakan untuk pengadaan rapid test COVID-19. Dari hasil pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban pembayaran, BPK menyoroti temuan ada dua penyedia jasa pengadaan rapid test dengan merek sama serta dengan waktu yang berdekatan. Namun dua merek itu diketahui memiliki harga berbeda.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads