Tuslim berdiri di atas trotoar jalan bersama kawan-kawannya sesama kuli panggul di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Raut wajahnya tertutup masker berlapis, sorot matanya terlihat lesu dan sayu.
Sudah seminggu ini, harapan kuli panggul untuk sekadar membeli makan selalu pupus. Tidak ada hilir mudik penumpang yang jadi andalan mereka mencari nafkah.
Kepada detikcom, Tuslim yang sudah melakoni pekerjaannya selama 22 tahun mengaku lelah dengan kondisi sulit ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi ya mau bagaimana lagi? Cuma bisa jalanin saja kan. Kemarin sudah senang PPKM kayaknya mau disudahin, nih, eh ternyata lanjut, pasrah saja," ujar pria asal Banjarnegara ini di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Rabu (4/8/2021).
Biasanya, Tuslim mematok jasa panggul barang-barang milik penumpang sesuai tujuan pengantaran. Kisarannya Rp 5.000-10.000 per sekali antar.
"Kadang ada yang baik juga kasih Rp 20.000," ujarnya.
Hingga siang ini, jumlah bus yang datang membawa penumpang dari luar kota tidak lebih dari 5 armada. Bus-bus itu pun tidak membawa banyak penumpang, hanya 1-2 orang.
"Kalau ada bus datang, kita senang kan akhirnya datang, eh penumpangnya hanya 1. Itu pun nggak menggunakan jasa panggul. Kita nggak bisa maksa mereka untuk pakai jasa kita, nggak bisa," katanya.
Untuk menghindari berebut penumpang, para kuli panggul diberi antrean sesuai urutan kedatangan. Jika datang lebih pagi, mereka bisa menawarkan jasa ke penumpang yang datang terlebih dahulu.
Kuli panggul lainnya, Sartono, mengaku belum mendapatkan bantuan layak dari pemerintah.
"Memang sempat ada bantuan beras 5 kg itu kemarin pas PPKM kemarin sebelum diperpanjang itu, cuma itu saja, tidak ada bantuan uang tunai. Itu cuma dikasih ke 10 orang, karena ya adanya segitu (bantuannya)," katanya.
Lanjutnya, kebanyakan kuli panggul juga tidak bisa langsung mencari pekerjaan sampingan lain karena memang minimnya lowongan untuk mereka.
"Biasanya sih kalau ada proyek ke situ (jadi pekerja harian). Tapi sekarang lagi nggak ada proyek jadi kita nggak bisa ke mana-mana," katanya.
Matahari semakin terik, tapi Tuslim, Sartono, dan kuli panggul lainnya tidak beranjak dari trotoar tempat mereka mencari rezeki. Harapan mereka sederhana: pandemi segera terkendali dan kebijakan yang membatasi pergerakan penumpang bus bisa dicabut agar mereka dapat tenang mencari nafkah.
Tonton juga Video: Mau Naik Sleeper Bus? Segini Biayanya