Seorang terpidana warga negara (WN) Jerman bernama Karl Gulther Meyer menyerahkan diri kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, Bali. Karl masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) hampir selama 10 tahun atas kasus penipuan.
"Pada hari Senin tanggal 2 Agustus 2021 pukul 12.00 Wita, terpidana dengan diantar oleh sopir pribadinya menyerahkan diri ke Kantor Kejaksaan Negeri Buleleng," kata Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejari Buleleng Anak Agung Jayalantara, Selasa (3/8/2021).
WNA tersebut menyerahkan diri karena merasa takut bermasalah lebih lanjut apabila terus melarikan diri. Saat diterima, terpidana dalam kondisi sehat dengan hasil swab negatif dan langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-B Singaraja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terpidana atas nama Karl Gulther Meyer merupakan DPO Kejari Buleleng yang sudah jadi buron selama 10 tahun, dikarenakan saat menunggu putusan kasasi terpidana pulang ke negaranya di Jerman," terang Jayalantara.
Kasus WNA tersebut bermula pada November 2003 saat Karl menjabat Direktur PT Bali Melka. Saat itu ia telah menjual 25 persen saham perusahaan yang berlokasi di Jalan Kalibukbuk, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, kepada Michael Brag seharga Rp 3.138.921.169.
Pembayaran saham tersebut dilakukan secara bertahap sejak November 2003 hingga Desember 2004. Atas kepemilikan 25 persen saham PT Bali Melka tersebut, Michael Brag dikenai biaya proyek atas pengembangan Hotel Melka Excelsior sesuai besaran persentase saham yang dengan jumlah Rp 6.165.457.584.
Atas kewajiban tersebut, Michael Brag telah mentransfer sejumlah uang tersebut ke rekening Karl Guther Meyer di BCA Cabang Singaraja sejak 2006 sampai dengan Desember 2008.
Atas pembelian 25 persen saham PT Bali Melka, terpidana menjanjikan memasukkan nama Michael Brag pada akta PT Bali Melka. Namun, Michael Brag tidak pernah dimasukkan pada akta tersebut.
Menurut Jayalantara, sesuai akta pendirian PT Bali Melka Nomor 65 tertanggal 23 Juni 2000, disebutkan Karl Guther Meyer memiliki 950 lembar saham dan Lie Djin Sin memiliki 50 lembar saham. Namun selanjutnya sesuai akta pernyataan keputusan rapat PT Bali Melka Nomor 28 tertanggal 4 Maret 2005, disebutkan Karl Guther Meyer memiliki 490 lembar saham dan Ni Made Ayu Mirah Dwitania memiliki 510 lembar saham.
Jayalantara menceritakan, proses penangkapan terhadap terpidana diawali pada Minggu (1/8) sekitar pukul 14.00 Wita. Saat itu Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejari Buleleng dan Kejati Bali berangkat melalui Bandara Internasional Ngurah Rai menuju lokasi keberadaan terpidana di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Keberangkatan tim guna melakukan operasi penangkapan terhadap terpidana yang sebelumnya telah dilakukan pemantauan selama satu minggu. Diketahui, Karl berada di rumah anaknya yang berlokasi di Jalan Subak III Mataram, NTB.
"Namun, setelah sampai di rumahnya, terpidana atas nama Karl Gulther Meyer telah mendahului kabur ke Bali dini hari via Pelabuhan Lembar dengan menumpang truk malam," paparnya.
Kemudian, Tim Tabur memberikan penjelasan kepada keluarga dan penjamin terpidana. Tim juga menyarankan agar terpidana menyerahkan diri ke Kejari Buleleng untuk menjalani Putusan Mahkamah Agung No. 2236.K/PID/2012 tanggal 22 Juli 2014.
"Kemudian terjadi perdebatan yang alot terkait masalah keberadaan terpidana, di mana saat dihubungi terpidana tidak mau mengatakan lokasinya di Bali," terangnya.
Selanjutnya, Tim Tabur Kejari Buleleng langsung melakukan blok jalur keluar Bali, baik pelabuhan dan bandara untuk memastikan DPO tidak keluar dari Bali. Setelah itu, akhirnya yang bersangkutan menyerahkan diri ke Kejari Buleleng.
Setelah menyerahkan diri, Tim Tabur Kejari Buleleng langsung menyerahkan terpidana kepada jaksa dan selanjutnya dieksekusi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2236.K/PID/2012 tanggal 22 Juli 2014. Terpidana dijatuhi pidana penjara selama dua tahun karena terbukti melanggar Pasal 372 KUHP pada proses penjualan dan kepemilikan saham pada PT Bali Melka.
(jbr/jbr)