Guru besar bidang sosiologi bencana dari Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Prof Sulfikar Amir menuturkan contact tracing atau pelacakan kontak menjadi hal penting untuk menekan angka penyebaran COVID-19. Sayangnya, di Indonesia contact tracing masih belum dioptimalkan dan masih sangat rendah.
"Padahal contact tracing itu adalah upaya untuk membuat suatu klaster itu tidak menjadi besar," ujar Prof. Sulfikar dikutip dari YouTube BNPB, Jumat (3/8/2021).
Dalam paparannya, ia menganalogikan sebuah klaster dalam bentuk spiral. Ia menuturkan apabila seseorang terpapar COVID-19, lalu kemudian kontak dengan orang lain, lalu kemudian orang-orang tersebut menularkan ke orang lain, terjadilah penularan secara lokal.
"Kemudian apabila itu tidak bisa dibendung maka terjadilah penularan berskala kota, dan akhirnya menjadi wabah penyakit berskala nasional," tuturnya.
Ia melanjutkan contact tracing adalah sebuah instrumen yang sangat fundamental, karena kenyataannya setiap krisis yang terjadi dimulai dari kasus yang sangat kecil. Lalu kemudian krisis tersebut akan melakukan penyebaran dengan sangat cepat, khususnya yang terkoneksi erat satu sama lain.
Prof. Sulfikar mencontohkan masyarakat urban yang ada di kota-kota besar yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Sehingga, krisis atau wabah penyakit dapat menyebar dengan sangat cepat.
"Karena itu contact tracing adalah salah satu instrumen yang sangat fundamental untuk mendeteksi sejak dini, siapa yang tertular dan kemudian melakukan isolasi. Contact tracing itu menurut saya adalah nafas dari penanganan pandemi secara universal," ungkap Prof. Sulfikar.
Walau begitu, lanjut Prof. Sulfikar ada kendala untuk melakukan contact tracing, karena diharuskan untuk menelusuri orang-orang yang berada di masyarakat komplek. Apalagi, setidaknya seseorang bisa bertemu dengan 4 kelompok orang.
Kelompok tersebut pertama adalah lingkungan keluarga, kedua adalah orang yang ditemui secara rutin, ketiga orang yang ditemui untuk urusan tertentu dan keempat yaitu orang yang ditemui secara tidak sengaja.
Lebih lanjut, Prof. Sulfikar mengatakan contact tracing yang paling efektif untuk dilakukan dibagi menjadi 2 lapisan yaitu orang-orang yang berada di rumah tangga yang sama dan orang-orang yang ditemui setiap hari atau yang dikenal.
"Ini 2 level yang sangat memungkinkan untuk dilacak, dan ini yang mungkin bisa dilakukan. Tetapi kalau kita berbicara lapis 3 atau 4 ini yang menjadi permasalahan," imbuhnya.
Ia juga mengatakan contact tracing adalah sebuah praktik sosial untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Untuk itu, contact tracing menjadi bentuk tanggung jawab kolektif tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat.
(akd/ega)