Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro memecat Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof Rosari Saleh. Di persidangan, Ari membeberkan alasan memecat Rosari, yaitu peringkat UI merosot dari nomor 2 nasional menjadi nomor 12.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta di situsnya, Senin (2/8/2021). Awalnya Rosari dan Ari berjalan mesra. Pada Pemilihan Rektor UI 2019, Rosari menjadi timses Ari. Setelah Ari terpilih dan naik menjadi rektor, Ari kemudian menunjuk Rosari menjadi wakilnya.
Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba keharmonisan mereka retak. Puncaknya, Ari memecat Rosari pada 20 Oktober 2020. Hal itu seiring dengan Ari mengeluarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor 1698/SK/R/UI/2020 tentang Pemberhentian Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Indonesia periode 2019-2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rosari tidak terima dan menggugat Ari ke PTUN Jakarta. Di persidangan, Rosari membeberkan segala prestasinya sehingga selayaknya tidak pantas dicopot. Berikut di antaranya:
1.Bahwa alasan pemberhentian terhadap Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat tersebut merupakan alasan yang dicari-cari saja, untuk menutupi alasan pemberhentian yang sebenarnya.
2.Adanya Rencana Strategis Universitas Indonesia 2020-2024 yang dibuat oleh Penggugat, pada tanggal 22 April 2020 Universitas Indonesia dinobatkan sebagai Perguruan Tinggi terbaik ke-47 tingkat dunia versi lembaga pemeringkatan Perguruan Tinggi Internasional Times Higher Education (THE) World University Impact Rankings 2020, padahal sebelumnya Universitas Indonesia menduduki peringkat ke-80 dunia pada tahun 2019.
3.Penggugat telah banyak melakukan kegiatan dan capaian dalam melakukan reformasi pendidikan antara lain capaian di bidang Akademik dan capaian di bidang Kemahasiswaan, dan keberhasilan capaian-capaian Penggugat tersebut telah mendapat apresiasi yang sangat baik dari sivitas akademika Universitas Indonesia maupun dari pihak luar yang memberikan perhatian dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia maupun dunia.
4.Penggugat sangat keberatan dengan perbuatan Tergugat yang telah memberhentikan Penggugat tanpa alasan yang sah dan menurut hukum. Tergugat telah bertindak sewenang-wenang dengan mempergunakan kekuasaannya sebagai Rektor Universitas Indonesia.
5.Pengelolaan program beasiswa yang mencapai Rp 200 miliar per tahun termasuk biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB), sehingga saat ini bisa diakses oleh mahasiswa mana pun tanpa memandang latar belakangnya dengan cara membenahi mismanajemen pengelolaan dan penyaluran dana mahasiswa.
6.Dalam rangka pembentukan kepribadian terpadu, dibuat terobosan besar dalam penyelenggaraan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi (MPKT) bagi 8.000 mahasiswa angkatan 2020. Jumlah SKS MPKT yang sebelumnya 18 SKS dipadatkan menjadi 9 SKS, termasuk MPKT non-Agama yang dibuat menjadi proyek kegiatan belajar berbasis portofolio dengan capaian pembelajaran bertitik berat pada pembentukan soft skills dengan semangat Kampus Merdeka.
Baca juga: Catat! Ini 20 Nama Calon Rektor UI 2019-2024 |
Namun, semua capaian Rosari di mata Ari dimentahkan.
"Bahwa dalil Penggugat mengenai catatan capaiannya di bidang Akademik dan Kemahasiswaan pada hakikatnya bukanlah hal-hal yang dapat dibanggakan karena hal-hal tersebut memang menjadi tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Penggugat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan," ujar Ari dalam jawabannya.
Malahan capaian-capaian yang diklaim oleh Rosari, lanjut Ari, sejatinya tidaklah mencukupi atau belum dapat dipergunakan sebagai alasan atau dasar untuk mempertahankan Penggugat dalam jabatan sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pendidikan. Mengingat capaian itu masih jauh dari target yang seharusnya dapat diraih oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan.
"Oleh karena itu, klaim-klaim Penggugat adalah tidak benar dan Tergugat mensomir Penggugat untuk membuktikan seluruh dalil tersebut yang senyatanya merupakan klaim sepihak dan hanya asumsi Penggugat semata," beber Ari.
Di mata Ari, apa yang dilakukan Rosari tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, tidak sesuai dengan ekspektasi dan visi misi Ari.
"Senyatanya selama Penggugat menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, terbukti adanya penurunan prestasi Kemahasiswaan Universitas Indonesia tahun 2020, yang mana Universitas Indonesia hanya meraih peringkat 12 kinerja Kemahasiswaan Nasional, padahal pada tahun 2019 Universitas Indonesia berada di peringkat 2," kata Ari.
Ari menyebut klaim Rosari yang mencatat pembenahan program orientasi mahasiswa baru sebagai capaiannya, faktanya tidak tampak hasilnya dan tidak menaikkan prestasi Kemahasiswaan UI. Kegiatan Program Orientasi Mahasiswa Baru 2020 tersebut justru menimbulkan kegaduhan dan kontraproduktif sehingga sangat mencoreng reputasi dan nama baik Universitas Indonesia.
"Hal ini juga menjadi salah satu temuan SPI yang disebut di atas, bahwa konten dari materi Program Pembinaan Kebersamaan Mahasiswa Baru menimbulkan perdebatan dan polemik, dan upaya mewajibkan mahasiswa baru untuk menandatangani suatu Pakta Integritas dilakukan tanpa proses review dan persetujuan Pimpinan UI, sehingga keduanya berdampak buruk pada reputasi UI di mata mahasiswa baru dan juga khalayak publik," tutur Ari.
Hal ini terjadi karena Rosari sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan saat itu cenderung bertindak sendiri tanpa melakukan koordinasi yang memadai dengan pimpinan UI lainnya. Termasuk juga dengan Direktur Kemahasiswaan yang berada di bawah kepemimpinan Rosari.
"Tidak melakukan koordinasi dengan para manajer kemahasiswaan di fakultas, vokasi, hubungan masyarakat, serta unit-unit terkait lainnya di Universitas Indonesia dalam persiapan dan pelaksanaan Program Orientasi Mahasiswa Baru 2020 tersebut," kata Ari menguraikan.
Ari juga menolak surat yang mengatasnamakan 34 Profesor 'Surat Keprihatinan Sivitas Akademika atas Pemberhentian Para Wakil Rektor Universitas Indonesia. Faktanya surat tersebut tidak pernah diterima oleh Ari.
"Selain itu, Surat tersebut juga tidak dapat dikatakan mewakili seluruh sivitas akademika Universitas Indonesia karena hanya merupakan klaim Penggugat sepihak. Oleh karena itu, Tergugat mensomir Penggugat untuk membuktikan dalilnya tersebut," terang Ari.
Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya PTUN Jakarta memutuskan tidak menerima gugatan tersebut.
"Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 405.000," kata ketua majelis Mohamad Syauqie dengan anggota Sutiyono dan Nasrifal dalam sidang pada Kamis (29/7) lalu.
Majelis menilai gugatan Rosari tidak layak dipertimbangkan karena keberatan atas SK Rektor itu sudah kedaluwarsa.
"Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum dan dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 di atas, maka terhitung mulai tanggal 21 Oktober 2021 sampai dengan tanggal keberatan Penggugat tertanggal 24 Nopember 2020 yang diterima tanggal 25 Nopember 2020, maka keberatan Penggugat tersebut ditempuh dalam waktu 23 (dua puluh tiga) hari kerja, yang berarti menurut hukum telah melewati waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja, apalagi jika dihitung sampai dengan surat Penggugat kepada Tergugat tertanggal 14 Desember 2020 yang diterima Tergugat pada tanggal 14 Desember 2020," ucap majelis.
Simak Video: Guru Besar UI Ungkap Statuta Baru Bolehkan Anggota Parpol Jadi MWA