Mantan Sekdis PUTR Sulsel, Edy Rahmat, hari ini mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK di kasus suap Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah. Pihak Edy lantas menilai dakwaan jaksa hasil tambal sulam hingga copy-paste.
Eksepsi Edy Rahmat dibacakan oleh kuasa hukumnya, Yusuf Lessy, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Negeri Makassar, Kamis (29/7/2021). Salah satu poin eksepsi Edy adalah menganggap uraian peristiwa tidak cermat dan tidak sistematis.
"Bagian pertama adalah uraian peristiwa yang tidak cermat dan tidak sistematis," ucap Yusuf Lessy di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keberatannya, Yusuf menilai dakwaan jaksa haruslah memenuhi syarat formal dan materil seperti diatur dalam Pasal 142 Ayat (2) huruf b. Yusuf lantas menyebut dakwaan jaksa tidak memenuhi syarat materil, yakni tidak cermat dan tidak jelas dalam mengurai pidana yang dilakukan terdakwa.
"Bahwa mencermati dan menganalisis surat dakwaan penuntut umum terutama berkaitan dengan uraian tindak pidana oleh terdakwa Edy Rahmat sangatlah bahwa uraian tindak pidana yang didakwakan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap," ungkap Yusuf.
Dalam hal ini surat dakwaan penuntut umum disebut tak menjabarkan tindak pidana yang dilakukan oleh Edy Rahmat. Yang ada, surat dakwaan justru mengulas tindak pidana yang dilakukan Nurdin Abdullah.
"Surat dakwaan lebih banyak menyebut nama M Nurdin Abdullah, lebih banyak menguraikan kapan dan di mana M Nurdin Abdullah bertemu terdakwa Agung Sucipto," kata Yusuf.
Kuasa Hukum Anggap Dakwaan Jaksa Tambal Sulam hingga Copy-Paste
Yusuf Lessy lalu mengungkap lebih lanjut konsekuensi dari dakwaan yang tidak cermat tersebut. Dia menyebut ini terjadi karena dakwaan jaksa KPK tambal sulam hingga copy-paste.
"Karena dalam proses penegakan hukum apa ya, ini dakwaannya cuma asal tempel sulam atau copy paste," ungkapan Yusuf saat ditemui wartawan seusai sidang eksepsi.
Yusuf juga menyoal dakwaan Pasal 55 KUHP yang menyebut Edy turut serta menerima suap bersama Nurdin Abdullah. Namun bagi Yusuf, dakwaan tersebut lagi-lagi tidak cermat karena pada dasarnya posisi Edy hanyalah sebagai perantara suap, bukan penerima.
"Harusnya yang dibedah itu pasal 55 tentang keikutsertaannya, tidak ada sama sekali keterlibatannya, hanya perantara (perantara karena diperintah atasan)," katanya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Yusuf mengatakan, jika posisi Edy sebagai perantara suap membuatnya menjadi terdakwa, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Sari Pudjiastuti bersama pihak lainnya juga seharusnya terseret di kasus ini.
"Kalau mau adil ibu Sari juga harus diseret, Biro Pengadaan Barang, jangan dipilah-pilah dong," katanya.
"Jadi mestinya yang lain juga diseret, karena kedudukannya sama, sebagai perantara juga," sambung Yusuf.
Tanggapan Jaksa atas Eksepsi Edy Rahmat
Jaksa KPK Siswandono meminta waktu selama sepekan untuk mempertimbangkan eksepsi Edy Rahmat. Namun jaksa KPK lainnya, Andri Lesmana, turut angkat bicara soal keberatan pihak Edy.
Menurut Andri, Edy Rahmat tak dapat dilihat sebagai perantara. Edy adalah pelaku yang turut serta dalam tindak pidana penyuapan di kasus Nurdin Abdullah.
"Kan Edy Rahmat ada (Pasal) 55-nya dengan Nurdin Abdullah," ucap Andri dalam wawancara terpisah.
Andri menegaskan posisi Edy Rahmat turut mendapat keuntungan dalam kasus suap tersebut. Oleh sebab itu, Edy bukan sebagai perantara.
"Sekarang gini, kalau kita melihat posisi Edy Rahmat dia bukan sebagai perantara. Dia sebagai pegawai negeri, sekretaris dinas," kata Andri.
"Apa keuntungan yang dia terima ya dia mendapat jabatan kalau kita melihat. Jabatan sebagai Sekretaris Dinas, ya kan, sehingga dia mau membantu Pak Nurdin Abdullah," katanya.