Dalam masa pandemi COVID-19 ini, limbah medis mengalami peningkatan volume. Limbah medis itu mencapai 18 ribu ton.
"Menurut data yang masuk kepada pemerintah pusat dan Direktur Kementerian LHK bahwa limbah medis sampai 27 Juli itu berjumlah 18.460 ton," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (28/7/2021).
Data ini berasal dari daerah dan provinsi. Meski begitu, data itu dinyatakan belum lengkap. Siti menyampaikan asosiasi rumah sakit memperkirakan limbah medis yang dihasilkan sebanyak 383 ton per hari.
Dia menyebut limbah medis itu berupa infus bekas, masker, vial vaksin (botol vaksin kecil), jarum suntik, face shield, perban, baju hazmat, APD (alat perlindungan diri), pakaian medis, sarung tangan, alat PCR antigen, dan alkohol pembersih swab. Limbah medis itu tergolong beracun dan berbahaya.
Peningkatan di sejumlah daerah
Pada awal Juli, Indonesia mengalami lonjakan jumlah kasus COVID-19. Seiring dengan dinamika itu, jumlah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) medis juga mengalami peningkatan.
Di Jawa Barat pada 9 Maret jumlah limbah medis ada 74,03 ton. Pada 27 Juli, jumlahnya sudah 836,975 ton.
"Berarti 10 kali lipat lebih," kata Siti.
Di Jawa Tengah pada 9 Maret, jumlah limbah medis 122,82 ton. Tanggal 27 Juli, limbah medis menjadi 502,401 ton.
"Berarti lima kali lipat kurang-lebih," kata Siti.
Di Jawa Timur pada 9 Maret, ada 509,16 ton limbah medis. Pada 27 Juli, jumlah limbah medis menjadi 629,497 ton. Di Banten pada 9 Maret ada 228,06 ton limbah medis, pada 27 Juli menjadi 591,79 ton.
Di DKI Jakarta pada 9 Maret, ada 7496,56 ton limbah medis. Pada 27 Juli menjadi 10.339,054 ton.
"Kelihatannya ada korelasi (peningkatan COVID-19 dan peningkatan limbah B3 medis)," kata Siti.
![]() |
Selanjutnya, arahan Jokowi: