Ujian Disertasi soal Korupsi, Fahmi Idris Raih Gelar Doktor Ilmu Filsafat

Tim detikcom - detikNews
Senin, 26 Jul 2021 20:51 WIB
Fahmi Idris raih gelar doktor (Dok. Istimewa)
Jakarta -

Politisi senior Partai Golkar Fahmi Idris meraih gelar doktor ilmu filsafat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Fahmi Idris peroleh gelar doktor ilmu filsfat usai mempertahankan disertasinya berjudul 'Korupsi Pada Masyarakat yang Menjunjung Tinggi Keadilan Sosial: Refleksi Kritis Berbasis Kontraktualisme Rawls'.

Dalam penelitian disertasinya, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Mantan Menteri Perindustrian ini menyatakan bahwa korupsi dalam masyarakat muncul dari sifat bidimensionalitas manusia yang merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial guna mempertahankan hidupnya. Setelah menjalani ujian promosi doktor, Fahmi Idris pun dinyatakan lulus dengan predikat cum laude dengan nilai rata-rata 87,5.

Fahmi Idris mengungkapkan, fenomena korupsi di dalam suatu negara yang menganut asas keadilan sosial karena korupsi tertanam dalam karakteristik masyarakat sebagai respons adaptif terhadap upaya bertahan hidup. Asas keadilan sosial juga dianut sebagai turunan dari karakteristik masyarakatnya.

Di Indonesia, menurut Fahmi Idris, korupsi dapat terjadi karena adanya karakteristik berupa keberanian, musyawarah mufakat (karakteristik sosial out-grup), fleksibilitas ekonomi (karakteristik rasional individual), dan afektivitas ekstrem (karakteristik emosional individual). Di sisi lain, lanjut Fahmi Idris, keadilan sosial dapat dianut karena adanya karakteristik religiusitas yang tinggi pada masyarakat Indonesia.

Menurut Fahmi Idris, fenomena korupsi dapat dicegah dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan refleksi dialogis dan pendekatan kultural. Pendekatan refleksi dialogis merupakan respons adaptif individual terhadap upaya bertahan hidup dan bersifat universal sehingga terdapat pada semua warga negara yang memiliki kapasitas berpikir yang cukup ditandai dengan kedewasaan dan kesehatan psikologis.

Sementara pendekatan kultural dengan memanfaatkan karakteristik masyarakat yang pada gilirannya juga merupakan respons adaptif masyarakat secara kolektif terhadap upaya bertahan hidup. Pendekatan kultural ini bersifat partikular, otomatis dan mudah dijalankan.

"Kedua pendekatan ini dapat diterapkan pada tatanan moral karena menggunakan agen-agen pembentuk moral masyarakat yaitu tokoh-tokoh agama sebagai salah satu deliberator yang memanfaatkan karakteristik masyarakat Indonesia yang religius. Namun, agen-agen deliberator yang menggunakan pendekatan refleksi dialogis mungkin sulit untuk mengubah tatanan moral masyarakat karena rasionalitas bukanlah komponen dari karakteristik masyarakat Indonesia. Walaupun begitu, deliberator dengan pendekatan refleksi dialogis dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi pemberantasan korupsi lewat instrumen rasional seperti hukum atau infrastruktur pemberantasan korupsi yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan masyarakat dengan dimotivasi oleh ajaran agama," ujar Fahmi Idris dalam keterangannya, Senin (26/7/2021).

Fahmi Idris menilai moralitas adalah bagian sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi. Menurutnya, moralitas harus benar-benar menghakimi perilaku politik. Sama seperti moralitas, perilaku politik juga bentuk respons manusia terhadap usaha bertahan hidup yang dibentuk oleh budaya dan juga refleksi dialogis manusia sehingga apapun unsur turunan dari kedua respon adaptif ini harus saling mendukung.

Moralitas membentuk aturan-aturan yang perlu dipatuhi manusia untuk bertahan hidup secara kolektif. Sementara politik, adalah usaha-usaha individual untuk bertahan hidup. Politik dapat mengorbankan masyarakat dan moralitas dapat mengorbankan individual.




(rfs/jbr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork