Polres Metro Jakarta Barat masih menyelidiki terkait viral 'diperas kartel kremasi' dalam kremasi jenazah COVID-19. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan polisi untuk mengungkap fakta sebenarnya.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo mengatakan saat ini pihaknya masih terus melakukan pemanggilan saksi-saksi dalam upaya penyelidikan itu. Pemeriksaan saksi-saksi ini bertujuan untuk menggali apakah ada tindak pidana di dalamnya.
"Sampai saat ini kami telah memanggil sebanyak 7 orang saksi terkait kasus dugaan praktik 'kartel kremasi' yang sempat viral di Jakarta Barat," kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo dalam keterangannya, Jumat (23/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono mengatakan para saksi ini dari pihak rumah duka, krematorium dan juga orang yang menyebarkan berita viral.
"Dua orang adalah dari pihak pengelola Rumah Duka Abadi, satu orang dari pihak yang membuat berita viral kemudian satu orang pihak pengelola krematorium di Karawang dan yang lain adalah saksi-saksi terkait yang sudah kita periksa," jelas Joko.
Staf Krematorium Diperiksa
Pada Jumat (23/7) kemarin, polisi memeriksa 3 orang saksi dari Karawang, Jawa Barat. Salah satu saksi adalah staf krematorium Yayasan Mulia.
"Iya memang ada tiga orang yang diperiksa. Tapi yang dua saksi di luar dari staf Yayasan Mulia," ujar Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat Iptu Avrilendy saat dimintai konfirmasi, Jumat (23/7/2021).
Dimintai konfirmasi secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono menyebut tiga orang tersebut merupakan hasil pengembangan dari pemeriksaan saksi-saksi sebelumnya.
"Iya (pengembangan) yang di Jakbar. Ini sekarang anggota lagi pada menyebar untuk melakukan pemeriksaan pengembangan," kata Joko.
Kasus ini mengemuka setelah sebuah curhatan berjudul 'diperas kartel kremasi' muncul di media sosial. Dalam tulisan itu disebutkan keluarga jenazah pasien COVID-19 harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk biaya kremasi, pelarungan dan lain-lain.
Bersama dengan tulisan itu beredar pula foto kuitansi Rumah Duka Abadi. Terkait hal itu, Rumah Duka Abadi sudah angkat bicara.
Simak penjelasan Rumah Duka Abadi di halaman selanjutnya
Tonton juga Video: Heboh Warga di Bondowoso Rebut Jenazah Corona-Peti Dibakar
Penjelasan Rumah Duka Abadi
Dalam keterangan resmi dari Marketing dan Bisnis Development Rumah Duka Abadi, Indra Palus, yang diterima, Kamis (22/7/2021), Rumah Duka Abadi menegaskan status mereka sebagai yayasan dan bukan krematorium. Rumah Duka Abadi memang memberikan jasa pemulasaraan jenazah, tetapi dalam kasus ini, Rumah Duka Abadi mengaku hanya membantu mencari jalan agar keluarga mendiang mendapat akses ke krematorium.
"Pada hari Rabu, tanggal 14 Juli 2021, keluarga jenazah dari almarhum Tn. Kenny almarhum menghubungi Rumah Duka Abadi di Jalan Daan Mogot Jakarta Barat, meminta jasa pemulasaraan jenazah. Selain meminta jasa pemulasaraan jenazah, keluarga jenazah meminta bantuan Rumah Duka Abadi untuk mencarikan krematorium. Keluarga jenazah mengatakan bahwa krematorium-krematorium yang ada di Jakarta dan sekitarnya sudah dihubungi, tetapi semuanya menolak dengan alasan sudah penuh atau tidak menerima jasad jenazah COVID," ujar Indra.
Indra menyebut Rumah Duka Abadi terlebih dahulu menawarkan jasa pemakaman almarhum Tn Kenny. Indra menyebut, atas desakan dan permintaan keluarga, jenazah tersebut tetap dikremasi dan pihaknya disebutnya mencarikan jalan dengan menghubungi semua relasi agar mendapatkan akses ke krematorium.
"Sehingga kemudian disanggupi oleh Krematorium di Cirebon melalui marketing/penghubung bernama Syahlani. Rumah Duka Abadi menanyakan harga jasa kremasinya dan dijawab bahwa harga jasa kremasinya adalah Rp 45 juta. Informasi harga jasa kremasi tersebut disampaikan kepada penanggung jawab jenazah bernama Ibu Astrid. Penanggung jawab jenazah menyetujuinya, sehingga kemudian Rumah Duka Abadi menyampaikan informasi rincian biaya-biayanya, yakni terdiri dari; harga peti jenazah yang dipilih dan disetujui Rp 25.000.000; biaya kremasi Rp 45.000.000; biaya transportasi pengurusan jenazah, termasuk untuk antar ke krematorium di Cirebon Rp 7.500.000; biaya pemulasaraan jenazah Rp 2.500.000. Total Rp 80.000.000," ujar Indra.
Indra menyebut Astrid selaku penanggung jawab jenazah tidak menyampaikan keberatan apapun dan langsung mengirim uang Rp 80 juta kepada Rumah Duka Abadi (tanda sepakat tanpa paksaan). Rumah Duka Abadi kemudian mengaku mengirimkan uang biaya kremasi dan ambulans ke Krematorium Cirebon secara transfer ke rekening bank atas nama Jairus Sinaga selaku marketing atau penghubung krematorium tersebut.
"Namun, di tengah perjalanan, ambulans diminta kembali ke Abadi karena jadwal kremasi sudah terisi jenazah lain (info dari rekanan kremasi), baru ada lagi pada hari minggu tanggal 18 Juli 2021," ujar Indra.
Penjelasan Masalah
Indra membeberkan penjelasan masalah terkait dugaan 'kartel kremasi' ini. Ada tiga poin penjelasannya. Berikut ini 3 poin penjelasan masalah dari pihak Rumah Duka Abadi:
1. Bahwa hubungan antara Rumah Duka Abadi dengan pihak penanggung jawab jenazah, yakni Ibu Astrid merupakan hubungan sukarela, tanpa ada paksaan apapun. Keluarga jenazah dan masyarakat seharusnya sudah paham bahwa sulitnya mendapatkan layanan jasa kremasi dari krematorium-krematorium yang ada merupakan akibat tingginya angka kematian akhir-akhir ini akibat pandemi. Namun dalam keadaan demikian terbuka alternatif lainnya, yakni jenazah dikuburkan dengan cara menurut protokol penanganan jenazah korban COVID seperti biasanya, sehingga tidak mengakibatkan timbulnya biaya yang lebih besar. Artinya, cara kremasi yang dipilih oleh penanggung jawab jenazah tersebut ditentukan secara sadar tanpa paksaan apapun dari siapa pun.
2. Bahwa mengapa biaya kremasi dianggap mahal, maka Rumah Duka Abadi tidak dalam kapasitas dan kedudukan hukum untuk menjawabnya. Hal tersebut dapat ditanyakan kepada krematorium dan marketing atau penghubung krematorium yang bersangkutan.
3. Bahwa tuduhan adanya kartel krematorium dan pemerasan yang dialamatkan kepada kami merupakan tuduhan yang sesat dan tidak berdasar hukum. Berdasarkan Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pada intinya Kartel merupakan 'perjanjian kerja sama antara pelaku usaha dengan pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.'
Kami, Rumah Duka Abadi, bukan usaha krematorium dan bukan pesaing usaha krematorium, serta tidak pernah mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha krematorium untuk mengatur harga yang berakibat pada praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kami juga tidak pernah melakukan pemerasan kepada siapa pun. Tindak pidana pemerasan merupakan delik Pasal 368 KUHP yang menentukan: 'Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri-sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang ataupun menghapuskan piutang, diancam karana pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.'
Hubungan kami dengan penanggung jawab jenazah tersebut adalah berdasarkan kesepakatan yang terbuka dan penanggung jawab jenazah atau keluarganya mempunyai pilihan bebas dalam hubungan tersebut. Apalagi kremasi jenazah juga bukan satu-satunya jalan, dan pihak Rumah Duka Abadi sudah menyampaikan dan menjelaskan kepada penanggung jawab keluarga, dimana pihak keluarga pada kejadian ini memohon bantuan menghubungkan atau dicarikan jasa kremasi.
Indra menegaskan isu kartel kremasi yang dialamatkan kepada pihaknya sesat. Rumah Duka Abadi disebutkan memikirkan opsi menempuh jalur hukum.
"Informasi yang disebarkan melalui media sosial (media elektronik) dan media massa tentang adanya Kartel Kremasi dan pemerasan, yang menyasar kepada Rumah Duka Abadi, merupakan informasi yang sesat atau hoax. Untuk itu kami mempertimbangkan untuk menempuh upaya hukum sebagai upaya pemulihan nama baik kami sebagai rumah pemulasaraan jenazah tertua di Indonesia yang selama ini tidak pernah bermasalah dan telah melayani masyarakat dengan baik selama sekitar 60 tahun," ujar Indra.