Pernyataan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi yang meminta agar kartel kremasi ditembak mati menjadi kontroversi. Prasetio dinilai tak menghormati prinsip-prinsip HAM.
Pernyataan Prasetio itu disampaikan kala menanggapi keluhan warga Jakarta Barat mengenai harga kremasi selangit hingga dugaan praktik 'kartel kremasi'. Prasetio menilai semestinya para pengusaha rumah duka jangan mengambil kesempatan di tengah musibah.
"Sekali lagi para pengusaha rumah duka itu juga jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan atau penumpukan obat-obatan," kata Prasetio kepada wartawan, Senin (19/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Minta Kapolda Tembak Mati Kartel Kremasi
Bahkan politikus PDIP itu mengaku telah membahas praktik-praktik serupa bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran. Menurutnya, praktik ini lebih jahat daripada kasus korupsi ataupun narkoba.
"Saya minta kepada Kapolda pernah saya bicara dengan Pak Kapolda hal-hal seperti itu harusnya lebih jahat daripada narkoba, lebih jahat dari korupsi, tembak mati aja saya bilang gitu," tegasnya.
Selain soal kartel kremasi, Prasetio juga menyoroti maraknya kartel obat-obatan COVID-19. Atas hal ini, dia meminta kesadaran tiap pengusaha tentang kondisi warga Jakarta yang terpuruk akibat pandemi COVID-19 ini.
"Saya minta tolong kepada para pengusaha ya sadar diri lah kondisi republik ini, khususnya Jakarta memang sedang force majeure," ujar Prasetio.
"Jadi jangan tiap hari juga kita sensitif sekali. Ambulans (lewat) pakai APD meninggal dunia. Tolong itu dihargailah. Kita semua dalam kondisi yang sedang tidak baik untuk masalah COVID-19 ini," sambungnya.
Pernyataan Prasetio dikecam LBH Jakarta. Simak pernyataan LBH Jakarta di halaman berikutnya.
LBH Jakarta Kecam Prasetio
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kemudian angkat suara. LBH mengecam pernyataan Prasetio yang meminta agar kartel kremasi ditembak mati.
"Tindakan tersebut mencerminkan ketidaktahuan seorang ketua DPRD tentang prinsip-prinsip penegakan hukum dan hak asasi manusia dan membahayakan nyawa warga negara karena mendukung tindakan berlebihan (eksesif) dari kepolisian yang selama ini sering terjadi berupa penembakan, penyiksaan, pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) dan penganiayaan terhadap tersangka tindak pidana," demikian keterangan tertulis dari LBH Jakarta, Rabu (21/7/2021).
LBH Jakarta menjelaskan hak atas hidup seseorang bersifat 'non derogable rights', yang berarti tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun. Hal itu pula diatur dalam Pasal 28 A UUD 1945 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, dan International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.
"Menembak mati pelaku kartel bukanlah solusi yang tepat bagi penegakan hukum di masa pandemi. Hal tersebut akan mencerminkan penegakan hukum yang eksesif dan cenderung menimbulkan masalah baru, yakni pelanggaran HAM, dan tidak menyelesaikan masalah korban praktik kartel kremasi. Yang harus dilakukan oleh Kepolisian adalah mencari pelaku kartel dan melakukan pendekatan persuasif agar tidak memanfaatkan situasi, karena belum ada pasal yang dapat menjerat pelaku kartel," beber LBH Jakarta.
Prasetio Diminta Cabut Pernyataan
Atas hal itu, LBH Jakarta mendesak Prasetio mencabut pernyataannya. Prasetio disarankan memakai kewenangannya dalam pengawasan terhadap Pemprov DKI Jakarta di kasus kremasi jenazah ini.
"Prasetio Edi Marsudi selaku Ketua DPRD DKI Jakarta harus mencabut pernyataannya yang meminta Kapolda untuk menembak mati pelaku kartel kremasi karena membahayakan HAM, dan seharusnya Prasetio dapat menggunakan kewenangan pengawasan dari DPRD terhadap Gubernur dan jajarannya tentang kremasi jenazah, termasuk mendesak agar segera dibuat krematorium darurat agar prosesi pemakaman warga yang membutuhkan dapat berjalan dengan baik," ujar LBH Jakarta.