Pegawai Tak Lulus TWK Minta Pimpinan KPK Patuhi Ombudsman

Pegawai Tak Lulus TWK Minta Pimpinan KPK Patuhi Ombudsman

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Rabu, 21 Jul 2021 17:44 WIB
Gedung baru KPK
Gedung KPK (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) meminta pimpinan KPK mengikuti arahan Ombudsman RI (ORI). Ombudsman diketahui telah menyatakan adanya maladministrasi pada proses pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK.

"Kami ingin menggarisbawahi bahwa hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan Ombudsman berupa pemeriksaan dan tindakan korektif yang disampaikan termasuk rekomendasi apabila tindakan korektif ini nanti tidak dilaksanakan, menurut hemat kami secara etika moral semua pihak yang terkait, yang seharusnya dilaksanakan oleh para pihak, demikian pula secara hukum," kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK nonaktif, Rasamala Aritonang, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (21/7/2021).

Selain itu, Rasamala, yang juga termasuk dalam 75 pegawai yang tidak lolos TWK, mengatakan pihak atau lembaga lain yang terlibat dalam proses pelaksanaan TWK juga harus menghormati hasil pemeriksaan Ombudsman. Rasamala juga meminta agar ditelusuri apa motif pada hal ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut hemat kami, hasil temuan tersebut adalah dengan hukum yang diterbitkan lembaga negara yang mesti dihormati dan dilaksanakan oleh semua pihak, apalagi oleh lembaga penegak hukum," kata Rasamala.

"Jadi dari kalau tadi laporan hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh Ombudsman belum sampai menjangkau kepada sebenarnya ada temuan pelanggaran-pelanggaran tersebut, tapi apa motifnya menurut hemat kami ini yang ke depan perlu untuk diperiksa lebih lanjut apa motif di belakang ini," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya, Rasamala mengatakan pemeriksaan motif penting karena hal ini mengakibatkan kerugian pada KPK sendiri. Hal itu, kata Rasamala, dapat dilihat dari keanehan pada penandatanganan berita acara terkait TWK.

"Nah, pemeriksaan motif ini penting dan tujuan di belakang tindakan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian terhadap pemberantasan korupsi secara umum dan kami pegawai secara khusus. Tapi juga terhadap beberapa misalnya kita bisa cek misalnya apa motifnya pejabat-pejabat di bawah pimpinan yang menandatangani berita acara yang rasanya tidak mereka hadiri. Itu adalah fakta yang diungkap oleh berdasarkan hasil laporan Ombudsman," ujarnya.

"Jadi menandatangani berita acara yang rasanya tidak mereka hadiri, melainkan dihadiri oleh pimpinan lembaga. Sebaliknya, apa juga motifnya para pimpinan lembaga tidak menandatangani rapat yang mereka hadiri sendiri, tidak menandatangani berita acara rapat yang mereka hadiri sendiri, ini apa motifnya? Menurut hemat kami, ini perlu ditelusuri lebih jauh nanti. Kami akan pertimbangkan upaya hukum apa yang relevan untuk itu," sambungnya.

Lebih lanjut Rasamala juga mempertanyakan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana yang mengajukan sendiri soal usulan pelaksanaan TWK. Rasamala menyebut BKN tidak memiliki kuasa untuk asesmen yang diterima oleh dirinya dan pegawai lainnya.

"Misalnya lagi contoh yang lain misalnya, apa motif Kepala BKN mengajukan diri untuk melaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan, padahal diketahui lembaganya tidak berkompeten atau tidak memiliki instrumen dan asesor untuk melaksanakan TWK sebagaimana disampaikan dalam temuan hasil pemeriksaan Ombudsman," ujarnya.

"Jadi ketemu dilihat sudah tahu tidak punya instrumen, tidak punya penguasaan di bidang itu, tetapi mengusulkan untuk melakukan asesmen, apa motifnya," tambahnya.

Simak video 'Ombudsman Temukan Maladministrasi Proses Alih Status Pegawai KPK':

[Gambas:Video 20detik]



Sebelumnya, Ombudsman RI mengungkap Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak kompeten dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK. Apa sebabnya?

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan BKN awalnya mengusulkan dalam rancangan Peraturan KPK agar TWK ini dilakukan oleh KPK bekerja sama dengan BKN. Namun, menurut Robert, pelaksanaannya malah dilakukan sepenuhnya oleh BKN.

"Namun, untuk kasus ini, ternyata dalam pelaksanaannya BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen, dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut," ucap Robert dalam konferensi pers, Rabu (21/7).

"Yang BKN punya itu alat ukur terkait dengan seleksi CPNS, tapi tidak untuk kasus terkait alih status pegawai KPK," imbuhnya.

Oleh karena BKN disebut Robert tidak memiliki alat ukur, BKN menggunakan instrumen dari Dinas Psikologi Angkatan Darat. Namun nyatanya, disebut Robert, BKN tidak memiliki dasar yang jelas.

"Menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi Angkatan Darat yang mendasarkan pelaksanaannya pada Keputusan Panglima Nomor 1078 Tahun 2016 mengenai Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Personel bagi PNS atau TNI di lingkungan TNI, dan BKN tidak memiliki atau menguasai salinan keputusan Panglima tersebut," ucap Robert.

"Karena dia tidak memiliki, maka kita kemudian sulit untuk memastikan kualifikasi para asesor yang dilibatkan, yaitu Dinas Psikologi Angkatan Darat, Bais TNI, Pusintel Angkatan Darat, BNPT, BIN," imbuhnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads