Seorang kepala desa di Sragen, Jawa Tengah, bikin ribut lantaran menyebut-nyebut 'enak zaman PKI' di balihonya yang kontroversial. Memangnya, apakah pernah ada periode sejarah Indonesia yang disebut sebagai 'zaman PKI'?
Lazimnya, periode sejarah Indonesia setelah kemerdekaan disebut dengan istilah zaman Orde Lama, zaman Orde Baru, era Reformasi, dan belakangan ada pasca-Reformasi. Namun kini muncul istilah sembarangan lewat spanduk di pojok Sragen: zaman PKI.
Orde Lama adalah zaman Presiden Sukarno, Orde Baru adalah zaman Presiden Soeharto, era Reformasi adalah babak akhir Presiden Soeharto yang berpuncak pada lengsernya Soeharto. Pasca-Reformasi, presiden RI silih berganti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Namun, sepanjang sejarah pasca-Kemerdekaan RI, tidak pernah ada presiden dari PKI. Paling banter, PKI masuk parlemen. DN Aidit, yang pernah menjadi Sekjen dan Ketua PKI, juga pernah masuk parlemen.
Dikutip dari Kepustakaan Presiden Perpusnas, DN Aidit pernah menjabat Wakil Ketua MPRS dengan kedudukan sebagai menteri dalam Kabinet Kerja III (1962-1963), hingga Wakil Ketua MPRS Kabinet Dwikora I (1964-1966).
![]() |
Ada juga Amir Syarifuddin. Dia adalah politikus PKI yang menjabat Perdana Menteri RI pada 1947-1948. Amir juga pernah menjadi Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan pada tahun-tahun sebelumnya.
![]() |
PKI memang pernah ada sebagai partai politik yang sah di Indonesia. Tapi itu dulu, sekarang tidak. Berikut adalah sekelumit kilasan eksistensi PKI:
Tonton juga Video: Hujan Disertai Angin, Baliho di Tasikmalaya Roboh-Menimpa Mobil
Zaman awal PKI
Dikutip dari Guide Khazanah Arsip ANRI, diakses Sabtu (17/7/2021), PKI adalah salah satu partai politik yang pernah ada di Indonesia. Sosialis Belanda bernama Henk Sneevliet mendirikan Asosiasi Sosial Demokratik Hindia (ISDV) pada 1914. Sneevliet dicokok pemerintah kolonial dan diusir dari Hindia ke Belanda pada Desember 1918.
Ide-ide Sneevliet di ISDV terus dibawa sampai ke Sarekat Islam (SI), muncullah faksi SI Merah pimpinan Semaoen, yang selanjutnya keluar dari SI dan membentuk Perserikatan Komunis Hindia (PKH). Dikutip dari situs Kepustakaan Presiden Perpusnas, nama PKI dengan kepanjangan 'Partai Komunis Indonesia' terjadi pada 1924.
PKI melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda pada 1924. PKI melakukan pemberontakan Madiun pada 1948 saat Indonesia sudah merdeka. Ujung pemberontakan Madiun, Amir Syarifuddin dieksekusi mati pada 19 Desember 1948.
Zaman Pemilu 1955
PKI mengikuti Pemilu 1955. Pemilu itu dimenangi PNI dengan suara terbanyak urutan pertama, disusul Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU). PKI mendapat urutan ke-4.
![]() |
Pada 1965, PKI adalah partai komunis ketiga terbesar di dunia setelah Partai Komunis di Uni Soviet dan Partai Komunis China.
Zaman '65
Pada 30 September 1965, terjadi peristiwa pemberontakan berdarah yang menewaskan banyak tokoh, kemudian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi. PKI dikejar sebagai pelaku pemberontakan.
PKI dibubarkan pada 1966 lewat TAP MPRS No XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia. PKI menjadi organisasi terlarang di seluruh Indonesia.
Zaman pembantaian PKI
Selanjutnya, ada periode pembantaian massal yang dikenal dengan istilah 'peristiwa pasca-65'. Pada zaman berburu PKI ini, semua kader, simpatisan, dan orang yang dituduh PKI dibunuh.
"Peristiwa G30S 1965 secara faktual diikuti oleh pembunuhan massal di berbagai daerah di Indonesia. Pembunuhan itu tak pernah diungkap dalam pendidikan sejarah, baik proses maupun jumlah korbannya," tulis sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam dalam Archipel di situs Open Edition Journals.
Sentimen anti-PKI menyeruak. Berdasarkan mandat yang diperoleh Presiden Sukarno, Mayor Jenderal Soeharto bergerak membentuk Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada 10 Oktober 1965. Dia menjadi Panglima Kopkamtib. Kopkamtib meluncurkan, mendukung, dan mendorong kampanye anti-komunis. PKI dilarang dan secara fisik dihancurkan.
"Operasi-operasi militer disertai oleh balas dendam pribadi dan kelompok, dengan akibat banyak orang yang tidak berdosa lenyap, terutama dari kalangan masyarakat Tionghoa," tulis Victor M Fic dalam buku 'Kudeta 1 Oktober 1965'.
Jumlah resmi dari korban yang terbunuh adalah 78.500 orang. Angka ini disampaikan oleh Komisi Pencari Fakta di bawah Mayor Jenderal Sumarno. Komisi Pencari Fakta itu sendiri dibentuk pada akhir Desember 1965 oleh Presiden Sukarno, saat pembantaian masih berlangsung.
Survei Kopkamtib menggunakan bantuan 150 orang sarjana pada 1966 mengemukakan angka 1 juta orang tewas. Pembagiannya, 800 ribu di antaranya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta 100 ribu di Bali dan Sumatera. Namun angka 1 juta orang tewas ini juga dianggap terlalu banyak.
Pada Juli 1976, Komandan Kopkamtib saat itu, yakni Soedomo, menyampaikan angka setengah juta orang tewas. Bukti yang mendasari angka tersebut tidak jelas.
Martin Eickhoff dkk dalam '1965 Today: Living with the Indonesian Massacres' menyebut jumlah setengah juta orang tewas pada 1965-1968. Jutaan penyintas dan keluarganya kehilangan hak sebagai warga negara. Itu adalah pembalasan yang keras terhadap kaum kiri.
Maka habislah cerita PKI. Lalu adakah zaman PKI?
Selanjutnya, sekilas soal baliho 'enak zaman PKI':
Soal baliho 'Enak Zaman PKI'
Baliho itu memang sudah diturunkan pada Rabu (14/7) sore lalu, namun foto baliho sudah kadung diketahui orang. Baliho itu dipasang Kades Jenar, Sragen, bernama Samto. Begini bunyi spanduknya.
IKI JAMAN REVORMASI, ISIH PENAK JAMAN PKI
AYO PEJABAT MIKIR NASIBE RAKYAT.
PEJABAT SENG SENENG NGUBER UBER RAKYAT KUI BANGSAT
PEGAWAI SENG GOLEKI WONG DUWE GAWE IKU KERE
PEGAWAI SING SIO KARO SENIMAN SENIWATI KUWI BAJI**AN
Terjemahan Bahasa Indonesia:
Sekarang zaman reformasi Masih enak zaman PKI
Ayo pejabat memikirkan nasib rakyat
Pejabat yang suka mengejar rakyat itu bangsat
Pegawai yang suka mencari orang punya hajat itu kere
Pegawai yang menyia-nyiakan seniman seniwati itu baji**an