Masih ingat viral di media sosial tentang kue klepon tidak Islami beberapa waktu lalu? Ternyata ada netizen dari Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisial AF (46) yang harus menghuni bui gara-gara status #SaveKlepon di Facebook-nya. Bagaimana ceritanya?
Sebagaimana tertuang dalam putusan yang dilansir website Pengadilan Tinggi (PT) Mataram, Rabu (7/7/2021), kasus bermula saat AF yang beragama Islam menulis di wall Facebook-nya pada 21 Juli 2020:
KALAU SEMUA CARA ARAB DIANGGAP ISLAMI, LAMA LAMA RUKUN IMAN NAMBAH JADI 7, YANG TERAKHIR PERKOSA PEMBANTU! #SAVEKELEPON
Pada 25 Juli 2020, ia kembali menulis:
MUNGKIN BAGINDA NABI AKAN KENA SERANGAN JANTUNG KALAU MELIHAT KETOLOLOAN KADRUN PENYUNDAL AGAMA 212 INI
Status Facebook di atas dibaca netizen dan ada yang tidak terima. AF akhirnya ditahan aparat kepolisian. AF kemudian diproses dengan menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pada 12 Agustus 2020, MUI NTB membuat pendapat terhadap postingan AF yang menilai ucapan AF sangat salah dan sangat menyakitkan dan kata-kata itu, termasuk penistaan agama.
Pada 4 Februari 2021, Pengadilan Negeri (PN) Mataram menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan. AF dinyatakan bersalah melanggar tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian masyarakat tertentu berdasarkan agama.
Vonis di atas sesuai dengan tuntutan jaksa. Atas hal itu, AF tidak terima dan mengajukan banding. Gayung bersambut. Majelis tinggi menurunkan hukuman AF.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sejumlah Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan," kata majelis yang diketuai I Gede Mayun.
Majelis menilai hukuman 2 tahun penjara terlalu berat dan kurang adil bagi AF. Selain itu, tujuan penjatuhan pidana bukan semata-mata untuk pembalasan, tapi bertujuan pembinaan agar terdakwa menginsafi perbuatannya dan tidak mengulangi perbuatannya.
"Terdakwa adalah orang terpelajar mestinya menyampaikan kritik atau saran dapat dilakukan di forum yang resmi, bukan dengan cara memposting di akun Facebook-nya yang dapat dibaca oleh semua lapisan masyarakat," ucap majelis.
Tonton juga Video: Banyak Remaja Pelaku Penodaan Agama Dijerat UU ITE
(asp/mae)