Presiden Direktur PT Aneka Gas Industri Rachmat Harsono menepis kemungkinan terjadi penimbunan oksigen tabung seiring dengan melonjaknya jumlah orang yang terpapar virus Corona dalam dua pekan terakhir. Kalaupun oksigen untuk kepentingan medis sulit di lapangan, hal itu lebih karena lonjakan permintaan rumah sakit dan masyarakat.
"Kalau ada yang menimbun (oksigen) saya rasa nggak. Mau nimbun berapa banyak, nyimpen di mana? Ini kan butuh tangki khusus dan harus terisolasi dengan baik," kata Rachmat, yang juga Ketua Komite Pengarah Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) kepada tim Blak-blakan detikcom, Selasa (6/7/2021).
Untuk bisa menimbun oksigen, ia melanjutkan, itu sulit karena pengoperasiannya perlu memperhatikan aspek keselamatan (K-3) yang ketat. Selain itu, setiap tabung oksigen sudah teregister di Kementerian Perindustrian. Beda dengan penimbunan masker barang lain, tidak ada registrasinya akan sangat mudah untuk menimbunnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pemerintah Buka Opsi Impor Oksigen |
Kementerian terkait, ia melanjutkan, tahu dengan pasti data peredaran tabung oksigen berapa, di mana. Apalagi oksigen biasanya disimpan dalam tangki-tangki besar yang sulit untuk dipindah-pindah atau disembunyikan. "Kalau tiba-tiba hilang dan bergerak (tanpa diketahui jejaknya) nggak mungkin," tegas Rachmat Harsono, yang juga menjabat Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Lonjakan permintaan oksigen tak cuma dilakukan rumah sakit akibat membeludaknya pasien COVID, sebagian masyarakat juga melakukan panic buying. Ada anggota masyarakat yang latah ikut membeli oksigen cuma untuk persediaan pribadi dan keluarganya, bukan karena memang akan digunakan mendesak. Kepanikan juga kemungkinan dipicu karena banyak warga yang mencari atau membeli oksigen ke Pasar Pramuka, padahal di Jabodetabek ada 60 distributor besar.
"Pasar Pramuka itu jangan dijadikan barometer nasional. Itu kan kelas pedagang kecil," kata putra sulung Arief Harsono, pendiri Samator (produsen oksigen terbesar di Indonesia) yang beberapa hari lalu berpulang karena COVID-19, itu.
Rachmat Harsono memastikan kapasitas produksi oksigen yang mencapai 1.700 ton per hari sebetulnya akan mencukupi kebutuhan masyarakat. Apalagi pemerintah telah meminta agar 70% oksigen yang selama ini biasa digunakan kalangan industri akan sepenuhnya untuk kepentingan medis. Sebab, biasanya kebutuhan gas untuk medis setiap hari sekitar 400 ton, tiba-tiba melonjak menjadi seribuan ton.
Dengan kapasitas produksi sebesar itu, dia pribadi menilai impor oksigen belum diperlukan. Sampai Selasa kemarin pun impor belum dilakukan. Dia memperkirakan impor akan benar-benar dilakukan bila lonjakan pasien COVID semakin tinggi.
"Kalau misalnya ada rencana impor dari Taiwan dan segala macam yang siap impor ya siap-siap saja. Tapi kalau memang nggak butuh, buat apa sih kita impor," kata Rachmat. Apalagi ada risiko potensi jumlah yang dibeli kemudian setiba di Tanah Air otomatis akan berkurang selama dalam perjalanan.
Simak Video: Wagub DKI Minta Warga Tak Perlu 'Nyetok' Oksigen di Rumah