Satgas COVID-19 meminta pemerintah daerah meningkatkan pengawasan sebaran virus Corona sampai ke paling kecil. Sebab, hal itu merupakan esensi dari implementasi PPMKM Mikro.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan penting untuk melihat hingga tingkat terkecil karena permasalahan di tingkat kelurahan dan kab/kota mungkin saja berbeda. Wiku mengatakan cara melihat besaran masalah ini menjadi faktor penting dalam menentukan penanganan yang efektif dan tepat sasaran.
"Seperti contohnya pada kepatuhan memakai masker di Jawa Barat, jika dilihat di tingkat kab/kota hanya 2 kab/kota yang kepatuhannya rendah. Angka ini terlihat kecil, namun jika dilihat hingga tingkat kelurahan, ternyata sebanyak 451 kelurahan memiliki kepatuhan rendah." ulas Wiku dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (30/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiku menyampaikan Pemerintah Provinsi, terlebih yang wilayahnya mengalami kenaikan kasus COVID-19 tertinggi harus terus memantau kabupaten/kota-nya dalam menginstruksikan desa/kelurahan di bawahnya untuk meningkatkan pembentukan dan kinerja posko. Menurut Wiku, sangat baik bila antarposko saling bertukar informasi dan belajar dari pelaksanaan fungsi posko yang telah berjalan optimal di berbagai kabupaten/kota.
Jika dilihat secara nasional, jumlah posko COVID-19 terus meningkat. Selama 8 minggu terakhir, jumlah posko bertambah sebanyak 1.166 dari yang sebelumnya 18.516, menjadi 19.682 posko.
![]() |
Namun, Wiku menjabarkan dari lima provinsi penyumbang kasus positif tertinggi, hanya DKI Jakarta yang seluruh kelurahannya telah membentuk posko. Peningkatan ini dikejar oleh DKI pada satu minggu terakhir, dengan kenaikan hingga 38,58 persen sehingga pembentukan posko di DKI Jakarta sudah mencapai 100 persen.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi kedua dengan cakupan pembentukan posko tertinggi yaitu sebesar 89,61 persen. Namun, penambahan poskonya cenderung stagnan selama 8 minggu terakhir, dengan rata-rata penambahan posko mingguannya tidak lebih dari 1 persen. Padahal, kata Wiku, DIY dapat mengejar pembentukan posko pada 10,49 persen kelurahan yang belum melakukannya.
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi provinsi dengan cakupan pembentukan posko yang masih rendah, yaitu kurang dari 60 persen kelurahannya yang sudah membentuk posko. Penambahan rata-rata mingguannya juga tidak lebih dari 1 persen pada 8 minggu terakhir. Hal ini menyebabkan masih adanya sekitar 50-60 persen kelurahan di tiga provinsi ini yang belum membentuk posko.
![]() |
Perkembangan pembentukan posko yang lambat ini, ditegaskan Wiku, tidak dapat ditoleransi lagi, mengingat pandemi membutuhkan penanganan yang cepat. Ia menekankan posko dibutuhkan agar PPKM Mikro dapat berjalan efektif
"Dimohon kepada seluruh provinsi ini untuk kembali aktif dalam membentuk posko pada kelurahan-kelurahan yang belum memiliki posko sehingga pelaksanaan PPKM Mikro dapat berjalan dengan efektif," pesan Wiku.
Wiku menambahkan berdasarkan laporan yang diterima Satgas COVID-19, edukasi dan sosialisasi 3M menjadi kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh anggota posko, disusul pembagian masker dan penegakan disiplin. Di sisi lain, penyemprotan disinfektan, pembubaran kerumunan, menegur kegiatan kerumunan, dan melakukan tracing yang merupakan hal krusial, justru implementasinya masih rendah yaitu dibawah 1 persen dari kegiatan yang telah dilakukan.
Wiku mengingatkan kegiatan-kegiatan krusial harus lebih gencar dilakukan oleh posko masing-masing daerah, utamanya pada 5 Provinsi penyumbang kasus tertinggi ini.
"Segera bentuk posko pada desa dan kelurahan yang belum membentuk, serta pastikan empat fungsi posko berjalan dengan maksimal karena posko yang berfungsi optimal akan sangat berdampak dalam menekan dan menurunkan kasus," ujar Wiku.
Ia menerangkan, keterlibatan unsur-unsur masyarakat dalam pelaksanaan fungsi posko juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Jumlah babinsa, bhabinkamtibmas, tim medis, relawan dan tokoh masyarakat yang terlibat komposisinya mesti sesuai dengan kebutuhan dan seluruhnya harus menjalankan tugasnya masing-masing.
Wiku berpesan, masyarakat juga harus terlibat dalam meningkatkan perkembangan kinerja posko secara konsisten dan tidak hanya pada saat situasi genting saja.
"Apabila kita lengah, maka butuh waktu lebih lama untuk memperbaiki keadaan, karena berkaca dari pengalaman sebelumnya bahwa fenomena lonjakan kasus baru bisa kembali terkendali setelah 6-7 minggu setelahnya," urai Wiku.
Simak juga 'Satgas: PPKM Mikro Tetap Jadi Strategi Penanganan Corona RI':