KPK Watch Indonesia mengajukan judicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). KPK Watch Indonesia meminta MK menyatakan tes wawasan kebangsaan (TWK) inkonstitusional dan memerintahkan BKN dan KPK untuk mempekerjakan kembali pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lulus TWK.
"Memerintahkan kepada BKN dan KPK untuk mempekerjakan kembali dan tidak memberhentikan dengan hormat maupun tidak hormat pegawai KPK yang berstatus sebagai TMS dengan tetap memberikan hak sesuai dengan imbalan yang diterima saat sebelum alih status sampai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo," demikian bunyi permohonan provisi dalam salinan gugatan yang dilansir website MK, Rabu (30/6/2021).
KPK Watch Indonesia menilai TWK sebagai dasar menentukan seseorang diangkat atau tidak diangkat menjadi ASN telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan 'Negara Indonesia adalah negara hukum'. Peralihan pegawai KPK menjadi ASN pun dalam kerangka negara hukum harus dilakukan dengan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, bukan untuk mengakomodasi kepentingan tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada tataran filosofis, itulah yang membedakan antara konsep negara yang didasarkan hukum (rule of law) dengan konsep yang seakan-akan menggunakan hukum untuk membenarkan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum (rule by the law)," ucap KPK Watch Indonesia yang diwakili Direktur Eksekutif M Yusuf Sahide.
Penggunaan hasil TWK dinilai KPK Watch Indonesia tidak mempunyai landasan hukum pada level teknis. Sebab, tidak ada satu pun aturan dalam UU KPK maupun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Pegawai Aparatus Sipil yang mensyaratkan TWK.
"Padahal transparansi dan akuntabilitas, yang menjadi ciri good governance sebagai syarat negara hukum dalam konteks rule of law, sejak awal tidak adanya kepastian terhadap status pegawai, sehingga tidak sesuai prinsip akuntabilitas dan transparansi," tuturnya.
Oleh sebab itu, KPK Watch Indonesia meminta MK memutuskan frase 'dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan' dalam Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional)
"Sepanjang tidak dimaknai 'dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan 1. Bersedia menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), 2. Belum memasuki batas usia pensiun sesuai ketentuan perundang-undangan'," demikian bunyi petitum KPK Watch Indonesia.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu Mahkamah Agung (MA) menyatakan TWK untuk calon PNS adalah sah dan konstitusional. MA menyatakan PermenPAN-RB Nomor 61 Tahun 2018 (objek hak uji materiil) merupakan kebijakan Termohon (MenPAN-RB) setelah bersama kementerian/lembaga terkait melakukan pembahasan, diskusi, dan konsultasi untuk memperoleh skema atau mekanisme terbaik yang menjamin terlaksananya pengadaan pegawai negeri sipil melalui penilaian yang objektif berdasarkan kompetensi dan kualifikasi persyaratan lain yang dibutuhkan oleh setiap jabatan.
Menurut majelis, PermenPAN-RB Nomor 61 Tahun 2018 (objek hak uji materiil) merupakan pelengkap dari peraturan pelaksana lainnya dalam seleksi CPNS tahun 2018 khususnya terkait optimalisasi pemenuhan kebutuhan/formasi PNS tahun 2018.
"Sekali lagi, sebagai peraturan teknis, objek hak uji materiil diterbitkan dalam rangka melaksanakan tahap seleksi kompetensi dasar (SKD), untuk kemudian dilanjutkan ke tahap seleksi kompetensi bidang (SKB). Hal tersebut sejalan dengan Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, serta tidak menghilangkan 3 (tiga) tahapan seleksi sebagaimana telah ditentukan yaitu seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang," ujar majelis yang diketuai Yulius dengan anggota Is Sudaryono dan Yosran.
(asp/dwia)