Satgas COVID-19 melaporkan peningkatan bed occupancy rate (BOR) atau keterisian tempat tidur rumah sakit di 6 provinsi se-pulau Jawa. Satgas COVID-19 menyebut BOR di 5 provinsi berada di atas 80 persen dan 1 provinsi di atas 60 persen.
Data BOR se-pulau Jawa per tanggal 21 Juni 2021 itu disampaikan oleh juru bicara Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, Rabu (23/6/2021). Dia melaporkan angka keterisian tempat tidur atau BOR yang paling tinggi yakni berada di Jawa Barat dengan 86,36 persen BOR.
Kemudian diikuti pada posisi kedua, DKI Jakarta dengan angka BOR sebesar 86,26 persen. Selanjutnya pada posisi ketiga, yakni Jawa Tengah dengan angka BOR 86,16 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu diikuti berturut-turut DI Yogyakarta dengan BOR 83,39 persen, dan Banten dengan BOR 82,77 persen. Sementara itu yang terendah ialah di Jawa Timur dengan BOR 66,67 persen.
Simak selengkapnya saran Satgas COVID-19 terkait BOR semakin menipis di halaman berikutnya.
Saksikan video 'RS Mulai Penuh Akibat Lonjakan COVID-19, Begini Rencana Menkes':
Wiku pun menyarankan pemerintah di masing-masing provinsi mengambil sejumlah langkah. Dia meminta pemprov segera mengkonversikan tempat tidur di rumah sakit.
Selain itu, ia menyarankan agar fasilitas isolasi terpusat juga dibangun di masing-masing wilayah.
"Selain itu, dapat juga dilakukan konversi tempat tidur rumah sakit, atau menyediakan fasilitas isolasi terpusat di masing-masing wilayah agar beban dapat terbagi dan rumah sakit tidak kewalahan menangani pasien. Apabila seluruh provinsi-provinsi ini mampu menurunkan penambahan kasus positif dan meningkatkan kesembuhan, maka dapat mendongkrak angka kesembuhan di tingkat nasional pula," ucap Wiku.
Tak hanya itu, Wiku juga meminta para kepala daerah, khususnya di Pulau Jawa, mulai mengamati situasi perkembangan COVID-19. Dengan demikian, langkah antisipatif bisa segera diambil berkaitan dengan PPKM Mikro.
"Sesuai arahan Presiden pimpinan daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota khususnya di Pulau Jawa, harus terbiasa mengamati situasi terkini dengan membaca data baik sehingga dapat segera dilakukan langkah antisipatif. Jadikan data sebagai basis pengambilan kebijakan penanganan COVID-19 sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat tepat sasaran dan mampu mengendalikan lonjakan kasus," ujarnya.