Pengacara HRS: Harusnya Jaksa Juga Seret Pejabat yang Buat Kegaduhan

Pengacara HRS: Harusnya Jaksa Juga Seret Pejabat yang Buat Kegaduhan

Zunita Putri - detikNews
Kamis, 17 Jun 2021 21:17 WIB
Jadwal Sidang Habin Rizieq Berikutnya 17 Juni, Agenda Duplik
Habib Rizieq Shihan (Dok: kuasa hukum Habib Rizieq)
Jakarta -

Tim pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS) meminta jaksa penuntut umum turut mempidanakan pejabat negara yang kerap membuat kegaduhan karena pernyataan yang dilontarkan mereka. Kenapa?

Awalnya pengacara menjelaskan arti keonaran menurut jaksa, yaitu membuat keresahan dan pro-kontra. Dari pernyataan itulah, pengacara menyimpulkan seharusnya jaksa turut mempidanakan pejabat yang sering membuat pernyataan yang menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

"Logika Penuntut Umum sendiri yang menganggap definisi keonaran sekedar keresahan dan pro-kontra, maka harusnya penuntut umum menyeret mereka seperti menteri atau pejabat setingkat menteri yang justru dalam kondisi ia menjabat posisi menteri negara atau pejabat setingkat menteri sering membuat kegaduhan dan keresahan akibat pernyataan bohong dan tidak bertanggung jawab," kata salah satu pengacara HRS saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (17/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim pengacara lantas memaparkan contoh-contoh pernyataan pejabat yang dinilai membuat gaduh. Berikut daftar pejabat yang tertuang dalam duplik pengacara:

1. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengatakan, "Yang membuat itu menjadi besar adalah penyakit sosial yang ada. Itu sebabnya kejahatan lebih banyak terjadi di daerah-daerah miskin. Slum areas (daerah kumuh), bukan di Menteng. Anak-anak Menteng tidak, tapi coba pergi ke Tanjung Priok. Di situ ada kriminal, lahir dari kemiskinan."

ADVERTISEMENT

Pernyataan ini membuat warga Tanjung Priok sakit hati dan membantah pernyataan Yasonna Laoly tersebut sehingga membuat gaduh se-Tanjung Priok;

2. Terawan Agus Putranto, saat masih menjabat Menteri Kesehatan, sering membuat pernyataan-pernyataan kontroversial dengan menyepelekan saat awal pandemi COVID-19, dengan berbagai pernyataan, seperti menolak dugaan ahli dari Harvard yang menduga COVID-19 sudah masuk ke Indonesia, mengatakan COVID-19 bisa sembuh dengan doa, mengatakan COVID-19 penyakit yang bisa sembuh sendiri. Akan tetapi, sikap Terawan yang menyepelekan penyebaran COVID-19 itu berujung 'hadiah' dari Presiden Jokowi yang menetapkan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebagai Bencana Nasional, melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020. Pernyataan-pernyataan Terawan itu pun membuat kegaduhan seantero nasional;

Baca selengkapnya di halaman berikutnya.

3. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Yudian Wahyudi menyatakan, "Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama," dan juga mengatakan, "Saya mengimbau kepada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi kalau dalam berbangsa dan bernegara."

Pernyataan ngawur yang mempertentangkan agama dengan Pancasila serta kitab suci dengan konstitusi oleh Yudian Wahyudi sebagai kepala BPIP sontak membuat gempar seantero nasional sampai-sampai ormas Islam besar, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan MUI, sebagai wadah bersama ormas-ormas Islam seluruhnya, mengkritik keras pernyataan Yudian Wahyudi yang kemudian membuat kegaduhan luar biasa di tengah masyarakat. Bahkan timbul keresahan di tengah masyarakat yang khawatir akan kebangkitan paham anti-agama di Indonesia;

4. Jaksa Agung RI Burhanuddin Sanitiar, yang dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada 16 Januari 2020, menyatakan, "Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat."

Pernyataan itu menimbulkan kegaduhan dan keresahan di tengah masyarakat, terutama sekali keluarga korban pelanggaran HAM berat dari Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II. Pernyataan Jaksa Agung RI tersebut kemudian digugat oleh keluarga korban peristiwa Semanggi I dan II di PTUN, yang kemudian PTUN memutuskan dengan Nomor Putusan: 99/G/2020/PTUN-JKT, bahwa apa yang disebutkan oleh Jaksa Agung RI terkait Peristiwa Semanggi I dan II, oleh Majelis Hakim PTUN yang mengadili perkara itu dinyatakan sebagai tindakan melawan hukum.

Tim pengacara HRS menilai seharusnya pejabat-pejabat di atas dijerat Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang keonaran seperti Habib Rizieq. Dia menyebut pernyataan empat pejabat itu berbahaya.

"Tapi kemudian faktanya penuntut umum tidak pernah berani menyeret mereka yang bercokol pada tampuk kekuasaan, tapi dengan senang hati melakukan penuntutan kepada Habib Rizieq Shihab, kenapa? Karena Habib Rizieq Shihab kritis terhadap kebijakan zalim penguasa yang tidak berpihak terhadap rakyat," katanya.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Yang Memberatkan HRS dalam Kasus Swab RS UMMI"
[Gambas:Video 20detik]
(zap/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads