Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PDIP Adian Napitupulu mempertanyakan peran Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa terkait nota kesepahaman penelitian vaksin Nusantara. Adian meminta KSAD memberikan penjelasan.
Awalnya Adian merasa terganggu oleh uji klinis vaksin Nusantara yang belum bisa dilanjutkan. Dia mengatakan riset vaksin yang dilakukan dokter Terawan Agus Putranto itu seharusnya didukung.
"Saya kok terganggu dengan pelarangan riset itu loh. Kok kita jadi seolah-olah benci riset, antiriset. China bikin matahari kembar sampai jadi risetnya diberikan, persoalan riset mau dipakai nggak dipakai itu nomor 2. Ini kan risetnya belum kelar, setelah risetnya dipakai dan nggak dipakai itu persoalan lain. Nah tapi kalau kita nggak boleh riset itu gimana ya," kata Adian dalam RDP Komisi VII dengan Konsorsium Riset dan Inovasi Nasional di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adian kemudian menyoroti nota kesepahaman yang diteken oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito terkait penelitian vaksin Nusantara. Dia meminta ketiga pihak memberikan penjelasan kepada Komisi VII.
"Kita buat BRIN, kita punya Menristekdikti riset lagi, kita cuma gemar kata risetnya tapi kenapa kita takut terhadap risetnya. Kata riset banyak kita pakai di mana-mana. Mungkin tidak biar kita tahu, ini kan yang membuat surat itu KSAD, Menkes, BPOM. Hubungannya Kepala Staf Angkatan Darat sama riset apa ya? Nah saya butuh penjelasan itu. Bisa nggak kita panggil mereka kita dengar sama-sama alasannya ini membahayakan kehidupan umat manusia, bisa terjadi mutasi gen, bisa memecah belah NKRI misalnya," kata dia.
"Nah kalau tidak lalu apa alasannya. Kan kita di sini kaum intelektual juga, kaum cendikia juga, kan kita terganggu dong kalau persoalan riset dilarang seperti ini. Gelisah ya. Mungkin tidak kita rekomendasikan untuk memanggil ketiga orang ini?" sambungnya.
Sementara itu, anggota Komisi VII fraksi PKS Tifatul Sembiring meminta agar dukungan diberikan kepada dokter Terawan. Dia merekomendasikan agar uji klinis tahap 3 vaksin Nusantara dilanjutkan.
"Jadi saya setuju dengan beberapa pandangan kawan-kawan tadi, yang terakhir Pak Adian, bahwa Komisi VII kita harus merekomendasikan, mendesak pihak-pihak yang melarang uji klinis itu supaya mengizinkannya. Orang untuk riset apapun tidak membahayakan dan selama itu ilmiah itu tidak boleh dilarang. Namanya riset, namanya penelitian, sekarang gini, kita secara nasional kita rendah," kata Tifatul.
Tifatul mengatakan pembiayaan vaksin Nusantara itu dilakukan secara mandiri. Dia heran ada pihak yang menghalangi riset vaksin Nusantara itu.
"Apa yang dilakukan riset Nusantara yang dilakukan dokter Terawan ini mereka relatif mandiri membiayai. Ini kok juga dihalang-halangi. Sekali lagi saya terlihat memang dokter Terawan ini orang yang jujur dengan risetnya, ini orang baik ini bapak ketua. Orang baik cuma mohon maaf dokter Terawan beliau ini bukan politisi, jadi kurang cocok masuk politik yang airnya nggak bening dokter Terawan, keruh," tutur Tifatul.
Tifatul mendesak agar tak ada lagi pihak yang melarang uji klinis vaksin Nusantara. Dia menilai riset yang dilakukan Terawan tidak membahayakan.
"Kita ini harus mendesak pihak-pihak yang melarang itu apa. Ini kan ujung-ujungnya bisnis ya, sementara apa yang dilakukan dokter Terawan ini ilmiah dan terbukti untuk 2 kali oke bahkan dicoba untuk dirinya sendiri nah ini perlu diapresiasi. Kita ini kadang-kadang nggak jelas itu, siapa melobi siapa, orang-orang yang tidak terkait dengan riset ini kemudian menghalangi riset. Kalau riset sih bebas-bebas aja. Namanya riset diizinkan saja dulu toh tidak membahayakan nyawa manusia," jelasnya.
MoU Penelitian Vaksin Nusantara
Untuk diketahui, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito meneken nota kesepahaman (MoU) terkait penelitian vaksin Nusantara.
MoU itu berisikan tentang 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2'.
Berdasarkan keterangan tertulis Dinas Penerangan TNI AD (Dispen AD), Senin (19/4/2021), penandatanganan MoU ini dilakukan di Markas Besar TNI AD (Mabes AD), Jalan Veteran, Jakarta Pusat (Jakpus).
Penandatanganan MoU ini disaksikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendy.
Nantinya, penelitian dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakpus. Penelitian, tulis Dispen AD, mempedomani kaidah sesuai dengan ketentuan undang-undang dan juga bersifat autologus yang hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri.
Dispen AD menerangkan penelitian tidak dapat dikomersialkan dan tidak perlu persetujuan izin edar. Dispen AD menyebut penelitian bukan kelanjutan dari uji klinis adaptif fase 1 vaksin yang berasal dari sel dendritik autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan spike protein severe acute respiratory syndrome COVID-19 pada subjek yang tidak terinfeksi COVID-19 dan tidak terdapat antibodi COVID-19 atau yang disebut program Vaksin Nusantara.
Tonton juga Video: Terawan 'Bongkar' Wujud Vaksin Nusantara