Beberapa kalangan mengritik perpanjangan relaksasi atau diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Kebijakan itu disorot karena berbenturan dengan wacana pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor pendidikan dan sembako.
Kebijakan perpanjangan PPnBM 0 persen sebenarnya selesai pada Mei 2021. Namun, karena berhasil, maka diperpanjang sampai Agustus 2021.
Program relaksasi PPnBM ini dimulai untuk mobil penumpang 1.500cc dengan kandungan lokal tertentu. Skemanya, per tiga bulan diberlakukan perubahan potongan pajak, yakni Maret-Mei diskon 100 persen, Juli-Agustus 50 persen, dan Oktober-Desember 25 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Maret diskon PPnBM 100 persen diberlakukan terjadi kenaikan hingga 28,85 persen. Lalu pada April 2021, lonjakan penjualan mencapai 227 persen dibanding periode yang sama tahun 2020 lalu.
Sampai saat ini, pemerintah masih berupaya untuk pemulihan ekonomi nasional. Sehingga, memperpanjang keringanan PPnBM dianggap sebagai salah satu jalan yang tepat.
"Kementerian Keuangan sudah senada dengan kami, bahwa PPnBM DTP dapat diperpanjang. Hal ini sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, diperlukan terobosan untuk tetap menciptakan iklim usaha yang kondusif di tengah kondisi pandemi. Ini bertujuan membangkitkan kembali gairah usaha di tanah air, khususnya sektor industri, yang selama ini konsisten berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Minggu (13/6/2021).
Perpanjangan PPnBM Jadi Sorotan
Perpanjangan keringanan PPnBM jadi sorotan beberapa kalangan. Pemerintah diminta adil dalam kondisi pandemi virus Corona (COVID-19) tersebut.
"Pertama pajak itu cermin pelaksanaan administrasi keadilan sosial. Jika pajak sembako dikenakan dan pajak mobil diperpanjang keringanannya tentu jomplang ketidak-adilannya," ucap elit PKS Mardani Ali Sera, saat dihubungi, Minggu (13/6/2021).
Tonton video 'Dedi Mulyadi Tolak Wacana PPN Sembako: Membebani Petani-Pembeli':