Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong, yang meninggal dunia di dalam pesawat saat penerbangan Denpasar-Makassar ternyata pernah mengirim surat pembatalan PT Tambang Mas Sangihe ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat itu dikirim Helmud atas nama pribadi.
Surat tersebut dituliskan dengan tujuan permohonan pertimbangan pembatalan izin operasi pertambangan PT Tambang Mas Sangihe di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Surat itu diketahui yang dikirim Helmud kepada Kementerian ESDM itu bertanggal 28 April lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut isi surat tersebut:
1. Sehubungan dengan diterbitkannya surat izin operasi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) yang diberikan oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan nomor : 163 K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021, dengan luas wilayah Kontrak Karya seluas 42.000 ha, bersama ini kami mohon dipertimbangkan untuk dibatalkan.
2. Pentingnya pembatalan surat izin itu didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Bahwa usaha pertambangan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
b. Bahwa Pulau Sangihe tergolong pulau kecil dengan luasan hanya 737 ha atau 73.700 km bujur sangkar sangat rentan terhadap aktivitas pertambangan,
c. Bahwa aktivitas pertambangan PT TMS berpotensi merusak lingkungan daratan, pantai, komunitas mangrove, terumbu karang dan biota yang ada di dalamnya, bahkan secara signifikan berpotensi meningkatkan toksisitas lingkungan secara masif yang akan membawa dampak negative terhadap manusia dan biota alam,
d. Bahwa penguasaan wilayah pertambangan akan berdampak pada hilangnya sebagian atau keseluruhan hak atas tanah dan kebun masyarakat, bahkan masyarakat secara terstruktur akan terusir dari tanahnya sendiri sehingga akibat jangka panjangnya berpotensi hilangnya struktur kampung, budaya, dan melahirkan masalah sosial baru,
e. Bahwa belajar dari pengalaman wilayah lain secara khusus di Sulawesi Utara, kegiatan pertambangan hanya memberi keuntungan pada pemegang kontrak karya tapi tidak memberi kesejahteraan bagi masyarakat, bahkan meninggalkan kerusakan lingkungan fatal,
f. Bahwa wilayah Sangihe merupakan daerah perbatasan negara jika terjadi konflik akan rawan dari aspek sosial dan pertahanan negara,
g. Bahwa saat ini gelombang penolakan dari rakyat terjadi dengan masif yang berpotensi terjadinya kerusuhan.
3. Dimohon kiranya wilayah pertambangan yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe dapat dijadikan wilayah pertambangan rakyat.
4. Atas perhatian dan kerja sama Bapak Menteri kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Helmud Hontong, SE
Wakil Bupati Kepulauan Sangihe
Tembusan Yth:
1. Menteri Lingkungan Hidup RI
2. Menteri Kelautan dan Perikanan RI
3. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI
Kementerian ESDM pun buka suara terkait surat itu. Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, mengatakan pihaknya telah menerima surat dari Helmud tersebut. Simak selengkapnya
Saksikan juga 'Ramainya Warga Sambut Jenazah Wabup Sangihe Helmut':
Ridwan membenarkan kalau pihaknya telah menerima surat yang dikirim Helmud Hontong. Surat diterima per 28 April 2021.
"Pihak Kementerian ESDM benar telah menerima surat pribadi dari Wabup Kepulauan Sangihe tanggal 28 April 2021," kata Ridwan kepada wartawan, Sabtu (12/6/2021).
Ridwan mengatakan pihaknya saat ini tengah menjadwalkan pertemuan dengan Pemkab Sangihe untuk membahas lebih lanjut.
"Saat ini Ditjen Minerba sedang menjadwalkan pertemuan dengan pihak Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk membahas kegiatan pertambangan PT TMS," tambahnya.
Ridwan mengatakan kegiatan pertambangan PT TMS didasarkan atas kontrak karya yang ditandatangani oleh Pemerintah dan PT TMS pada tahun 1997. Menurutnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah menerbitkan izin lingkungan untuk PT TMS pada tanggal 15 September 2020.
"Di mana dalam izin lingkungan dimaksud disebutkan bahwa lokasi yang akan digunakan PT TMS untuk melakukan kegiatan pertambangan hanya seluas 65,48 Ha dari total luas wilayah sebesar 42.000 Ha," ucapnya.
Ridwan membeberkan, berdasarkan data Ditjen Minerba Kementerian ESDM, total luas wilayah PT TMS yang prospek untuk ditambang adalah 4.500 ha. Dia menyebut luas wilayah itu kurang dari 11 persen dari total luas wilayah kontrak kerja PT TMS.
Adanya gelombang penolakan tambang emas di Kepulauan Sangihe itu, pemerintah turun tangan. Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap luas wilayah kontrak karya PT TMS.
"Berdasarkan evaluasi tersebut, dapat meminta PT TMS melakukan penciutan terhadap wilayah KK (kontrak karya) yang tidak digunakan/tidak prospek untuk dilakukan kegiatan pertambangan," ucap Ridwan.
Ridwan memastikan pemerintah akan terus melakukan pengawasan ketat di lapangan. Hal itu dilakukan untuk memastikan kegiatan pertambangan PT TMS dilakukan sesuai aturan, sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan membahayakan masyarakat.
Muncul petisi daring agar tambang di Sangihe dicabut, simak selengkapnya
Muncul Petisi Minta Izin Tambang di Sangihe Dicabut
Setelah Helmud, muncul juga petisi daring yang menyatakan menolak tambang di Kepulauan Sangihe. Jumlah pihak yang menandatangani petisi saat ini tercatat sudah lebih dari 69 ribu.
Dilihat detikcom, Minggu (12/6/2021) per pukul 01.10 WIB, telah ada 76.766 orang yang menandatangani petisi berjudul 'Sangihe Pulau yang Indah, Kami TOLAK Tambang!' tersebut.
Pihak yang tanda tangan petisi itu terus bertambah. Di situs tersebut tertulis 'petisi ini menjadi salah satu petisi paling banyak ditandatangani di Change.org'.
Petisi itu dibuat oleh Save Sangihe Island (SSI), yang terdiri dari Badan Adat Sangihe, Yayasan Suara Nurani Minaesa, WALHI Sulut, YLBHI-LBH Manado, KNTI-Sangihe, Perkumpulan Sampiri Sangihe, Burung Indonesia, Forwas, FPMS, Kopitu Sangihe, AMAN Sangihe, IMM-Sulut, GAMKI Sangihe, Pemuda GMPU, Komunitas Seni Visual Secret, GP Ansor Sangihe, LMND Sulut, Gapoktan Organic Sangihe, AMPS, Kesatuan Pemuda Pegiat Budaya Sangihe, Kesatuan Kapitalaung (Kepala Desa) Menolak Tambang Sangihe, MPA Anemon, KPA Mangasa Ngalipaeng, KPA Spink, Sangihe Drivers Club, dan Sanggar Seriwang Sangihe.
SSI memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar IUP dari perusahaan tambang di Pulau Sangihe dicabut. Mereka mengenang Jokowi yang pernah datang ke salah satu pulau terluar Indonesia tersebut.
"Sebagaimana Bapak Presiden Jokowi tentu tahu kondisi kami karena sudah pernah datang menginjakkan kaki di Kepulauan Sangihe. Sehingga kami mendesak kepada Bapak Presiden Joko Widodo, agar memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut Ijin Usaha Pertambangan Produksi PT. Tambang Mas Sangihe, membatalkan ijin lingkungan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Utara, dan membiarkan pulau kami tetap seperti saat ini," demikian isi petisi tersebut.
Selain kepada Jokowi, petisi itu ditujukan kepada Menteri ESDM RI Arifin Tasrif, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Dalam petisi itu, disebutkan telah keluar IUP tambang SK Produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021 dengan luas konsesi sebesar 42 ribu hektare (420 km persegi). SSI menyebut luas konsesi tersebut mencapai setengah dari luas Pulau Sangihe yang luasnya 736 km persegi.
"Dalam UU Nomor 1 Tahun 2014, pulau-pulau dengan luas daratan kurang dari 2.000 km persegi dikategorikan sebagai pulau kecil dan tidak boleh ditambang. Sedangkan pulau kami hanya berukuran 736 km persegi. Namun entah apa yang ada di benak para pejabat itu sehingga memberi izin kepada perusahaan asing untuk membongkar daratan pulau ini," katanya.
Mereka khawatir tambang akan membuat lahan pertanian warga hilang. Tambang juga merusak hutan sehingga membuat satwa dan dan tanaman endemik terancam punah.
SSI menyatakan hutan menjadi penopang hidup masyarakat, menjadi hulu dari seluruh sungai yang mengalir di setiap kampung. Keberadaan tambang membuat masyarakat takut mata air terputus dan tercemar.
"Belum lagi, jika tambang yang hendak beroperasi hingga 2054, maka limbah beracunnya, kalau di darat akan masuk ke mata air dan sumur-sumur kami. Jika ke laut, akan mencemari bakau dan karang tempat ikan-ikan kami bertelur dan mencari makan. Lalu kami pun akan memakan ikan yang mengandung racun itu. Ini artinya kami hendak dibunuh perlahan-lahan," ujarnya.