Mahkamah Agung (MA) menyunat vonis eks Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Manalip, dari 4,5 tahun penjara menjadi 2 tahun dengan alasan barang suap belum diterima. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai alasan MA mengada-ada.
"Terkesan mengada-ada. Terjadi kesannya ini seperti versi pembela, meskipun saya tidak menuduh hakim agung membela. Biasanya kan lawyer itu dalam membela perkara korupsi kan beberapa hal seperti itu, dan bisa jadi ini materi di pembelaan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Rabu (9/6/2021).
Boyamin menilai korupsi bukan hanya sekedar menerima barang. Menurut Boyamin, menerima janji juga bisa dikategorikan menerima suap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam istilah korupsi yang berkaitan dengan suap dan gratifikasi bukan sekedar menerima barang, tapi menerima janji itu juga sudah bagian dari suap. Nah kalau alasannya itu barang belum sampai kemudian diringankan, ya sekalian dibebaskan aja, ya jangan diringankan," kata dia.
Boyamin melihat alasan barang gratifikasi belum diterima, memunculkan kesan Sri Wahyumi Manalip tidak tahu-menahu dengan rencana pemberian. Boyamin kemudian menyinggung fakta persidangan bahwa Sri Wahyumi Manalip meminta tas khusus.
"Karena menurut saya, itu menjadi suatu yang seakan-akan Bupati Talaud, Manalip itu seakan-akan tidak tahu-menahu urusannya yang berkaitan dengan rencana pemberian. Padahal, dalam fakta persidangan, setahu saya, justru pihak yang diduga meminta, Manalip, dengan mengatakan tidak mau tasnya sama dengan yang lain, kembar dengan yang lain, harus berbeda. Jadi kan sudah minta hadiah, minta pemberian," paparnya.
Lebih lanjut, Boyamin menilai putusan MA mengurangi vonis Sri Wahyumi memprihatinkan. Sebab, Sri Wahyumi juga telah menerima sebagian suap.
"Soal barang sudah nyampai atau belum itu tidak melepaskan pidananya. Jadi ini ya terus terang saja memprihatinkan. Bahwa pertimbangannya ini, Mahkamah Agung itu kemudian mengatakan barang belum sampai. Karena apa? Karena Manalip yang diduga yang aktif, justru yang meminta dengan syarat di atas nggak boleh sama, itu kan jelas," terang Boyamin.
"Soal barang belum nyampai buru-buru ditangkap KPK, nggak nyampainya kan karena ditangkap KPK, dan barang-barang yang lain juga sudah sampai. Terlepas uang berapa yang diterima, tapi suap itu sudah terjadi, sudah ada kesepakatan dan sebagian dari barang itu sudah sampai. Peristiwanya sudah selesai," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikut
Saksikan video 'Balada Eks Bupati Sri Wahyumi, Bebas dari Bui-Diciduk KPK Lagi':
Boyamin kemudian menyoroti keanehan yang dilakukan MA yang menyunat vonis kasus korupsi. Dia menyinggung napi koruptor Fahmi Darmawansyah yang menyuap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen karena dermawan.
"Memang agak aneh-aneh Mahkamah Agung itu, dulu kasusnya yang dianggap menyuap Kepala Lapas Sukamiskin itu, Darmawansyah itu kan alasannya pertimbangannya karena dia dermawan, masak orang korupsi karena nyuap itu karena dermawan, terus dianggap meringankan, lah besok lagi orang beralasan saya nggak nyuap, saya dermawan," kata dia.
"Karena prinsipnya kalau dermawan itu kepada fakir miskin, anak yatim tidak ada kaitannya perkara. Masak dermawan kepada kepala lapas karena dapat kamar yang baik, ya jelas-jelas suap. Ini banyak hal yang menjadi menurun kualitas pertimbangannya. Meskipun saya menghormati keputusan itu, kita harus menghormati dan mematuhi hukum meskipun dirasa salah," tutur dia.
Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman mantan Bupati Kepualuan Talaud, Sri Wahyumi Manalip, dari 4,5 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara. MA mengungkap alasan penyunatan adalah barang bukti suap yang disiapkan penyuap belum sampai ke tangan Sri.
"Ternyata dan terbukti Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum menerima barang-barang tersebut. Jangankan menerimanya, ternyata Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum pernah melihat barang-barang tersebut, karena Bernard Hanafi Kalalo dan Benhur Laenoh sebelum menyerahkan barang dimaksud terlebih dahulu telah ditangkap petugas KPK di Hotel Mercure - Jakarta," ujar majelis PK yang diketuai Suhadi, dengan anggota Eddy Army dan M Askin.