Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dilibatkan dalam RUU Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Komnas HAM meminta kejelasan terkait kantor perwakilan dan pengadilan HAM di Papua.
Hal itu disampaikan oleh komisioner Komnas HAM Amiruddin dalam rapat Pansus Otsus Papua di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021). Dalam UU Otsus Papua tahun 2021 dijelaskan bahwa ada perintah pendirian pengadilan HAM di Papua.
"Dalam UU kita ini, dalam UU Otsus ini, ada perintah Pasal 45 untuk mendirikan pengadilan HAM di Papua. Sementara itu, sampai hari ini tidak bisa didirikan. Karena kenapa? Karena UU Pengadilan HAM Nomor 26 Tahun 2000 pada tahap awal, pengadilan hak asasi manusia hanya ada di empat kota, yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar," kata Amiruddin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, ini bagaimana dengan perintah UU untuk hal seperti ini?" sambungnya.
Amiruddin kemudian menyinggung soal rencana pemekaran di Papua. Komnas HAM meminta kejelasan soal pendirian kantor perwakilan di tanah Papua.
"Kalau ini pemekaran provinsi jadi berjalan, nah UU Otsus ini memerintahkan adanya kantor perwakilan Komnas HAM di Provinsi Papua. Sekarang ada dua provinsi, tapi kami belum bisa membuka kantor perwakilan di Papua Barat karena harus berkomunikasi lagi dengan pemprovnya," ujarnya.
Amiruddin juga menyoroti sejumlah pasal di RUU Otsus Papua, khususnya soal dana otsus. Selain itu, diingatkan pula untuk fokus pada pendidikan, kesehatan, dan ekonomi di Papua.
"Ini perlu kita di dalam UU ini semacam dasar hukum untuk pendirian kantor perwakilan ini agar dia menjadi lebih kuat dan bisa lebih berperan maksimal untuk menjadi contempart dari pemerintah daerah dalam rangka memajukan perlindungan hak asasi manusia," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Pansus RUU Otsus Papua Komarudin Watubun mengatakan Komnas HAM mengingatkan soal sejumlah pasal yang belum terlaksana dalam UU Otsus Papua. Momentum revisi inilah digunakan untuk perbaikan.
"Teman-teman Komnas HAM ini mengingatkan kembali pemerintah tentang apa yang sudah tertulis dalam otonomi khusus selama 20 tahun ini tidak dilaksanakan sekarang momentum revisi ini harus digunakan sebaik mungkin untuk melaksanakan pasal-pasal itu," kata Watubun saat ditemui seusai rapat.
"Kalau di pasal soal HAM, seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, kemudian pembentukan lembaga peradilan HAM di Papua, perwakilan HAM di Papua. Dari tiga ini, peradilan HAM belum dibentuk," imbuhnya.
(rfs/maa)