Jejak Fahri Hamzah Vs Tifatul Sembiring

Jejak Fahri Hamzah Vs Tifatul Sembiring

Matius Alfons - detikNews
Jumat, 04 Jun 2021 15:03 WIB
Tifatul vs Fahri
Fahri Hamzah (kiri) dan Tifatul Sembiring (kanan) (Andhika Akbarayansyah)

2. Cuitan 'Go Away'

Saling serang lagi-lagi terjadi antara Fahri dan Tifatul. Kali ini, cuitan 'go away' Tifatul untuk netizen dijawab oleh Fahri yang mengaku sudah kena efek cuitan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awalnya perselisihan ini dimulai dari video penggalan pidato Presiden PKS Sohibul Iman soal cawapres Jokowi. Saat itu Fahri sempat me-retweet video tersebut.

"Saya pagi2 beristigfar kepada Allah, malu mendengar pidato presiden partai yang saya banggakan seperti ini. Nampak sekali pandangannya materialistis. Politik tidak dilihat dengan Bashirah, mata batin yang tenang dan berwibawa. Astagfirullah...." tulis Fahri.

ADVERTISEMENT

Ketika itulah, Tifatul mencoba menjawab netizen yang meminta penjelasan terkait video tersebut. Namun entah kenapa, tiba-tiba Tifatul mencuit 'go away' kepada salah satu netizen yang menyebut akan meninggalkan PKS.

"Monggo. Go away..!!" cuit Tifatul.

Tak tinggal diam, Fahri saat itu membalas cuitan Tifatul. Dia mengungkap Tifatul sensi atas cuitan netizen.

"Sensi Gak sih kalau kata2 #goaway itu bikin aku sedih... Soalnya aku Dah kena duluan....," tulis Fahri di Twitter.

3. Feodalisme di PKS

Perseteruan keduanya kembali terjadi pada 2019 ketika Fahri Hamzah sudah menjadi Waketum Partai Gelora sedangkan Tifatul menjadi Ketua DPP PKS. Saat itu Fahri menyebut kepemimpinan yang ada di PKS seperti sistem feodalisme.

Pernyataan Fahri itu sebetulnya dimaksudkan untuk menjawab Tifatul yang lebih dulu menyinggung Partai Gelora. Saat itu, Tifatul menuding Partai Gelora telah mengacak-ngacak PKS.

"Bagi saya, kalau mereka buat partai baru, ya, monggo. Tapi jangan ngacak-ngacak lagi di sini," ujar Tifatul di sela-sela Rakornas PKS di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (14/11).

Tak terima disinggung, Fahri pun mengungkap soal kepemimpinan di PKS yang cenderung seperti feodalisme. Dia menyebut pimpinan di PKS tidak bisa disalahkan dan tidak bisa dikoreksi oleh anggota atau kadernya.

"Jadi misalnya Ketua Majelis Syuro dalam kepemimpinannya, partai pecah, begitu. Dia bisa menyalahkan orang lain bahwa partai ini pecah. Padahal dia yang mimpin," ucap Fahri terpisah.

"Nah ini yang sebenarnya budaya kepemimpinan yang tidak bertanggung jawab dan memang susah karena feodalisme itu menyatu dengan kekuasaan sehingga tidak ada koreksi kepada pimpinan. Apa yang dikatakan pimpinan seolah benar, padahal ini semua adalah buah dari kesalahan pimpinan," imbuh Fahri.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads