Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kembali menegaskan agar pemerintah mencabut izin konsesi penggunaan lahan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Hal ini, menurut Bamsoet, karena menimbulkan sejumlah dampak negatif kepada masyarakat adat, mulai dari masalah lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, hingga konflik kekerasan.
"Pemerintah juga harus mewajibkan PT TPL melakukan pemulihan ekosistem Danau Toba dan sekitar. Seperti pemulihan hutan lindung di sekitar daerah tangkapan air Danau Toba, penataan hutan masyarakat di pinggir hutan lindung, rehabilitasi dampak limbah gas, cair dan padat terhadap penduduk, serta penataan seluruh pesisir Danau Toba agar fungsi transportasi air, kegiatan perikanan rakyat dan pemukiman penduduk bisa kembali berjalan baik dan sehat," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).
Ketua DPR RI ke-20 ini menuturkan berdasarkan aduan masyarakat adat Danau Toba, dampak negatif atas kehadiran PT TPL bagi masyarakat Danau Toba bersifat multiplier effect. Dampaknya antara lain merosotnya pendapatan masyarakat akibat kerusakan hutan, kerusakan lingkungan akibat limbah, meningkatnya biaya kesehatan masyarakat, merosotnya produktivitas perikanan rakyat, pencemaran air dan susahnya pasokan air minum, serta kerusakan sarana dan prasarana umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kerawanan sosial juga tidak terbendung lagi sebagai akibat yang bersumber dari rusaknya habitat Danau Toba. Mutu tatanan adat dan moral merosot, kerusuhan antaranggota masyarakat sebagai reaksi ketidakpuasan atas tekanan berbagai masalah makin sering terjadi. Bahaya potensial lainnya, makin menguatnya bentuk-bentuk perlawanan terhadap aparat pemerintah yang merusak wibawa pemerintah serta mengancam kohesi sosial politik," kata Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memaparkan konflik antara PT TPL dengan masyarakat adat kerap terjadi akibat PT TPL memaksa masyarakat adat yang sudah lama mendiami berbagai wilayah konsesi untuk menerima PT TPL yang berhak menguasai dan mengelola wilayah adat tersebut. Sikap arogansi perusahaan ditunjukkan dengan berbagai upaya penggusuran yang selalu melibatkan aparat dan instansi pemerintahan.
"Saat ini, sekitar 23 komunitas masyarakat adat yang tersebar di lima kabupaten kawasan Danau Toba turut berkonflik dengan PT TPL. Total wilayah adat yang diklaim sepihak PT TPL sebagai konsesi perusahaan sekitar 20.754 hektare," urai Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ini menambahkan konflik paling besar antara masyarakat adat dengan PT TPL berawal pada 2000, yang mengakibatkan seorang mahasiswa, Panuju Manurung, dan Siswa SMK bernama Hermanto, meninggal dunia. Konflik terbaru, pada 18 Mei, masyarakat Adat Natumingka mendapatkan tindakan kekerasan dan kriminalisasi. Terdapat 12 warga yang mendapat luka cukup serius.
"Konflik agraria serta tindakan kekerasan PT TPL dengan masyarakat adat Danau Toba harus dihentikan. Solusinya, pemerintah mencabut izin konsesi penggunaan lahan PT TPL dan PT TPL harus melakukan pemulihan ekosistem Danau Toba. Untuk meningkatkan kembali kesejahteraan masyarakat Danau Toba, pemerintah daerah harus menggenjot sektor pariwisata Danau Toba dan meningkatkan pertanian masyarakat," pungkas Bamsoet.
(fhs/ega)