Gara-gara pandemi Corona, banyak orang kehilangan pekerjaan. Efeknya tidak sedikit yang tidak bisa bayar cicilan kartu kredit. Bahkan sampai ditagih dengan cara intimidatif.
Hal ini diceritakan pembaca detik's Advokate. Berikut lengkapnya:
Dear team redaksi,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selamat sore, ijinkan saya bertanya, mewakili dari istri saya:
Pokok permasalahan adalah istri saya mempunyai utang kartu kredit bank, sebelum Corona Maret 2020, selalu ada pembayaran tapi semenjak April 2020, istri saya tidak dapat melakukan pembayaran lagi dikarenakan, usaha dari toko baju di Thamrin City kita tutup, karena saat itu juga 3 bulan lebih mal tidak beroperasional, lalu saya juga dirumahkan selama 3 bulan, dan awal awal dengan uang yang ada kita bayarkan cicilan, termasuk cicilan pribadi saya dan istri saya gagal bayar, dikarenakan kita mendahulukan kebutuhan rumah tangga dahulu, baik buat makan keluarga, kebutuhan anak-anak kami, yang masih berusia 3 tahun dan 8 tahun dan kontrakan rumah, sampai sampai kita nggak bisa bayar lagi buat perpanjangan dan akhirnya ada orang yang mau meminjamkan rumah untuk kita tinggali sementara waktu, dan memang jadi terhindar sementara dari debt collector.
Sekarang pas 1 tahun, istri dapat kerja sebagai kasir dan pihak bank mengetahui istri saya bekerja, dan datang ke tempat kerja hingga teriak-teriak, mengintimidasi istri saya walau orang itu tahu istri saya hamil 7 bulan, tapi tetap teriak-teriak dan menantang orang berantem juga karena ada customer yang kasihan sama istri dan berusaha menengahi istri saya yang diintimidasi terus dengan teriakan (video CCTV ada) tapi customer itu tidak mau meladeni dan memanggil security, dan akhirnya security menegur orang bank itu agar bersikap lebih sopan dan seterusnya hingga akhirnya tiga orang (pihak bank ada tiga orang) itu pergi.
Lusa setelah kejadian di atas, istri saya pun datang ke kantor banknya, untuk bisa lapor dan mengajukan mendapatkan keringanan bayaran, hanya bayar pokoknya, tidak dengan denda dan bunga dan istri saya sanggup bayar cicil sesuai kemampuan, tapi pihak bank menolak dan minta dilunaskan dalam waktu 1 tahun. Istri saya tidak sanggup, pihak bank menolak dan dari pihak bank meminta kekinian data, istri saya pun kasih karena itu bentuk itikad baik istri dan pihak bank juga meminta alamat sekolah anak saya, tapi istri saya menolak, karena sebelumnya pihak bank bilang kalau Ibu tidak sanggup bayar masalah ini akan ke mana-mana dan petugas lapangan yang ambil alih.
Sekarang pihak bank meneror kantor istri saya dan beberapa orang di kantor yang mereka sudah ketahui nomor-nomornya dan juga masalahnya ada yang hubungi saya juga dan meneror kantor saya juga (alasannya karena saya suaminya).
Sekarang kita harus bagaimana lagi? Istri juga sudah datang ke kantor banknya, bersedia bayar cicil sesuai kemampuan tapinya dan tidak dikenakan bunga dan denda. Kita tidak bisa bayar sesuai maunya mereka juga. Kita juga masih banyak biaya-biaya lainnya yang harus dan juga istri saya sekarang lagi hamil 7 bulan di mana kita juga nggak mau keadaan ini.
Sekarang juga ketakutan kita adalah pihak debt yang akan ambil alih ini dan menghampiri rumah yang sudah istri saya beritahukan soal kekinian data. Mengingat sekarang sudah meneror kantor istri dan saya (yang menurut mereka saya adalah suaminya, masih ada hub dengan istri).
Mohon saran dan langkah apa yang harus dilakukan?
Terima kasih
Hormat saya
Untuk menjawab masalah di atas, kami meminta pendapat hukum dari Bambang Wijayanto SH MH. Berikut jawaban lengkapnya:
Kepada Yth di tempat,
Pertama-tama kami turut bersimpati terhadap kejadian yang menimpa Bapak dan istri. Semoga dapat segera terselesaikan secara baik untuk semua pihak.
Selanjutnya, kami sampaikan jawaban atas pertanyaan Bapak, sebagai berikut:
Secara peraturan sebenarnya setiap upaya penagihan yang dilakukan oleh pihak Bank penerbit kartu kredit harus dilakukan sesuai dengan pokok-pokok etika penagihan yang diwajibkan oleh Surat Edaran Bank Indonesia No.14/17/DASP tanggal 7 Juni 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu ("SE BI AMPK"), sebagaimana dinyatakan dalam angka 4 huruf D.4.b.3 SE BI APMK, sebagai berikut:
Dalam melakukan penagihan kartu kredit baik menggunakan tenaga penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, penerbit kartu kredit wajib memastikan bahwa tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-pokok etika penagihan sebagai berikut:
a) menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan penerbit kartu kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;
b) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan pemegang kartu kredit;
c) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
d) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain pemegang kartu kredit;
e) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
f) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili pemegang kartu Kredit;
g) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat pemegang kartu kredit; dan
h) penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan pemegang kartu kredit terlebih dahulu.
Tonton video 'Ini Langkah Hukum Bila Penagihan Pinjol Sudah Kelewatan':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya
Selain memenuhi pokok-pokok etika penagihan sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf h), penerbit kartu kredit juga harus memastikan bahwa pihak lain yang menyediakan jasa penagihan yang bekerja sama dengan penerbit kartu kredit juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK.
Pokok-pokok etika penagihan tersebut, wajib dipatuhi baik oleh tenaga penagih internal bank atau pihak jasa penagihan eksternal bank yang ditunjuk oleh bank. Untuk diketahui, bank penerbit kartu kredit memang diperkenankan untuk menggunakan pihak jasa penagih eksternal bank jika status kualitas kartu kredit sudah masuk dalam kategori macet. Hal ini dinyatakan dalam angka 4 huruf D.4.c.1. SE BI APMK, sebagai berikut:
Dalam hal penagihan kartu kredit dilakukan menggunakan tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, maka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b, juga berlaku ketentuan sebagai berikut:
Penagihan kartu kredit menggunakan tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan kartu kredit dimaksud telah termasuk dalam kualitas macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas kredit.
Selain kewajiban menerapkan pokok-pokok etika penagihan sebagaimana diatur dalam SE BI APMK, bank penerbit kartu kredit juga harus menerapkan prinsip perlindungan konsumen kepada nasabahnya. Oleh karena fasilitas perbankan yang dinikmati oleh istri Bapak adalah alat pembayaran menggunakan kartu kredit yang merupakan salah satu bidang dari Sistem Pembayaran yang penyelenggaraannya diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia, maka rujukannya mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No22/20/PBI/2020 tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia ("PBI Perlindungan Konsumen BI"), di mana salah satu prinsip perlindungan konsumen yang harus diterapkan oleh bank adalah prinsip kesetaraan dan perlakuan yang adil.
Dari informasi dalam surat Bapak terinformasi bahwa istri Bapak telah mendatangi pihak bank untuk menceritakan kondisi keuangan istri Bapak dan meminta keringanan pembayaran, namun pihak bank menolaknya. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa istri Bapak telah beritikad baik dan sebenarnya pihak Bank dapat menggunakan haknya untuk menggali lebih dalam informasi yang disampaikan oleh istri Bapak untuk meyakini kebenaran kondisi keuangan istri Bapak sebelum mengambil keputusan apakah menyetujui atau menolak permintaan keringanan yang diajukan. Hal tersebut sebagai bentuk penerapan prinsip kesetaraan dan perlakuan yang adil kepada konsumen. Hak bank untuk memastikan itikad baik konsumen dinyatakan dalam Pasal 13 PBI Perlindungan Konsumen BI, sebagai berikut:
Penyelenggara berhak memastikan iktikad baik konsumen dan mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai konsumen yang akurat, terkini, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya
Yang dimaksud dengan "memastikan iktikad baik konsumen", yaitu dilakukan antara lain dengan melakukan verifikasi terhadap informasi dan/atau dokumen yang disampaikan oleh konsumen. Yang dimaksud dengan "menyesatkan" antara lain konsumen menyampaikan informasi yang tidak lengkap sehingga menyebabkan kesimpulan yang salah"
Terkait informasi Bapak bahwa pihak bank meminta pengkinian data dari istri Bapak, hal tersebut memang menjadi hak Bank untuk memintanya, antara lain pada saat kualitas kredit pemegang kartu kredit menunjukkan penurunan, hal mana diatur di angka 2.B.5.a SE BI APMK, sebagai berikut:
Dalam rangka penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2, penerbit kartu kredit wajib melakukan pengkinian data pemegang kartu kredit, pada saat:
a. kualitas kredit pemegang kartu kredit menunjukkan penurunan
Berdasarkan beberapa rujukan peraturan yang telah disampaikan di atas, kami berpendapat dan menyarankan kepada istri Bapak hal-hal sebagai berikut:
1. Mencoba kembali mendatangi pihak bank sebagai bentuk itikad baik dengan menyampaikan informasi atau dokumen secara jujur dan dapat menunjukkan kondisi keuangan istri dan Bapak saat ini untuk meyakinkan kembali kepada pihak bank bahwa istri Bapak benar-benar dalam keadaan yang sulit secara keuangan namun tetap beritikad baik untuk menyelesaikan kewajiban kepada bank. Istri bapak dapat mengatakan kepada pihak bank untuk mempersilahkan pihak bank untuk melakukan verifikasi atas informasi yang disampaikan oleh istri Bapak supaya pihak bank yakin dan tidak mengambil kesimpulan yang salah terhadap istri Bapak. Lebih lanjut istri Bapak dapat mengingatkan pihak Bank untuk menggunakan rujukan pasal 13 PBI Perlindungan Konsumen yang dikutip di atas sebagai bentuk penerapan prinsip perlindungan kepada istri Bapak sebagai konsumen berupa kesetaraan dan perlakuan yang adil dengan adanya itikad baik dari istri Bapak dengan tujuan mencari jalan keluar terbaik penyelesaian kewajiban istri Bapak kepada bank
2. Jika masih terjadi lagi upaya penagihan yang tidak sesuai dengan pokok-pokok etika penagihan yang telah diuraikan di atas, kami menyarankan untuk menggunakan jalur pengaduan resmi dengan urutan sebagai berikut:
a. Mengadukan kepada bank melalui jalur pengaduan resmi yang disediakan oleh bank. Pasal 36 ayat 1 PBI Perlindungan Konsumen BI menyatakan sebagai berikut:
Pasal 36 (1) Penyelenggara wajib memiliki fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan yang disampaikan oleh konsumen
Melalui jalur tersebut, istri Bapak dapat mengadukan secara resmi terjadinya upaya penagihan oleh tenaga penagih baik penagih internal bank atau pihak jasa penagih eksternal bank yang tidak sesuai dengan pokok-pokok etika penagihan sesuai SE BI APMK. Istri Bapak agar mengikuti prosedur penerimaan dan penyelesaian pengaduan yang dapat dilihat melalui website dari bank yang bersangkutan.
b. Jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian antara istri Bapak dengan pihak bank atas pengaduan yang diajukan, istri Bapak dapat mengadukan kepada Bank Indonesia. Pasal 44 ayat 3 PBI Perlindungan Konsumen BI menyatakan sebagai berikut:
Pengaduan yang disampaikan kepada Bank Indonesia berupa adanya:
a. ketidakpahaman konsumen;
b. indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Bank Indonesia yang dilakukan oleh penyelenggara; atau
c. kerugian finansial dan/atau potensi kerugian finansial yang wajar dan berdampak secara langsung kepada konsumen.
Selanjutnya istri Bapak agar mengikuti prosedur dan mekanisme pengaduan melalui Bank Indonesia yang dapat dilihat melalui layanan pengaduan pada website Bank Indonesia www.bi.go.id
3. Saran untuk melakukan pengaduan sebagaimana kami sampaikan di 2 di atas adalah saran dari aspek penerapan prinsip perlindungan konsumen. Saran tersebut tidak dapat serta merta diartikan sebagai upaya untuk penghapusan kewajiban pembayaran tagihan kartu kredit istri Bapak kepada pihak bank, dimana hal tersebut merupakan suatu perikatan antara bank dengan istri bapak berdasarkan perjanjian fasilitas kartu kredit yang telah ditandatangani oleh istri Bapak ketika mengajukan permohonan kartu kredit sebelumnya. Perjanjian tersebut tetap berlaku sebagai undang-undang bagi istri Bapak dan pihak bank sesuai prinsip Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, di mana salah satu upaya penyelesaiannya adalah terciptanya kesepakatan pihak bank dan istri Bapak untuk mencari jalan keluar penyelesaian kewajiban secara baik-baik dan memuaskan para pihak. Oleh karena itu kembali kami sampaikan agar memaksimalkan upaya sebagaimana saran kami pada butir nomor 1 di atas.
Demikian jawaban ini kami sampaikan. Semoga permasalahan Bapak dan istri dapat segera terselesaikan. Salam sehat dan sukses selalu.
Bambang Wijayanto SH MH
Managing Partner BWP Banking Legal Consultant (www.bwplegalconsultant.com)
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh tim detik, para pakar di bidangnya serta akan ditayangkan di detikcom.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Berhubung antusias pembaca untuk konsultasi hukum sangat beragam dan jumlahnya cukup banyak, kami mohon kesabarannya untuk mendapatkan jawaban.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Salam
Tim Pengasuh detik's Advocate