PBNU mengambil sikap berbeda dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menegaskan RUU Minuman Beralkohol (Minol) mengatur soal larangan mengkonsumsi minuman beralkohol. PBNU berpendapat lebih mengedepankan RUU Minol dengan tema pengendalian.
"Bapk-bapak, ibu-ibu, atas nama PBNU menyampaikan terkait dengan RUU pengendalian minol ini. Pertama, menurut NU lebih mengedepankan tema pengendalian," kata perwakilan PBNU, Asnawi Ridwan saat rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi DPR RI, Kamis (27/5/2021).
Asnawi menyebut keputusan tersebut dilandasi atas dasar perbedaan pendapat terkait minuman beralkohol. Menurutnya tidak semua agama di Indonesia mengharamkan atau melarang mengkonsumsi minuman beralkohol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena di dalam Islam yang dipahami oleh NU, Islam itu sendiri tetap menghargai perbedaan pendapat apabila ada salah satu agama atau kepercayaan yang berkembang di Indonesia yang punya keyakinan bahwa minol tidak dihukum haram atau tidak suatu yang terlarang, maka kami segenap PBNU lebih cocok untuk menggunakan tema pengendalian," ucapnya.
Namun demikian, Asnawi menyebut ada kekhawatiran dari PBNU terkait RUU Minol. Menurutnya jika tidak selektif dan kritis, RUU Minol justru akan menjadi payung hukum untuk lebih gencar lagi peredaran minol di masyarakat.
"PBNU punya kekhawatiran dengan lahirnya RUU pengendalian minol, insyaallah akan mulus ini, justru menjadi payung hukum bagi peredaran dan pemasaran minol di tengah masyarakat. Jadi PBNU punya kekhawatiran kalau tidak selektif dan tidak kritis dengan RUU minol ini, justru nantinya UU yang dihasilkan akan menjadi payung hukum untuk lebih gencar lagi peredaran minol di masyarakat," ujarnya.
Tak hanya itu, Asnawi juga menyampaikan masukan PBNU terkait beberapa pasal dalam RUU Minol yang mengecualikan minuman beralkohol untuk kepentingan adat. Salah satu masukan yang disampaikan agar minuman beralkohol hanya diperbolehkan untuk kepentingan adat yang berlisensi dan atas izin pengawasan pemerintah serta dilakukan di tempat tertutup.
"Kami mengusulkan agar minol yang dimaksud untuk kepentingan adat adalah berupa upacara adat yang berlisensi sebagai budaya tradisional dan dilaksanakan atas izin atau pengawasan pemerintah, serta dilaksanakan di tempat tertutup. Ini kami sekali lagi dalam membahas RUU ini lebih dominan tidak menampilkan dalil tapi lebih dominan menampilkan sisi-sisi sosial. Tapi bukan berarti kami tidak punya dalil, bukan berarti kami tidak punya argumentasi agama," tuturnya.
Simak juga 'RUU Larangan Minol hingga Perlindungan Tokoh Agama Jadi Prioritas 2021':
Sebelumnya MUI sudah lebih dulu memberikan pandangan terkait RUU Minol ini. MUI menegaskan RUU Minuman Beralkohol (Minol) harus mengatur terkait larangan mengkonsumsi minuman beralkohol. Minol dianggap sebagai sumber masalah dan kriminalitas.
"MUI ingin menyampaikan bahwa minuman beralkohol di masyarakat itu kita kenal minuman keras dan di ajaran Islam kita kenal dengan khamer, itu merupakan humul khobais. Humul khobais itu sumber masalah, sumber kriminalitas, sumber pelanggaran, dan juga merupakan miftahu qulli syarin, istilahnya itu adalah kunci dari segala keburukan," kata Wasekjen MUI Salahuddin Al-Ayyubi dalam rapat Baleg DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi di ruang rapat Baleg DPR, Kamis (27/5/2021).
"Ajaran agama melarang keras ya, mengkonsumsi, memproduksi, dan memperdagangkan, melegalkan minol atau minuman keras tersebut," lanjutnya.